Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Amerika Serikat (AS) yang katanya negara adidaya super power, berinisiatif tampil sebagai pemimpin dalam kampanye global “lawan ISIS”.
Setelah melakukan lebih dari 140 serangan udara ke berbagai titik basis pejuang militan Islamic State (IS) – yang di Indonesia lebih populer dengan nama ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) – di Irak Utara, Presiden AS Barack Obama merasa sangat perlu menggalang kekuatan global dalam memerangi kelompok yang oleh dunia dikenal brutal dalam memerangi kelompok musuh atau selain golongannya.
AS menyatakan koalisi global untuk melawan ISIS yang diusungnya semakin besar dan kuat. Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, setidaknya 40 negara telah memutuskan bergabung dalam koalisi tersebut.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Psaki menyatakan tujuan utama koalisi adalah untuk mengkoordinasikan penanggulangan ancaman yang ditunjukan ISIS. Dengan semakin banyaknya negara yang bergabung, maka semakin banyak sumber daya, baik manusia ataupun teknologi untuk melawan kelompok pimpinan Abu Bakr Al-Baghdadi itu.
Koalisi KTT NATO di Wales
Koalisi melawan ISIS telah diumumkan tgl 4 September saat KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Newport, Wales.
Koalisi tersebut hanya melibatkan satu negara Muslim, yakni Turki, yang anggota NATO.
Negara-negara NATO akan mempertimbangkan keterlibatan dalam memerangi kelompok militan di Irak jika pemerintah setempat memintanya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Para pemimpin anggota aliansi pertahanan itu berada di Wales bersama Obama guna membahas penghentian operasi di Afghanistan dan merespon krisis di Ukraina, seta menggalang koalisi melawan militan ISIS.
Sekretaris Jenderal NATO Andesr Fogh Rasmussen mengatakan masyarakat internasional “memiliki kewajiban untuk menghentikan Islamic State agar tidak semakin meluas”.
Namun sejauh ini para anggota NATO belum mengajukan usulan rinci untuk operasi gabungan melawan ISIS.
AS sendiri telah melancarkan serangan terbatas pada ISIS di Irak, dan Obama mengatakan akan memperluas operasi militer hingga ke Suriah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Obama menegaskan akan tetap menjadi bagian dari koalisi internasional dan melakukan serangan udara mendukung pasukan Irak dan Kurdi.
Sepuluh negara Arab gabung dalam koalisi global AS
Sepuluh negara Arab telah setuju untuk bergabung dengan koalisi yang dipimpin AS, menurut Komunike Jeddah, yang disiarkan situs resmi Departemen Luar Negeri AS setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri John Kerry dan rekan-rekan Arab-nya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Menurut dokumen itu, koalisi terdiri Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Irak, Yordania, dan Libanon.
Kesepuluh negara dan Washington menyatakan “komitmen bersama untuk bersatu melawan ancaman yang ditimbulkan oleh semua terorisme”, termasuk kelompok militan Daulah Islamiyah, nama lain dari Islamic State (IS/ISIL/ISIS).
Dalam pertemuan di Kairo, Liga Arab berjanji akan bekerjasama secara regional maupun internasional untuk membendung kelompok-kelompok militan.
Sebelum dimulainya pertemuan, Menteri Luar Negeri AS melakukan pertemuan dengan Ketua Liga Arab, Nabil al-Arabi, dalam upaya menggalang dukungan “melawan ISIS” bersama negara-negara Timur Tengah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Para menteri luar negeri anggota Liga Arab pada Ahad (7/9) sepakat akan mengambil semua langkah demi memerangi ISIS.
Perundingan Liga Arab di Kairo juga menghasilkan kesepakatan untuk membantu keberhasilan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait upaya “penghentian arus gerilyawan asing, pendanaan dan bentuk-bentuk dukungan lain terhadap kelompok bersenjata di Irak dan Suriah”.
Ketua Liga Arab mengatakan bahwa munculnya kelompok militan bersenjata di Irak bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemeritah Baghdad, melainkan juga negara-negara lain. Dia juga mendesak resolusi untuk memerangi terorisme dengan upaya militer, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Padahal, selama ini pemerintah Arab enggan terlibat dan berperan aktif karena takut menjadi sasaran kekerasan kelompok yang mengatasnamakan “jihad” yang telah melanda Suriah dan Irak.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Koalisi TV dan ulama internasional
Lebih 30 saluran televisi internasional juga akan berpartisipasi dalam kampanye “melawan ISIS” dengan cara menyampaikan kepada Muslim dunia tentang berbahayanya kelompok bersenjata di Irak dan Suriah itu.
Ulama Islam dari Arab Saudi, Eropa dan negara-negara lain, akan mengambil bagian dalam kampanye selama seminggu, yang dimulai pada 18 September di Riyadh, yang bertujuan mengingatkan masyarakat terhadap ekstremisme dan bagaimana organisasi teroris mendistorsi ajaran Islam.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Menteri Informasi dan Kebudayaan Arab Saudi, Abdul Aziz Khoja, mengatakan organisasi kriminal di dunia Arab merupakan ancaman besar bagi Islam.
Pengamat politik Badr Almotawa menekankan pentingnya kampanye televisi dan mengatakan itu penting untuk mendidik kaum muda tentang ajaran Islam yang moderat.
Abdulrahman Al-Husseini, pelaku media, mengatakan kampanye itu bertujuan memperingatkan publik terhadap ISIS dan organisasi bersenjata lainnya yang mencoreng citra Islam dan Muslim.
Basil Al-Abd, wartawan lainnya, mengatakan partisipasi dari beberapa ulama akan memperkuat kampanye itu. Dia menambahkan bahwa itu akan mencakup laporan media yang menyoroti kegiatan militan ISIS yang dianggap merusak.
Dukungan Israel
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Kamis malam (11/9) mengatakan, negaranya akan mendukung seruan Presiden Obama bagi upaya multilateral melawan kelompok militan ISIS.
Netanyahu mengomentari pidato Presiden Obama, Rabu malam bahwa Obama telah memerintahkan serangan-serangan udara terhadap militan di Suriah untuk pertama kalinya dan serangan tambahan di Irak.
Israel juga mengatakan kepada AS bahwa mereka akan bergerak melawan pejuang ISIS, jika kegiatan pejuang dari berbagai negara itu mencapai Yordania. Demikian Israel Channel 2 mengutip sumber politik yang tidak disebutkan namanya pada Sabtu (13/9), namun tidak menjelaskan langkah-langkah apa yang akan diambil Israel jika ISIS bergerak ke Yordania.
Netanyahu sebelumnya mengatakan bahwa ISIS semakin dekat dengan perbatasan timur Israel.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Israel belum secara resmi bergabung dengan koalisi internasional yang dibentuk AS.
Penolakan Turki, Iran dan oposisi Suriah
Menteri Luar Negeri AS John Kerry datang ke Turki untuk bertemu dengan Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan guna mendikusikan kemungkinan kerja sama koalisi lawan ISIS.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Kedatangan Kerry ke Turki langsung disambut pengunjuk rasa yang meneriakkan slogan-slogan penentangan terhadap AS dan mengajak Turki untuk tidak bergabung dalam perang melawan ISIS.
Meskipun menjadi sekutu penting di NATO dan memiliki militer kuat, Turki memutuskan menahan diri untuk tidak bergabung dengan AS.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa Turki tidak akan mengizinkan penggunaan pangkalan udaranya untuk melawan militan ISIS.
Jurnalis The Washington Post, Adam Taylor menganalisa alasan Turki tidak mau dan menolak bergabung dengan AS.
Menurutnya, satu faktor besar alasan Turki yaitu kehidupan 49 warga negaranya yang masih menjadi sandera ISIS di Irak. Pada Juni 2014 lalu, Daulah Islamiyah menyerbu konsulat Turki di Mogul, Irak.
“Tangan dan kaki kami terikat karena para sandera ini,” ujar seorang pejabat Turki yang tak ingin disebutkan namanya pada Washington Post.
Alasan lainnya adalah Turki berbatasan langsung dengan Suriah, khususnya dengan beberapa kota Turki di selatan. Ini juga yang menjadi kekhawatiran utama Erdogan di mana interaksi dengan Daulah Islamiyah akan semakin mudah dan langsung.
Iran juga menyatakan menolak bergabung dengan koalisi raksasa bentukan Paman Sam, namun Teheran tetap menyatakan akan membantu Irak dan Suriah untuk memerangi ISIS.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menolak untuk bergabung dengan koalisi yang ditawarkan AS.
Iran sudah mencium pergerakan bau tidak sedap yang coba ditawarkan oleh Barack Obama.
“Komentar pejabat Amerika untuk membentuk suatu negara anti-Islam (aliansi) kosong, berongga dan mementingkan diri sendiri. Kontradiksi dalam perilaku dan pernyataan mereka membuktikan fakta ini,” kata Khamenei, sebagaimana diberitakan Reuters, Senin (15/9).
Pekan sebelumnya, Kerry menyindir Iran. Dia mengatakan Iran sangat tidak pantas untuk bergabung dengan koalisi mereka. Sebab, Iran dianggap sebagai sponsor utama teroris. Namun, ucapan itu sudah dibantah oleh Iran.
Sebelum Iran, oposisi utama Suriah, Tentara Pembebasan Suriah (FSA) menyatakan tidak akan bergabung dengan koalisi AS untuk menghancurkan ISIS.
Pendiri FSA, Kolonel Riad Al-Asaad mengatakan, pasukan oposisi ingin jaminan tentang penggulingan Presiden Suriah Bashar Al-Assad sebelum bergabung dengan koalisi melawan ISIS.
FSA yang sebagian besar terdiri dari tentara yang telah membelot dari angkatan bersenjata Suriah, telah menjadi kelompok oposisi utama yang menerima dukungan dari Barat, terutama AS.
Posisi kelompok Islam oposisi di Suriah
Kelompok Islam bersenjata yang menjadi oposisi Suriah memiliki posisi sendiri dalam perang melawan ISIS. Oposisi Suriah berpaham Sunni ini telah menjadi seteru ISIS di Suriah selain dari pasukan rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Hal itu karena ISIS adalah kelompok yang membelot dari Al-Qaeda dan memisahkan diri menjadi kekuatan besar tersendiri.
Terlebih ketika baru-baru ini, puluhan komandan oposisi Suriah tewas oleh ledakan bom di dalam bunker saat melakukan pertemuan rahasia di Provinsi Idlib.
Hassan Abboud, Kepala Brigade Ahrar Al-Sham, merupakan salah satu dari 45 orang yang tewas pada Selasa (10/9) itu.
Belum diketahui siapa yang bertanggungjawab atas serangan itu, namun pendukung ISIS memuji kematian Abboud di media sosial.
Pemimpin lain Brigade Ahrar, Abu Khaled Al-Souri, sahabat pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan Ayman Al-Zawahiri, juga telah dibunuh oleh ISIS di awal tahun ini.
Ahrar memiliki sekitar 20.000 pejuang dan merupakan kekuatan utama dalam aliansi Front Islam, yang dibentuk awal tahun ini untuk menentang kelompok ISIS.
Ahrar mendukung pembentukan negara yang menjalankan prinsip-prinsip Islam, yang melindungi hak-hak perempuan dan minoritas agama dan etnis, dan tidak setuju dengan cara pendekatan kelompok ISIS. (P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)