Jakarta, MINA – Hubungan yang naik turun antara dua faksi Hamas Fatah sejak lama kini diakhiri dengan islah pertemuan kedua pihak di Jalur Gaza, Selasa (2/10).
Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah telah tiba di Jalur Gaza, Senin (2/10) untuk mengawali pertemuan keduanya yang kerap tandas karena perbedaan pendapat dalam perjuangan mempertahankan eksistensi Palestina sebagai negara yang masih dijajah.
Mengomentari hal itu, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengeluarkan sebuah pernyataan yang membuat banyak kalangan ragu akan pertemuan rekonsiliasi semalam.
“Kami berharap orang membicarakan proses negosiasi untuk mengakui Israel sebagai sebuah negara Yahudi, dan kami tidak akan menerima rekonsiliasi palsu di mana pihak Palestina berdamai dengan mengorbankan eksistensi kami,” katanya sebagaimana dikutip dari media the Times of Israel.
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
Netanyahu mengabaikan pernyataan Presiden Palestina Mahmoud Abbas sehari sebelumnya, di mana Abbas menyebut tidak ada negosiasi dengan Israel, meskipun rumor beredar keduanya berhubungan erat di belakang layar.
Netanyahu juga menyebut niatnya secara blak-blakan kepada media terkait pertemuan itu.
“Kami memiliki sikap yang sangat tegas terhadap siapapun yang ingin melakukan rekonsiliasi seperti itu: Akui Negara Israel, bubarkan sayap militer Hamas, putuskan hubungan dengan Iran, yang menyerukan penghancuran kami, dan lain-lain,” tambahnya.
Pertemuan rekonsiliasi Hamas-Fatah semalam menuai pujian dari banyak pihak termasuk Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Sekjen OKI Yousef Ben Ahmed Al-Othaimin menyebut langkah Otoritas Palestina sebagai langkah penting untuk menyatukan orang-orang Palestina.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri
“Kemitraan semacam itu akan menyebabkan berakhirnya pendudukan Israel dan pembentukan sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya,” jelas Al-Othaimin.(T/RE1/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang