Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi X: Program Lima Hari Sekolah Berpotensi Timbulkan Kegaduhan Baru

Risma Tri Utami - Senin, 12 Juni 2017 - 13:03 WIB

Senin, 12 Juni 2017 - 13:03 WIB

326 Views ㅤ

Anggota Komisi X DPR RI, Reni Marlinawati. (Foto: DPR RI)

Anggota Komisi X DPR RI, Reni Marlinawati. (Foto: DPR RI)

 

Jakarta, 17 Ramadhan 1438/12 Juni 2017 (MINA) – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan memberlakukan jam belajar selama delapan jam sehari dan lima hari sekolah (Senin-Jum’at) pada tahun ajaran baru Juli 2017 mendatang, dirasa akan menimbulkan kegaduhan baru, karena belum didapatkan kajian atas rencana tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati mengatakan, sejak awal pemerintah telah berkomitmen akan melakukan kajian secara komprehensif terkait rencana tersebut. Program tersebut hakikatnya adalah program full day school yang akhir tahun lalu  telah menimbulkan polemik di publik.

“Rencana tersebut dipastikan bakal berpotensi menimbulkan polemik dan kegaduhan baru di tengah masyarakat, karena sampai saat ini kita belum mendapatkan kajian atas rencana penerapan program tersebut,” tegas politisi F-PPP itu dalam laman DPR RI yang dikutip MINA, Senin (12/6).

Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan 

Menurutnya, persoalan yang muncul akibat penerapan jam belajar selama delapan jam dalam sehari di antaranya adalah persoalan ketersediaan infrastuktur sekolah yang tidak memadai, masih banyak dalam satu sekolah dibuat dua gelombang jam sekolah, yakni pagi dan sore karena keterbatasan lokal sekolah.

“Selain itu, adanya kebijakan tersebut bakal menggerus eksistensi pendidikan non-formal keagamaan maupun kursus lainnya di luar jam sekolah seperti madrasah diniyah (madin) yang telah inherent dalam praktik pendidikan bagi anak-anak usia sekolah. Waktu belajar Madin yang dilakukan usai salat ashar setiap harinya dipastikan secara pelan tapi pasti akan hilang di tengah masyarakat. Waktu anak-anak usia sekolah akan habis waktunya di bangku sekolah,” ujarnya.

Pendidikan keagamaan melalui jalur madrasah diniyah akan semakin minim diterima anak didik, lanjutnya, padahal di sisi lain kebijakan full day school sama sekali tidak memberikan alokasi penambahan materi pendidikan keagamaan kepada anak didik.

Reni menyatakan, Fraksi PPP DPR secara tegas menolak rencana kebijakan penerapan jam sekolah delapan jam dalam sehari dikarenakan selain belum dilakukan kajian yang mendalam atas dampak penerapan tersebut baik dampak pada siswa, guru maupun kesiapan sekolah, kebijakan tersebut potensial berbenturan dengan eksistensi lembaga pendidikan non formal  seperti Madin yang telah eksis bersama kehidupan masyarakat Islam Indonesia.

Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun

“Kami meminta Kemendikbud untuk melakukan klarifikasi secara komprehensif tentang rencana tersebut dan melakukan kajian secara komprehensif terhadap dampak penerapan kebijakan tersebut. Jangan sampai masalah ini menambah kebingungan masyarakat. Saat ini masyarakat khususnya wali murid tengah berkonsentrasi menyiapkan tahun ajaran baru, daftar ulang anak sekolah, dan persoalan lainnya. Rencana penambahan jam belajar tersebut jelas akan menambah persoalan yang akan dihadapi oleh masyarakat,” tutupnya. (T/R09/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
MINA Preneur