Jakarta, MINA- Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fathan Subchi, mengatakan besarnya anggaran pendidikan 20 persen yang tidak menjalar ke lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, madrasah diniyah, dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
“Pemerintah telah menganggarkan bidang pendidikan sangat besar. Maka pelaksanaan anggaran pendidikan ini harus kita awasi bersama,” ujar Fathan dalam diskusi terbatas Antisipasi Lost Generation dan Adaptasi Kenormalan Baru di Bidang Pendidikan yang diselenggarakan Fasih Foundation di Joglo Kopi Deplok, Mindahan, Batealit Jepara, Sabtu (12/9) lalu.
Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini mengatakan, kader muda NU harus bisa menganalisis anggaran dan belajar mengenai kebijakan publik bidang pendidikan. Demikian keterangan yang dikutip MINA Senin, (14/9).
“Ke depan saya minta Fasih Foundation memfasilitasi pelatihan analisa kebijakan publik dan anggaran pembangunan,” katanya.
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) Rumadi Ahmad menyebut pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan peradaban manusia di hampir semua bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, transportasi, konstruksi, pariwisata, pendidikan bahkan agama. Namun, hal tersebut masih terantisipasi peradaban teknologi informasi dan telekomunikasi.
“Kita tidak sendiri. Ada sekitar 200 negara yang terdampak pandemi Covid-19. Ada negara yang ketat menerapkan protokol kesehatan hingga laju ekonominya anjlok, ada yang menerapkan herd immunity sehingga angka kematian tinggi. Negara kita lebih moderat dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden itu juga mengatakan yakin dengan peran serta masyarakat, terutama di bidang pendidikan, sehingga lost generation bisa diantisipasi dan diminimalisasi.
“Orang kampung seperti kita sudah terbiasa hidup dalam keterbatasan. Tapi selalu punya solusi alternatif yang solutif dan konstruktif,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Ketika pemerintah mempunyai kebijakan menutup sekolah dan melalukan pembelajaran jarak jauh, masyarakat di kampung masih bisa belajar tatap muka secara terbatas di rumah kiai atau mushala.
“Kalau sekadar taklim, mungkin Mbah Google lebih jagoan. Tapi pendidikan anak-anak kita juga membutuhkan pembentukan karakter dan budi pekerti,” tegas Rumadi.
Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara Adib Khoiruzzaman mengatakan perlu mengadopsi program pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan kiai-kiai kampung, yaitu pemberdayaan mushala.
“Di samping mengaji, musholla bisa dijadikan sanggar belajar dengan pendampingan dari mahasiswa atau guru di sekitar musholla,”jelas dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara tersebut. (R/SH/P1)
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan