Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komitmen Indonesia Berdasar UUD 1945 dalam Membela Palestina

Ali Farkhan Tsani - Senin, 5 Desember 2022 - 10:59 WIB

Senin, 5 Desember 2022 - 10:59 WIB

26 Views

Oleh : Putri Nafisa Salsabila, Pelajar SMAN 1 Purwokerto, Jawa Tengah

Jika kita membaca sejarah, awal konflik antara Palestina dengan Israel sudah terjadi usai Perang Dunia Pertama (1914-1918). Britania Raya (Inggris) sebagai pemenang perang dunia waktu itu memberikan wilayah Palestina yang menjadi mandatnya, kepada bangsa Yahudi melalui secarik kertas yang disebut dengan Deklarasi Balfour pada tanggal 2 November 1917.

Dari pemberian mandat itu, bangsa Yahudi menganggap bahwa kawasan Palestina adalah tanah air mereka. Sementara di lain pihak, penduduk Palestina sebagai pemilik sah tanah tentu memiliki pendirian tersendiri terkait klaim wilayah itu.

Kemudian konflik antara Palestina dengan Israel itu berkembang menjadi konflik regional, yang dipandang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan dunia. Untuk itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut dalam upaya penyelesaian konflik tersebut dengan mengeluarkan beberapa kebijakan berupa resolusi dan perundingan-perundingan dengan mempertemukan pihak-pihak yang bertikai agar dapat menyelesaikan konfliknya dengan jalan damai.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Pada tanggal 23 sampai 29 November 1947, PBB mengadakan sidang terkait permasalahan Palestina. Dari sidang tersebut keluar sebuah resolusi yang dikenal dengan “Resolusi 181” atau yang dikenal sebagai Rencana Pembagian Palestina berisi pembagian wilayah Palestina bagi Yahudi dan Muslim (Arab Palestina).

Pembagian tidak adil itu malah memberikan wilayah Palestina untuk orang-orang Yahudi sebanyak 55%, lebih dari separuh wilayah kepada yang bukan pemiliknya. Sementara untuk Arab Palestina pemilik wilayah itu hanya mendapatkan 45%.

Lalu terjadilah perlawanan demi perlawanan, hingga orang-orang Yahudi kemudian  mendirikan Negara Israel pada tahun 1948. Israel pun semakin mengambil wilayah Palestina yang telah ditentukan untuk diubah kepemilikannya.

Pada tahun 1964, perjuangan Palestina kembali muncul dengan didirikannya Palestine Liberation Organization (PLO). PLO bertujuan untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat melalui perang maupun diplomasi.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

PLO aktif dalam melakukan perlawanan gerilya terhadap pendudukan Israel. Selain itu, mereka juga berusaha menggalang dukungan dari negara-negara Muslim Arab dan internasional dalam forum PBB.

Perjuangan PLO sebenarnya telah mendapatkan hasil, ketika pada tanggal 15 November 1988 Yasser Arafat memproklamasikan kemerdekaan Palestina. Arafat mengumumkannya dari pengasinganya, di Aljazair.

Proklamasi tersebut mendapat pengakuan dari 20 negara dunia, termasuk Indonesia. Namun di sisi lain, Israel, Amerika Serikat, dan beberapa negara Barat menolak proklamasi kemerdekaan Palestina.

Konflik antara Israel dan Palestina terus berlangsung. Hingga kemudian pada tahun 1993 terjadi perjanjian damai Oslo atau yang dikenal dengan nama Oslo Agreement. Namun ternyata perjanjian ini tidak dapat diimplementasikan. Bahkan menambah intensitas serta kompleksitas konflik Palestina-Israel.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Selain upaya-upaya yang sudah disebutkan tadi, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) juga sudah mengeluarkan beberapa ultimatum lainnya untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Seperti resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242, resolusi Dewan Keamanan PBB 338, Perjanjian Camp David 1978, konferensi internasional tentang masalah Palestina 1981, dan Konferensi Madrid 1991.

Akan tetapi, upaya PBB dalam mengimplementasikan kebijakannya tidak berhasil dijalankan oleh pihak yang bersengketa, terutama pihak Israel.

Maka, dapat dikatakan bahwa harapan rakyat Palestina untuk hidup berdampingan secara damai dengan bangsa Israel dan saling menghormati hak-hak kemanusiaan sebagaimana dikehendaki Piagam PBB makin jauh dari harapan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan PBB dinilai tidak efektif. Perdamaian dan keamanan jauh dari cita-cita. Hal ini terutama karena keikutsertaan Amerika Serikat dalam menggagalkan setiap keputusan PBB melalui Hak Veto (hak istimewa PBB), demi lebih mendukung Israel tanpa melihat dari segi Palestina.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Dari peristiwa yang terbaru, akhir tahun 2017, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Dalam pidatonya di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, Trump menegaskan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerussalem.

Ini pun hanya menambah penderitaan Palestina pada akhirnya.

Komitmen Bangsa Indonesia

Menanggapi seruan kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada 7 Desember 2017 di Istana Bogor, Presiden Indonesia Joko Widodo meminta kepada Trump untuk mempertimbangkan kembali keputusan sepihak yang dilontarkannya. Meski permintaan itu tidak digubris oleh Trump, tapi paling tidak pimpinan Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam meraih kemerdekaannya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Berdasarkan komitmen bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut, maka sudah menjadi tugas dan kewajiban kita untuk membantu menyelesaikan konflik Israel-Palestina ini.

Dalam konferensi pers di Istana Bogor itu, Presiden Jokowi menegaskan sikap Indonesia dalam isu Palestina. Ia mengatakan, posisi Indonesia tidak pernah berubah. “Saya dan rakyat Indonesia tetap konsisten dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya,” ujarnya.

Dalam beberapa kali kesempatan, Presiden Jokowi juga kerap memberikan dukungannya pada Palestina.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Dalam berbagai forum, bangsa Indonesia juga turut memberikan bantuan secara konkret melalui bantuan lapangan berupa bantuan underground seperti pembangunan rumah sakit, sekolah, dan bantuan lainnya.

Dalam berbagai kesempatan Menteri Luar Negeri Retno L. Marsudi selalu menyampaikan bahwa perjuangan Palestina ada di jantung politik luar negeri Indonesia.  Setiap helaan napas diplomasi Indonesia di situ selalu ada Palestina. Oleh karena itu diplomasi Indonesia atau upaya Indonesia tidak pernah berhenti untuk membantu Palestina.

Termasuk ketika pada tahun 2016 Indonesia menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ke-15 mengenai Palestina dan Al-Quds Al-Syarif di Jakarta, Presiden RI Joko Widodo mengajak seluruh negara OKI dapat bersatu dan mengenyampingkan segala perbedaan untuk membela Palestina.

Isu Palestina harus selalu merekatkan Indonesia dan dunia internasional. Selanjutnya, Indonesia juga perlu terus menunjukkan dirinya pada dunia, bahwa Indonesia dengan posisinya yang strategis itu memiliki kepedulian terhadap bangsa-bangsa dunia yang tertindas dari segala bentuk penjajahan di muka bumi.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Indonesia pun harus selalu menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia dengan Undang-Undang Dasar 45-nya mengamanatkan agar Indonesia ikut mewujudkan perdamaian dunia. (A/naf/RS2)

Penulis, adalah Juara III Kategori Pelajar SMA Lomba Menulis Artikel tingkat Nasional tentang Palestina, Aqsa Working Group (AWG) 2022.

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Indonesia
Tausiyah
Kolom