Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)
Prof. Faisal Ismail, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan Pascasarjana FIAI UII Yogyakarta, dalam artikel “Mengapa Marxisme-Komunisme-Leninisme Bertentangan dengan Pancasila”, (Webs Dakwah UIN Suka, edisi 4 Oktober 2017), antara lain menyebutkan, Marxisme adalah ajaran Karl Heinrich Marx (5 Mei 1818 – 14 Maret 1883) penganut atheisme (tidak mempercayai adanya Tuhan).
Sebagai seorang atheis, Karl Marx berpendapat bahwa agama adalah candu bagi masyarakat (Religion is the opium of the people; Die Religion ist das opium des Volkes).
Marx mengatakan, agama hanya sebagai pelipur lara bagi orang-orang yang tertindas. Agama hanya menjanjikan kebahagiaan semu dan khayali. Karena itu, untuk mencapai kebahagiaan yang riil dan sejati, manusia harus menghapus bayangan kebahagiaan ilusif yang diajarkan oleh agama. Agama harus diberantas karena merupakan candu bagi masyarakat.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dengan pendapatnya ini, Marx terkenal sebagi tokoh yang anti-Tuhan dan antiagama.
Dari satu bagian ini saja komunisme bertentangan dengan ajaran agama manapun, terlebih agama Islam.
Imaam Yakhsyallah Mansur dalam artikel “Kesesatan Ajaran Komunis” (Minanews.net edisi 7 Oktober 2017), menjelaskan, di dalam pengamalan agama ada yang dinamakan Aliran Dahriyyah, yaitu sekte yang menyandarkan segala sesuatu kepada berjalannya waktu. Aliran ini merupakan salah satu kelompok orang kafir yang juga diikuti sebagian orang musyrik Arab yang mengingkari adanya kehidupan setelah mati.
Kaum Dahriyyah ini mengingkari adanya Hari Kebangkitan. Kaum Dahriyyah dinamai juga Kaum Maddi (materialis), hanya percaya kepada benda atau Kaum Thabii (naturalis) yang hanya percaya kepada alam.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Mereka beranggapan bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya, Tuhan tidak ada. Manusia hidup di dunia atas kehendak alam. Jika alam menghendaki dia mati, dia pun mati.
Tentu, kepercayaan bahwa segala sesuatu hanya bersandar kepada masa adalah kepercayaan yang salah dan sesat. Kepercayaan ini hanya berdasar kepada dugaan dan ilusi, tanpa bersandar kepada kebenaran sama sekali.
Imaam Yakhsyallah menukilkan penjelasan Pakar Tafsir Ibnu Katsir yang mengatakan, pengikut aliran Dahriyyah yang tidak mengakui adanya Tuhan (atheis), meyakini bahwa setiap 36.000 tahun, segala sesuatu akan kembali seperti semula. Mereka menduga hal ini telah terjadi berulang-ulang tanpa batas. Mereka sangat mendewa-dewakan akal (rasio) dan mendustakan wahyu Allah.
Pandangan Marxisme-Komunisme ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri yang sebenarnya mengakui adanya Tuhan semesta alam. Seperti disebutkan di dalam Al-Quran Surat Luqman ayat 25 :
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Luqman: 25).
Mengenai masalah sosial kemasyarakatan, Marxisme-Komunisme mengajarkan bahwa dalam kehidupan masyarakat terjadi dialektika perjuangan kelas, yaitu konflik antara kelas pemilik modal dengan kelas lebih rendah yang bekerja untuk memproduksi barang.
Marxisme-Komunisme pada gilirannya memaksakan masyarakat tanpa kelas, masyarakat yang sama rasa dan sama rata.
Sepintas paham komunisme dengan konsep ekonomi sosialisme seperti ini, dapat menguntungkan rakyat kalangan bawah, karena semua disamaratakan, tidak ada hak kepemilikan individu, sehingga dapat saja dirampas kapan saja dan di mana saja demi tujuannya.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Namun hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan, hakikat kepemilikan. Bahkan berpotensi merusak tatanan sosial masyarakat itu sendiri.
Di dalam Al-Quran disebutkan :
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Maidah: 120).
Ada hak kepemilikan manusia atas barang, harta atau sesuatu yang diusahakannya. Tentu dengan cara yang halal dan baik sesuai koridor yang sudah Allah tetapkan. Walaupun pada hakikatnya, hanya Allah sajalah Sang Pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta. Hakikatnya Allahlah yang membagikan manusia karunia dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Maka, manusia dengan kepemilikannya bukanlah pemilik mutlak, tetapi adalah pemegang amanah titipan Allah. Jadi, semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah.
Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan sosial bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
Karena itu, wajar dalam masyarakat ada yang kaya ada pula yang miskin. Justru di sinilah peran agama mengarahkan agar individu atau kelompok yang kaya dapat membantu yang miskin, dan yang miskin menghormati hak milik yang kaya. Sehingga terjadi keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat dengan adil dan sentosa.
Oleh karenanya di dalam ajaran ilahiyah, terdapat perintah mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Sehingga menjadi sejahtera seluas-luasnya. Ada hak-hak individu, ada pula hak-hak sosial. Sehingga orang yang berhak menerima harta terjaga, dan harta yang mengeluarkannya juga menjadi bersih dan suci.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Untuk menjaga hak milik harta, maka Islam dengan ajaran sucinya mengharamkan segala bentuk pencurian dan penjarahan, yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk salah satu dosa besar
Di antara cara dalam pemeliharaan harta ialah Islam mewajibkan beramal dan berusaha (bekerja) dengan yang halal dan thayyib. Sehingga seseorang memiliki harta. Sekaligus pada bagian lainnya, Islam menganjurkan bershadaqah, memperbolehkan jual beli, pinjam-meminjam dan hutang-piutang.
Halalkan Segala Cara
Dalam menerapkan ideologinya, kaum Komunis menghalalkan segala cara. Dalam Manifesto Komunis yang dilahirkan Karl Marx dan Friedrich Engels, keduanya menyatakan, “Tujuan untuk merebut kekuasaan hanya dapat dicapai dengan menggunakan kekerasan, menggunakan seluruh sistem sosial yang ada.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Sastrawan terkemuka Taufik Ismail pada artikel di Harian Republika, edisi 29 September 2019, berjudul “Kebiadaban Komunisme” menguraikan, dasar ideologi komunisme diletakkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, seperti tertuang dalam buku Manifesto Komunis (1848).
Selanjutnya diuraikan, ada 18 butir patokan yang menjadi tuntunan praktis kegiatan komunisme, yaitu : berdusta, memutar balikkan fakta, memalsukan dokumen, memfitnah, memeras, menipu, menghasut, menyuap, intimidasi, bersikap keras, membenci, mencaci maki, menyiksa, memerkosa, merusak-menyabot, membumi hangus, membunuh sampai membantai.
Butir-butir tersebut semuanya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama manapun, apalagi Islam.
Di antaranya pada beberapa ayat melarang hal-hal tersebut, seperti : larangan mengadakan kebohongan dan berdusta (QS An-Nahl: 105), larangan memfitnah (QS Al-Baqarah : 191), larangan membuat kerusakan (Al-Baqarah: 11), dan larangan membunuh tanpa hak (QS Al-Maidah: 32).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Berkaitan dengan paham komunisme ini, Ilyas Daud dalam “Disertasi Kritik Hamka atas Komunisme dalam Tafsir Al-Azhar” (Tinjauan Strukturalisme Genetik), Program Doktoral Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2018, menjelaskan, Buya Hamka menyamakan komunisme dengan ateisme.
Sedangkan sebagai gerakan sosialpolitik Buya Hamka mengarah kritiknya pada aksi-aksi komunis yang memecah belah umat Islam, melakukan pembunuhan dan pemberontakan di mana-mana.
Adapun kritik atas sikap orang-orang komunis, Buya Hamka menguraikan karakternya, yaitu munafik, menipu, membenci dan menghina Tuhan, agama dan orang beragama, mempermainkan agama, menyesatkan manusia, intoleran, penindas, pembunuh, pemberontak, otoriter dan semna-mena. Orang-orang komunis memiliki karakter kejahatan pada agama dan kemanusiaan.
Penutup
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Marilah kita jadikan tindak kejahatan pemberontakan komunis beberapa kali di tanah air kita, sebagai peringatan dan sebagai kewaspadaan agar jangan sampai hal itu terulang kembali.
Terus kita jaga persatuan dan kesatuan umat dan bangsa kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta dengan menghindari pertikaian dan perpecahbelahan antar komponen kehidupan masyarakat.
Semoga Allah senantiasa mencurahkan kepada kita dan para pemimpin bangsa ini, untuk berjalan di atas jalan yang lurus, yang diridhai-Nya serta melindungi bangsa Indonesia dari segala unsur kejahatan, wabil khusus bahaya laten komunis.
Semoga pula Allah berkenan memberikan hidayah kepada orang-orang yang zalim agar kembali bertaubat kepada-Nya. Aamiin. (A/RS2/P1)
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Mi’raj News Agency (MINA)