Jenewa, MINA – Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, pada Rabu (9/12) mengatakan, pihaknya prihatin mengenai laporan terus berlangsungnya pelanggaran hak asasi manusia yang serius di wilayah Xinjiang China, rumah bagi komunitas etnis Uighur.
“Laporan ini datang dari berbagai sumber, tetapi konsisten dengan praktik kami yang biasa, tim saya ingin ke sana, mencoba memvalidasi materi yang kami terima tentang masalah ini,” Bachelet, Anadolu Agency melaporkan.
Ia mengungkapkan, selama berbulan-bulan, Kantor Hak Asasi PBB telah mencari akses ke wilayah Xinjiang China yang mayoritas penduduknya Muslim, yang dikontrol ketat. Komisi berharap dapat mengunjunginya pada tahun 2021.
Pada bulan Februari, Bachelet mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia, “Kami akan berusaha menganalisis secara mendalam situasi hak asasi manusia di China, termasuk situasi anggota minoritas Uighur.”
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
“Kami akan terus meminta akses tak terkekang bagi tim terdepan dalam persiapan untuk kunjungan yang diusulkan ini,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, kantornya dan pemerintah China telah “melanjutkan pertukaran langsung informasi, dalam kunjungan ke China” dan juga melakukan diskusi tentang pandemi COVID-19.
Bachelet berharap, format yang sedang dikerjakan oleh kantornya dan pemerintah China akan mengarah pada “akses yang berarti” bagi tim PBB.
Kebijakan Beijing di Xinjiang telah menuai kecaman luas dari kelompok-kelompok hak asasi, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, yang menuduh China mengucilkan 12 juta orang Uighur di China, yang sebagian besar adalah Muslim.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Wilayah itu adalah rumah bagi etnis Uighur. Kelompok Muslim Turki, yang membentuk sekitar 45% dari populasi Xinjiang, mereka telah lama menuduh otoritas China melakukan diskriminasi budaya, agama, dan ekonomi.
Lebih dari 1 juta orang, atau sekitar 7% dari populasi Muslim di Xinjiang, telah ditahan dalam jaringan kamp “pendidikan ulang politik” yang meluas, menurut pejabat AS dan pakar PBB. (T/R7/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan