Oleh: Dr. H.A. Hanief Saha Ghafur, MA.; Ketua Program Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI)
Tema besar konferensi internasional yang diselenggarakan Dewan Komunitas Muslim Dunia (TWMCC) belum lama ini, tentang kesatuan ummat dalam keragaman perlu dielaborasi lebih lanjut. Sejatinya dalam ToR jelas arahnya adalah untuk membangun umat, membangun kemanusiaan dan peradaban masa depan.
Jadi kesatuan itu bukanlah suatu yang eksklusif, tetapi untuk tujuan lebih luas, inklusif, dan terbuka. Merajut keterbukaan dalam kebersamaan dengan sesama umat manusia. Membangun solidaritas umat untuk kebangsaan dan kemanusiaan yang lebih luas. Hal itu tercermin dari undangan yang beragam mazhab, sekte, dan agama lain yang turut hadir. Tercermin juga dari pencerahan yang disampaikan tentang pemikiran kesatuan dalam keragaman.
Namun masih banyak juga muslim berceramah bukan mencerahkan dan membuka perspektif ke masa depan. Tetapi banyak bernostalgia mengenang kejayaan umat Islam di masa lalu. Mengenang masa keemasan dan kehebatan masa lalu. Kejayaan Bani Umayyah dan Abbasiah di Spanyol serta pengaruhnya terhadap kemajuan peradaban Eropa Barat. Mengenang kejayaan Turki Usmani di Eropa Timur.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Mengenang sejarah itu baik, tetapi menjadi nihil dan tidak fungsional, bila tidak diproyeksikan ke masa depan. Bila tidak memberi pelajaran dan solusi terhadap beban masalah yang dihadapi umat manusia di masa depan. Terutama beban cepatnya perubahan peradaban di masa depan yang tidak pernah dialami dan dihadapi oleh umat manusia sebelumnya. Terutama revolusi iptek berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang telah dimulai sejak masa pandemi Covid-19 ini.
Namun ada juga beberapa pencermah berbicara tantangan umat di masa depan. Termasuk mantan Presiden Mauritius, Ameenah Gurib Fakim. Begitu pula ada sedikit pesan yang ingin disampaikan dalam makalah saya. Hanya dengan membangun pendidikan dan karakter yang bisa mentransformasi suatu bangsa ke masa depan. Tentu dengan memenuhi apa yang dituntut dan dipersyaratkan oleh masa depan.
Dengan pendidikan, maka kejayaan dan kegemilangan masa lalu dapat ditransformasi dan diregenerasikan ke masa depan. Tanpa pendidikan bermutu dan manusia yang terdidik dengan baik, mustahil kejayaan masa lalu terulang dan dapat dicapai di masa depan.
Dengan pendidikan bermutu dan karakter etos hebat adalah dua resep mantap menghadapi masa depan. Dalam hal pendidikan bermutu, sedikit bermutu itu tidak bermutu. Cukup bermutu itu tidak cukup bermutu. Pendidikan kita harus move on dari sekedar bermutu baik menjadi bermutu hebat dan memenuhi apa yang dipersyaratkan masa depan. Itulah kira-kira visi yg ingin disampaikan dalam makalah saya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Menulis makalah cukup stres berkejaran dengan waktu. Selain makalah, panitia juga minta saya buat power points. Pas Sabtu (7/5) akan berangkat ke Bandara makalah baru selesai. Begitu saya mendarat di Dubai, panitia minta lagi agar saya ubah dan tidak menyebut dan ngeritik ISESCO. Karena banyak pejabat ISESCO yang hadir, termasuk Sekjennya. Maka saya lagi-lagi harus merevisi makalah. Makalah saya ditulis dalam bahasa Inggris dan presentasi power point menggunakan bahasa Arab dan Inggris.(AK/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan