Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konferensi IRI Bahas Penanganan Penggundulan Hutan dan Perubahan Iklim Berbasis Agama

Rana Setiawan Editor : Rudi Hendrik - Sabtu, 14 September 2024 - 15:19 WIB

Sabtu, 14 September 2024 - 15:19 WIB

15 Views

Konferensi Nasional IRI 2024 mengusung tema “Kerangka Pentahelix dalam Penanganan Penggundulan Hutan Tropis dan Perubahan Iklim Berbasis Agama” diselenggarakan secara hibrida (luring dan daring) di Jakarta pada Sabtu (14/9/2024).(Foto: MINA)

Jakarta, MINA – Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis atau Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia menggelar Konferensi Nasional IRI 2024, mengusung tema “Kerangka Pentahelix dalam Penanganan Penggundulan Hutan Tropis dan Perubahan Iklim Berbasis Agama” secara hibrida (luring dan daring) di Jakarta pada Sabtu (14/9).

Dr. Hayu Prabowo sebagai Fasilitator Nasional IRI Indonesia menyatakan bahwa konferensi tahunan IRI kedua ini melibatkan lima pemangku kepentingan utama (pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat sipil, dan media) untuk mengatasi penggundulan hutan tropis dan perubahan iklim berbasis agama.

“Sebanyak 49 abstrak diterima, menunjukkan peningkatan minat terhadap peran agama dalam perlindungan hutan. Konferensi ini mendorong kolaborasi sains dan agama untuk solusi lingkungan yang holistik,” kata Hayu.

Menurutnya, organisasi berbasis agama memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan hidup. Kekuatan moral dan spiritual mereka dapat menggerakkan masyarakat untuk melestarikan hutan tropis, paru-paru dunia dan kunci dalam mengatasi perubahan iklim.

Baca Juga: Udara Jakarta Senin Ini Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif

Untuk itu, Hayu berharap melalui pendekatan pentahelix, sebuah kerangka kerja kolaboratif yang melibatkan lima elemen kunci, dapat mengintegrasikan berbagai perspektif dan sumber daya untuk mencapai solusi yang holistik dan berkelanjutan dalam menjaga hutan tropis.

Ketua MUI Bidang Dakwah KH. Cholil Nafis menyampaikan dalam pidato kunci pada pembukaan konferensi tersebut, tanggung jawab ulama dalam menghadapi perubahan iklim.

Menurutnya, ulama memiliki peran penting dalam mengedukasi umat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan mencegah perubahan iklim.

“Ajaran agama dapat menjadi landasan untuk mendorong perilaku ramah lingkungan dan perubahan gaya hidup. MUI telah mengeluarkan fatwa-fatwa terkait pelestarian lingkungan dan meluncurkan program ecoMasjid untuk mendorong aksi nyata dalam menghadapi perubahan iklim,” ujar Cholil.

Baca Juga: Prediksi Cuaca Jabodetabek Berawan Tebal Senin Ini

Rangkaian kegiatan konferensi nasional IRI ini diawali seminar dengan menghadirkan dua narasumber ahli, yakni Dr. Mego Pinandito, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, BRIN dan Doddy S. Sukadri, Ph.D., Senior Advisor at the Institute for Sustainable Earth Resources (I-SER), Universitas Indonesia.

Selanjutnya pemaparan presentasi Abstrak dari karya-karya ilmiah terpilih yang sesuai dengan enam sub-tema yang ditentukan IRI dalam mengeksplorasi kerangka pentahelix, pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat sipil, dan media, sebagai cara untuk mengatasi deforestasi dan perubahan iklim berbasis agama.

Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Mego Pinandito, menyatakan pentingnya kerangka pentahelix (pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat, dan media) yang diintegrasikan dengan nilai-nilai agama dalam menangani penggundulan hutan tropis dan perubahan iklim.

“Kolaborasi multi-sektor ini bertujuan untuk mengatasi penyebab deforestasi yang kompleks dan melibatkan peran agama dalam mendorong perilaku ramah lingkungan,” kata Mego.

Baca Juga: Banjir Rokan Hilir Riau, 904 KK Terdampak

Sementara Senior Advisor the Institute for Sustainable Resources (I-SER), Universitas Indonesia, Doddy Sukadri, PhD, menyampaikan bahwa deforestasi dan perubahan iklim di Indonesia merupakan krisis besar yang penyelesaiannya membutuhkan kontribusi semua pihak.

“Bukan hanya pemerintah, tetapi kita semua perlu bertindak dengan menumbuhkan kesadaran, meningkatkan pemahaman, dan menerapkan penanggulangannya,” ujarnya.

Doddy menambahkan, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 dengan berbagai strategi, termasuk penggunaan energi terbarukan dan penghentian deforestasi.

Presentasi ini juga menyoroti pentingnya peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim dan dampak negatif deforestasi, terutama pada lahan gambut.[]

Baca Juga: Anggota DPR Ungkap 10 Dampak Serius Ekspor Pasir Laut, Mulai Dari Ekologis hingga Konflik Sosial

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda