Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KONFLIK SURIAH, MUSLIMIN HARUS BERSATU HENTIKAN KEKERASAN !

Redaksi MINA - Ahad, 1 September 2013 - 20:51 WIB

Ahad, 1 September 2013 - 20:51 WIB

687 Views

Oleh : Widi Kusnadi*

Dalam sebuah kesempatan, Imaam Jama’ah Muslimin, Muhyiddin Hamidy menyampaikan nasehat kepada segenap kaum muslimin bahwa dalam memandang konflik Suriah, umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah dan tidak memihak kedua belah pihak (oposisi maupun rezim).

Muhyiddin yang juga pembina utama Ma’had Al Fatah Indonesia itu juga memperingatkan, sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW bahwa jika ada muslimin yang berniat untuk saling membunuh, maka keduanya masuk neraka.

Imam Bukhari menulis dalam karyanya, Shahih Bukhari, hadist ke-31:

Baca Juga: Ketika Sains Membenarkan Al-Qur’an: 7 Fakta Dunia Akan Berakhir

عَنِ الأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ ذَهَبْتُ لأَنْصُرَ هَذَا الرَّجُلَ ، فَلَقِيَنِى أَبُو بَكْرَةَ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قُلْتُ أَنْصُرُ هَذَا الرَّجُلَ . قَالَ ارْجِعْ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ . فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

Dari Al-Ahnaf bin Qais bahwa ia berkata, “Pada suatu ketika saya hendak pergi menolong seseorang yang sedang berkelahi. Secara kebetulan saya bertemu Abu Bakar, ia pun berkata, “Mau ke mana kau?” Kujawab, “Aku akan menolong orang itu.” Ia berkata lagi, “Kembalilah! Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apabila dua orang Muslim berkelahi dan masing-masing menghunus pedang, maka si pembunuh dan yang terbunuh, keduanya masuk neraka.” Aku bertanya, “Hal itu bagi pembunuh, bagaimana dengan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena orang yang terbunuh itu juga berusaha untuk membunuh saudaranya.”

Di sinilah poin penting yang harus diperhatikan oleh kaum Muslimin. Bahwa kepedulian terbesar seorang Muslim kepada Muslim lainnya adalah mengupayakannya agar berada di atas petunjuk; mengajaknya agar menetapi Al-Qur’an dan sunnah. Dan itulah yang dilakukan Abu Bakar kepada Al-Ahnaf. Ia menunjukkan sabda Rasulullah SAW terkait kasus kedua orang yang berkelahi tadi.

Korelasi sabda Rasulullah SAW ini dengan masalah iman adalah bahwa ada perbuatan-perbuatan maksiat atau dosa yang bisa menjerumuskan seorang Muslim ke neraka. Misalnya perbuatan dua orang yang berkelahi dan saling membunuh itu. Namun demikian, selama kedua orang tersebut tidak melakukan kesyirikan, keduanya masih dikategorikan sebagai Muslim. Bahkan, dalam Qs. Al-Hujurat ayat 9 disebutkan bahwa dua pihak yang berperang masih disebut mukmin; dan itulah yang dijadikan judul oleh Imam Bukhari dalam hadis ini.

Baca Juga: Zuhud, Seni Mengatur Dunia untuk Meraih Surga

Jika perkelahian itu benar-benar saling membunuh, lalu salah satunya terbunuh, maka kedua-duanya masuk neraka. Inilah yang harus diwaspadai oleh kaum Muslimin agar tidak sampai terbawa emosi dan tersulut amarah kemudian terlibat persengketaan dan perkelahian dengan sesama Muslim.

Sebagai umat Islam, tentu saja kita harus menyikapi konflik yang terjadi di Suriah dengan arif, adil dan berimbang.

Awal terjadinya konflik Suriah

Konflik Suriah memang pada awalnya bermula dari penindasan rezim terhadap rakyatnya sendiri, maka timbullah perlawanan dari rakyat dan akhirnya mengemuka menjadi perlawanan dan perjuangan secara sistematis untuk mengakhiri rezim. Tidak dipungkiri bahwa menggeliatnya perlawanan rakyat Suriah banyak diilhami oleh Arab Spring atau ‘Musim Semi Arab’ yang melanda negara Tunisia, Mesir, Libya di tahun 2009 sampai dengan 2011 dan kini diikuti rakyat Suriah.

Baca Juga: Syirik Tersembunyi: Musuh Iman yang Tak Terlihat tapi Mematikan

Posisi Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel di sebelah Timur Laut. Suriah sendiri dikenal sebagai negara yang konsisten dalam perjuangan rakyat Palestina melawan Zionis Israel. Kepala biro politik HAMAS, Khaled Mesyal dan beberapa pejuang lainnya juga pernah “mendapat perlindungan” Suriah sejak 2001 sampai 2012.

Kita juga tahu bahwa Suriah adalah salah satu negara yang tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel, maupun Amerika. Bahkan sejarah mencatat, pada tanggal 6 Oktober 1973, pada hari Yom Kippur, hari raya Yahudi yang paling besar, ketika orang-orang Israel sedang khusyuk merayakannya, yang juga bertepatan dengan bulan Ramadan bagi umat Islam sehingga dinamakan “Perang Ramadan 1973”, Suriah, di bantu Libya dan Mesir menyerbu Israel secara tiba-tiba.

Di dataran tinggi Golan, garis pertahanan Israel yang hanya berjumlah 180 tank harus berhadapan dengan 1400 tank Suriah. Sedangkan di terusan Suez, kurang dari 500 prajurit Israel berhadapan dengan 80.000 prajurit Mesir.

Dalam sebuah buku berjudul “The Zionist Plan for the Middle East yang dipublikasikan tahun 1982 mengatakan:

Baca Juga: Karakteristik Hizbullah

“To survive, Israel must 1) become an imperial regional power, and 2) must effect the division of the whole area into small states by the dissolution of all existing Arab states. Small here will depend on the ethnic or sectarian composition of each state. Consequently, the Zionist hope is that sectarian-based states become Israel’s satellites and, ironically, its source of moral legitimation.

Dari artikel di atas, Israel akan melakukan dua hal untuk dapat bertahan hidup di kawasan Timur Tengah (Palestina). Yang pertama adalah dengan menjadi kekuatan utama di kawasan tersebut. Yang kedua adalah dengan memecah-belah negara-negara yang berpenduduk Muslim menjadi negara kecil, memusnahkan negara-negara Arab yang menjadi ancaman bagi Israel. Untuk itu mereka akan menghembuskan isu sektarian sebagai senjata untuk meruntuhkan negara-negara Muslim, khususnya negara-negara Arab.

Apa yang terjadi di Afganistan, Iraq, Libya, Mesir dan Suriah sekarang (31 tahun setelah Zionist Plan dipublikasikan) merupakan bukti bahwa Israel-lah yang menjadi aktor utama konflik tersebut.

Semua itu dilakukan Israel untuk mewujudkan Israel Raya yang wilayahnya terbentang dari Sungai Nil hingga Sungai Eufrat. Keinginan Israel untuk mewujudkan Israel Raya juga  bukan semata-mata keinginan yang dilandasi oleh motif ekonomi atau duniawi. Ia merupakan keinginan yang didasarkan oleh “Perkataan Tuhan” yang tertulis di Kitab Suci Yahudi. Suatu keinginan yang mendapatkan pembenaran dan pengokohan dalam ajaran agama mereka. Lihatlah dalam kitab Genesis 15:18-21 (New International Version):

Baca Juga: Lisanku Terjaga, Hatiku Bahagia: 10 Hikmah Dzikir yang Menyelamatkan

Campur Tangan Amerika

Pada 2003 lalu, Amerika Serikat (AS) menuduh Iraq menggunakan senjata biologis dan mengembangkan senjata pemusnah massal. Hal itu kemudian sebagai alasan untuk melakukan invansi militer ke nagara tersebut. Sampai sekarang, tuduhan tersebut tidak terbukti.

Pada 2011 lalu, AS juga melakukan agresi militer ke Lybia dengan alasan telah terjadi krisis kemanusiaan di sana. AS seolah hadir sebagai “penyelamat” yang akan menolong rakyat Lybia dari kekejaman pemimpinnya, Muammar Qaddafi. Faktanya, ekonomi rakyat Lybia sekarang menjadi semakin terpuruk dan hanya dijadikan negara boneka AS untuk memenuhi hasrat kapitalismenya.

Seperti halnya Suriah, negara ini dituduh menggunakan senjata biologis untuk membantai rakyatnya. Kini, AS bersiap-siap untuk menyerang Suriah dengan meminta bantuan negara-negara Eropa dan Timur Tengah.  Namun kali ini sekutu utama Amerika Serikat, Inggris tidak sejalan dengan rencana Amerika Serikat, Inggris menolak bergabung untuk menggempur Suriah. Demikian juga dengan Jerman yang ragu untuk bergabung melakukan invasi ke Suriah.

Baca Juga: Ketika Lobi Yahudi Mulai Rapuh

Setali tiga uang dengan di Inggris, keengganan juga menggayuti warga dan legislatif Amerika Serikat untuk mengirimkan militer negara itu ke Suriah, sebagaimana hasil survey, hanya 20 % warga AS yang secara tegas mendukung serangan militer terhadap Suriah. Sementara 80 persen menolak rencana busuk tersebut.

Dukungan semakin menyusut setelah pemerintah AS menggunakan alasan bahwa rezim Suriah menggunakan senjata kimia untuk membunuh rakyatnya. Artinya, alasan penggunaan sejata kimia oleh penguasa Suriah tak sepenuhnya dipercaya oleh warga AS sendiri.

Konspirasi menghancurkan Islam

Konspirasi, atau persekongkolan (dalam bahasa Inggris: conspiracy theory) adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok orang-orang rahasia  atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar.

Baca Juga: Jangan Remehkan Kekuatan Doa Orang-orang Lemah

Namun terkadang konspirasi sulit diterima oleh akal sehat. Bahkan sebahagian orang menolak teori konspirasi, hanya karena mereka takut bahwa fakta yang tersembunyi yang terjadi dalam konspirasi itu memiliki kepentingan lebih besar.

Namun setelah membuka tabir secara sederhana tentang konspirasi yang terjadi, hal yang perlu diingat bahwa konspirasi itu bukanlah suatu kemustahilan. Inilah sebenarnya yang menjadi pemikiran kritis bagi kita semua atas peristiwa-pristiwa yang aneh dan menghebohkan hingga terkadang nalar pikir kita tak sanggup menjangkaunya. Mencoba untuk terus bertanya dan bertanya.

Peristiwa runtuhnya World Trade Center (WTC) di New York AS pada tanggal 11 September 2001 lalu adalah rangkaian dari konspirasi yang membentuk suatu lingkaran situasi untuk mengklaim bahwa hal itu dilakukan oleh Islam. George W Bush, lantas mengampanyekan niatnya untuk meng-invasi Afghanistan dan Irak karena dua negara itu diklaim sarang teroris dan juga sarang senjata pemusnah massal.

Konspirasi lain yang cukup handal membuat Muslimin saling bunuh adalah isu sektarian. Dalam konflik Suriah, mereka menghembuskan isu Sunni-Syiah. Akibatnya ribuan Muslimin datang ke Suriah, ikut berperang melawan rezim Assad karena ia merupakan penganut ajaran Syiah.

Baca Juga: Ketika Nabi Ibrahim Alaihi Salam di Palestina

Hal yang perlu kita cermati di sini adalah bahwa mayoritas (74 %) penduduk Suriah itu Sunni. Tentu saja para tentaranya, mayoritas Sunni. Lantas, ketika terjadi perang, korbannya adalah mereka para tentara yang sama-sama Sunni. Masyarakat sipil yang terkena dampak perang, juga Sunni. Keluarga yang ditinggalkan yang sekarang menjadi pengungsi, juga Sunni.

Siapa sebenarnya yang dirugikan? Dan siapa yang bertepuk tangan di luar sana? Tentu saja para musuh-musuh Islam (AS dan Zionis Israel serta budak-budaknya) yang menginginkan Muslimin menjadi lemah, sehingga mudah dihancurkan.

Satu hal yang perlu direnungkan, pada jaman Rasulullah SAW, ada orang-orang munafik yang merong-rong umat Islam. Mereka berpura-pura mendukung perjuangan Rasul, padahal dibelakang mereka menggerogoti kekuatan Muslimin. Ternyata Rasul lebih dulu memerangi kaum kafir Quraish sebelum memerangi kaum munafikin.

Persatuan, kunci atasi krisis

Baca Juga: Tabligh Akbar Jawa Tengah 2025, Saatnya Umat Bersatu Hadapi Krisis Global dengan Ukhuwah Islamiyah

Persatuan Islam termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan perjuangan semuanya diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan, karena tidak ada faidahnya.

Allah SWT satu, Nabi kita satu, kiblat dan aqidah kita juga satu, ini semua termasuk dari salah satu sisi persatuan dalam berakidah. Begitu juga persatuan dalam masalah ibadah. Kita dapat melihat, bagaimana kaum Muslimin berkumpul setiap harinya sebanyak lima kali di masjid-masjid mereka; ini adalan salah satu fonemena dari persatuan.

Juga bagaimana mereka berkumpul dengan jumlah yang lebih besar pada setiap hari Jum’at, berpuasa secara serempak di seluruh penjuru dunia dalam waktu yang sama, atau mereka saling memanggil ke suatu tempat bagi orang yang mampu untuk melaksanakan kewajiban haji, dengan menggabungkan usaha harta dan badan di satu tempat dan waktu yang sama; ini semua adalah bagian dari fonemena persatuan Islam di dalam mewujudkan hakekat akidah yang terbangun atas dasar tauhid.

Nabi SAW bersabda :

Baca Juga: Tertib Itu Sunnah yang Terlupakan

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Imam Muslim dalam Shahih-nya).

Persatuan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah persatuan dalam kepemimpinan berbentuk khilafah ‘ala minhajin nubuwah. Muslimin di seluruh dunia merada dalam satu komando dibawah seorang Imaam (khalifah). Persatuan tidak dibatasi dengan territorial, bangsa, budanya, suku maupun warna kulit.

Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash-Shaff Ayat: 4). Wallahu a’lamu bish showab. (P04/R2).

*Redaktur Mi’raj News Agency (MINA)

Sumber referensi : – alquran7.com, – mirajnews.com, – polgeonow.com, – Beberapa tausiah yang penulis ikuti di pondok Pesantren Al Fatah, Bogor.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Rekomendasi untuk Anda