Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konsekuensi Menjadi Seorang Amil Zakat

Insaf Muarif Gunawan - Selasa, 28 Juli 2020 - 10:18 WIB

Selasa, 28 Juli 2020 - 10:18 WIB

14 Views

Oleh: Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI)

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Kehidupan tak selalu mudah dijalani. Apapun itu. Termasuk menjadi amil zakat. Apalagi ditengah pandemi Covid-19 yang entah kapan berakhirnya. Tak semua lembaga pengelola zakat bisa sukses menjaga eksistensi lembaganya, apalagi mampu bertumbuh dari waktu sebelumnya.

Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir

Ada sebuah cerita soal beban berat yang menyelamatkan ini. Kisah itu di barengi dengan adanya sebuah foto truk besar yang hampir jatuh ke jurang. Foto dan cerita singkat tentang truk ini sempat populer dan beredar dari satu group WA ke group WA lain-nya, tampak sebuah mobil truk besar yang hampir tergelincir ke jurang. Namun truk ini menjadi selamat, justru karena besarnya beban yang dibawanya. Sehingga truk itu hanya kepala truknya yang meluncur sedikit ke bawah, namun badan serta muatan truk tetap berada di jalan aspal. Walau truk itu kepalanya menggantung hendak jatuh, namun driver dan penumpang lainnya selamat dan tak jatuh ke jurang.

Ada lagi cerita senafas yang sempat viral, yakni kisah selamatnya seorang pendaki Gunung Himalaya dari cuaca ekstrem yang mematikan. Awal cerita dimulai dari dua orang pendaki yang turun dari gunung dan dihadang cuaca amat dingin. Ditengah perjalanan mereka menjumpai seorang pendaki lain yang kakiknya terjepit bebatuan.

Lelaki yang pertama ia terus berlalu dan meneruskan perjalanan-nya. Sedangkan lelaki yang kedua, ia terketuk hatinya dan menolong pendaki yang kecelakaan tadi. Dengan susah payah, akhirnya ia berjalan tertatih menggendong lelaki yang kakinya luka tadi. Dalam perjalanan, ia sering berhenti untuk beristirahat dan memulihkan tenaganya.

Lelaki penolong ini dengan bersusah payah dan beban berat dipunggungnya terus berjalan menyusuri kaki gunung. Ia menyangka bahwa teman-nya yang pergi duluan pastilah sudah sampai terlebih dahulu. Namun ketika akhirnya ia sampai di titik akhir ia turun, ia tak menjumpai teman-nya tadi.

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Tak lama setelah ia sampai ke tempat aman, dan orang yang ia gendong kemudian ditangani tim medis. Ia tetap tak menemukan teman-nya. Setelah serombongan tim SAR mendekat, ia melihat sesosok jenazah tampak dibawa mereka. Jenazah ini terlihat membeku kedinginan karena suhu yang sangat ekstrem.

Dari Tim SAR juga akhirnya ia diberitahu, bahwa ia selamat justru karena membawa beban yang berat dipunggungnya sehingga ia justru berkeringat dan tetap hangat. Diluar itu, ternyata, gesekan punggung-nya dengan orang yang ia gendong, itu juga menghasilkan panas yang mencegahnya dari kedinginan akibat suhu yang membekukan.

Kedua kisah tadi, sejatinya menjadi renungan kita bersama, bahwa dibalik beratnya beban kehidupan sebagai seorang amil, bisa jadi beban berat ini yang kelak menyelamatkan kita dari kesombongan, ujub, takabur serta merasa hebat. Beban yang berat yang dirasakan para amil juga, bisa jadi yang akan menyelamatkan kita dari panasnya api neraka.

Bisa jadi pula dengan beban yang berat, kita mengerti dengan benar kepada siapa pengabdian kita sejatinya kita berikan. Hal ini sebagaimana disenandungkan dalam syair cintanya Rabi’ah al-Adawiyah :

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

“Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka, bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi, Karena cintaku padaNya, Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku”

Sekali lagi semoga semua beban berat yang seolah menancap di pundak kita semoga menjadi penyelamat hidup kita.

Ditulis menjelang fajar Selasa pagi, 28 Juli 2020.

(A/R8/P2)

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
MINA Millenia
Kolom
Kolom
Kolom
MINA Millenia