Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kontrol Media Massa Oleh Yahudi

Bahron Ansori - Rabu, 20 Juli 2016 - 05:42 WIB

Rabu, 20 Juli 2016 - 05:42 WIB

617 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

 “Kita akan menangani Pers dengan cara sebagai berikut:

Kita harus menungganginya dan mengendalikannya dengan ketat. Kita juga harus melakukan hal yang sama dengan barang cetakan, karena kita perlu melepaskan diri kita dari serangan-serangan Pers, kalau kita tetap terbuka terhadapkecaman melalui pamflet dan buku-buku.

Tak boleh satupun pernyataan sampai ke masyarakat diluar  pengawasan kita. Kita telah mencapai hal itu pada saat ini sampai pada suatu tingkat dimana semua berita disalurkan melalui kantor-kantor berita yang kita kendalikan dari seluruh bagian dunia.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Literatur dan jurnalisme merupakan dua kekuatan pendidikan yang sangat penting, dan karena itu pemerintah kita akan menjadi pemilik sebagian besar dari jurnal-jurnal  yang ada. Kalau ada sepuluh jurnal swasta, maka kita harus memiliki tiga-puluh jurnal milik kita sendiri, dan seterusnya.

Hal ini tidak boleh sampai menimbulkan kecurigaan dimasyarakat, karena alasannya semua jurnal yang kita terbitkan akan diluar kecenderungan dan pendapat yang  paling kontroversial, jadi kita membangun kepercayaan pada masyarakat dan menarik perhatian lawan-lawan kita yang tidak mencurigai kita, dan akan masuk perangkap kitadan membuat mereka tidak berbahaya. (Isi Protokol keduabelas Zionis)

Lantas, apakah dengan protokol keduabelas di atas, Zionis telah menjalankannya? Tentu saja, sebagian besar media massa saat ini khususnya media dari Amerika Serikat telah berada dibawah kendali Zionis. Ketika masa-masa awal penancapan kuku kekuasaan di Amerika Serikat, Zionis telah benar-benar membuktikan kekuatannya terhadap media massa. Cerita di bawah ini bisa dijadikan bukti bagaimana sebuah media (baca: surat kabar) yang tidak sepaham (tidak mau tunduk) dengan Zionis akhirnya gulung tikar.

Kisah Pilu Koran The Herald

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Koran The Herald berhasil mencapai usia 90 tahun ketika terpaksa harus tutup pada tahun 1920 sebagai akibat proses amalgamasi. Koran ini sangat berpengaruh pada masanya dalam pengumpulan berita-berita dunia.

Sekedar sebagai contoh, koran ini mengirimkan wartawannya, Henry M. Stanley, untuk mewawancarai Livingstone di Afrika, dan mensponsori ekspedisi Jeanette ke Arktika.

Koran ini berperan besar ketika pemasangan kabel bawah-laut di Atlantik. Reputasinya dikenal di kalangan pers, berita atau atau tajuk rencananya tidak bisa dibeli atau dipengaruhi oleh siapa pun.

Prestasinya terutama dikenang karena untuk masa berpuluh tahun kebebasan jurnalistik koran ini mampu menahan serangan bertubi-tubi dari kelompok Yahudi New York. Pemiliknya, James Gordon Bennet, dikenang dengan kegiatan sosialnya, dan selalu memelihara sikap bersahabat dengan masyarakat Yahudi di kotanya. Ia jelas tidak memendam prasangka sedikit pun terhadap mereka. Yang pasti, ia tidak  pernah secara sengaja memancing permusuhan dengan mereka.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Namun ia dikenal bertekad untuk mempertahankan kehormatan atas kebebasan jurnalistik korannya. Ia tidak pernah menyimpang dari kebijakan dasar itu, meski kadangkala ada “pesan-pesan” yang dititipkan oleh para pemasang iklan untuk dimuat dalam tajuk korannya, atau tekanan maupun upaya mempengaruhi kebijakan pemberitaannya. Pada masa Bennet, pers Amerika sebagian besar masih bebas.

Kini pers sepenuhnya berada di bawah kontrol kelompok Yahudi. Kontrol ini dijalankan dengan berbagai cara. Apa pun caranya, kontrol itu ada, dan mutlak sifatnya. Seabad yang silam di New York cukup banyak koran dibandingkan dengan sekarang. Sebagai akibat amalgamasi persaingan antar koran yang jumlahnya sudah tinggal tidak seberapa menjadi merosot. Keadaan itu juga berlaku di negara-negara lain, termasuk Inggris.

The Herald milik Bennet, yang waktu itu dijual seharga tiga sen selembar, memiliki prestise paling tinggi dan menjadi medium iklan paling laris sehubungan dengan jumlah tiras dan sirkulasinya. Pada waktu itu jumlah populasi orang Yahudi di New York kurang dari sepertiga daripada jumlahnya yang sekarang, tetapi dalam soal kekayaan jangan ditanya.

Sekarang setiap orang memaklumi, hampir semua tokoh Yahudi selalu tertarik pada cuma dua hal – ada ceritera yang harus diterbitkan, atau ada berita yang harus disembunyikan. Tidak ada kelompok masyarakat yang membaca koran dengan penuh perhatian dengan berita pers berkenaan dengan ceritera tentang diri mereka, kecuali orang Yahudi.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Koran The Herald sejak awal berdirinya telah menggariskan kebijakan tidak bersedia diganggu oleh campur-tangan dari luar dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemberi informasi kepada masyarakat. Kebijakan ini memberikan keuntungan kepada koran lain yang ada di New York.

Ketika sebuah skandal terjadi di lingkungan kelompok Yahudi (dan pada peralihan abad-19 ke abad-20 pengaruh kaum Yahudi yang kian marak melahirkan banyak orang Yahudi yang berpengaruh ramai mendatangi kantor para pemimpin redaksi dengan maksud agar berita yang merugikan mereka tidak keluar. Tetapi para pemimpin redaksi di New York tahu benar, koran The Herald tidak akan menghilangkan berita itu untuk kepentingan siapa pun.

Apa gunanya sebuah koran tidak menerbitkan suatu berita “panas”, ketika yang lain menurunkannya? Karenanya para pemimpin redaksi sama menyatakan, ” Kami dengan senanghati akan menutupinya, tetapi bila the Herald tetap akan menurunkannya, maka apa boleh buat, kami terpaksa akan menerbitkannya juga. Tetapi bila anda dapat menekan the Herald untuk tidak menurunkan berita itu, kami dengan senang hati akan melakukannya juga.

Ternyata The Herald tidak tunduk. Tidak ada satu pun tekanan, atau sogokan, atau pun ancaman, yang berhasil membuatnya bertekuk lutut. Ada seorang bankir Yahudi yang terus-menerus menuntut agar Bennet memecat redaktur bidang ekonomi-keuangan koran the Herald.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Bankir itu tengah berusaha melepas surat-surat bond Meksiko ketika bond itu sedang terpuruk nilainya. Ketika sejumlah besar bond siap akan dilepaskan ke tengah-tengah pasar yang tidak mengetahui duduk perkaranya, The Herald menurunkan tentang adanya revolusi Meksiko yang bakal terjadi yang kemudian memang benar-benar terjadi.

Kemarahan bankir itu sudah dapat diterka, dan ia memutuskan untuk mengambillangkah apa pun yang dapat dilakukannya untuk mengganti redaktur ekonomi-keuangan yang menjadi sumber malapetakanya. Namun, jangankan mengganti seorang redaktur, memecat seorang pesuruh kantor dari The Herald pun ia tidak berhasil.

Kemudian ketika sebuah skandal besar yang melibatkan seoranganggota dari suatu keluarga terpandang Yahudi, Bennet lagi-lagi menolak untuk tidak menurunkan berita itu, dengan dalih, sekiranya, kejadian itu menimpa suatu keluarga dari kelompok masyarakat yang lain, ia akan tetap menerbitkannya, tidak perduli apakah keluarga itu dari kalangan atas atau bukan. Kelompok Yahudi di Philadelphia berhasil menghapus berita itu dari pers, tetapi karena sikap Bennet yang tidak  bergeming, berita itu tidak berhasil dihilangkan dari pers New York.

Koran adalah sebuah bisnis. Ada beberapa hal yang tidak boleh disentuhnya jika ia ingin dirinya tetap selamat dan tidak gulung-tikar. Kaidah ini mengandung kebenaran, karena koran pada masa kini tidak lagi tergantung hanya pada para pembacanya, tetapi terutama dari para pemasang iklannya.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Uang yang dibayar oleh para pembaca nyaris tidak cukup untuk menutup harga kertas korannya. Dalam hal ini, maka para pemasang iklan tidak dapat dianggap remeh, karena mereka sama pentingnya dengan pabrik kertas untuk hidup korannya.

Para pemasang iklan terbesar di New York adalah dari kalangan departement stores, dan sebagian besar departement stores dimiliki oleh kelompok Yahudi. Cukup masuk akal bila orang-orang Yahudi itu mampu mempengaruhi kebijakan pemberitaan dengan koran-koran dimana mereka memasang iklannya.

Pada waktu itu sudah menjadi nafsu yang menyala-nyala dari kelompok Yahudi untuk merebut kursi Walikota New York bagi seorang Yahudi. Mereka memilih waktunya tatkala partai-partai yang bersaing sedang mengalami kekisruhan internal untuk mengajukan proposal mereka. Metoda yang mereka pakai sangat unik. Mereka berdalih, koran-koran tidak akan berani menolak tuntutan pemilik gabungan department  stores.

Jadi mereka menulis sepucuk surat yang “sangat konfidensial” sifatnya, yang mereka kirimkan kepada para pemilik surat-kabar, menuntut dukungan terhadap calon walikota mereka. Para pemilik surat-kabar itu galau. Selama beberapa hari mereka memperdebatkan langkah apa yang harus diambil. Semua terdiam.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Redaksi the Herald mengirim kawat kepada Bennet yang sedang berada di luar-negeri. Pada waktui tulah Bennet memperlihatkan keberanian dan kemampuannya dalam mengambil keputusan yang menjadi ciri wataknya. Ia membalas kawat itu, “Turunkan isi surat itu sebagai berita ”. Surat itu diterbitkan oleh koran the Herald, keangkuhan para pemasang iklan Yahudi tereksposekan, dan kalangan non-Yahudi di New York bernafas lega dan menyambut hangat langkah itu.

The Herald menjelaskan dengan terus-terang, bahwa ia tidak bersedia mendukung seorang calon atas dasar kepentingan pribadi, karena koran itu didedikasikan kepada kepentingan umum. Tetapi karena ulah Bennet itu para pemimpin Yahudi bersumpah akan membalas the Herald dan orang yang telah berani membeberkan permainan mereka.Mereka memang sudah lama membenci Bennet.

The Herald memang koran masyarakat New York, tetapi Bennet mempunyai kaidah hanya nama-nama dari keluarga yang benar-benar terpandang yang akan diturunkan oleh korannya. Ceritera tentang upaya orang-orang kaya- baru Yahudi yang berusaha untuk masuk kolom berita tentang “apa-siapa” di koran the Herald merupakan obyek yang biasanya digarap oleh wartawan-wartawan tua.

Perang itu memuncak dalam suatu perseteruan antara Bennet dengan Nathan Strauss, seorang Yahudi-Jerman yang menjadi pemilik usaha bisnis dengan nama ‘R.H. Macy and Company’. Pendiri usaha bisnis Macy itu seorang Skot, dan dari ahli warisnya Strauss membeli perusahaan itu. Strauss sebenarnya seorang filantropis di ghetto (kampung Yahudi). Kesalahan Bennet, ia tidak memuat ceritera tentang kelebihan Strauss yang menyebabkan timbulnya perasaan sakit hatidari yang bersangkutan.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Kuasai dan Hancurkan

Orang Yahudi tentu saja memihak kepada Strauss. Para juru-bicara Yahudi memuji-muji Nathan Strauss dan memburuk-burukkan Bennet. Bennet digambarkan menjalankan usaha yang sangat buruk, “menzalimi” seorangYahudi yang berbudi luhur. Sejak itu Strauss, seorang langganan pemasang iklan kelas berat, menarik setiap dolar dari bisnisnya dari The Herald.

Anasir kesetiakawanan dan keperkasaan kaum Yahudi New York bersatu untuk memberikan pukulan yang mematikan kepada Bennet. Semboyan orang Yahudi “Kuasai dan Hancurkan” sekarang dipertaruhkan, dan untuk itu kaum Yahudi menyatakan perang.

Sebagai satu kesatuan para pemasang iklan Yahudi menarik iklan mereka. Alasan mereka koran the Herald memperlihatkan sikap permusuhan kepada kaum Yahudi. Maksud sesungguhnya dari aksi mereka ialah menghancurkan seorang pemilik surat-kabar yang berani mengambil sikap independen dari mereka. Pukulan mereka memang membuat koran the Herald sempoyongan.

Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital

Aksi kaum Yahudi itu berarti hilangnya pendapatan 600.000 dolar setahun. Koran New York lain akan gulung-tikar menghadapi kerugian tersebut. Orang Yahudi mengetahui benar akan hal itu, dan mereka duduk dengan sabar menantikan kematian the Herald yang dianggap sebagai musuh mereka.

Tetapi Bennet bukan seorang pecundang. Lagipula ia mengenal benar  psikologi orang Yahudi lebih baik daripada orang non-Yahudi mana pun yang ada di New York. Ia membalikkan meja ke arah musuh-musuhnya dengan cara yang tidak terduga-duga dan cara yang mengagetkan. Halaman terbaik di surat-kabarnya selama ini selalu dibeli oleh orang Yahudi. Tetapi dengan adanya kejadian itu halaman ini kemudian ditawarkannya kepada para pengusaha non-Yahudi dengan kontrak yang eksklusif.

Para pedagang yang selama ini berjejal-jejal di halaman belakang dan di sela-sela kolom yang buram karena terdesak oleh pengusaha Yahudi yang lebih berduit, kini muncul mekar penuh di halaman-halaman yang mahal. Salah seorang dari pengusaha non-Yahudi yang mengambil kesempatan itu bernama John Wanamaker. Iklannya yang cukup menyolok sejak itu mendominasi koran Bennet. Koran Bennet tetap beredar tanpa penurunan jumlah tiras maupun sirkulasinya dan dengan halaman-halaman tetap penuh dengan iklan. Bencana yang direncanakan terhadap the Herald tidak terjadi.

Sebaliknya terjadi dadakan yang lucu. Kini para pengusaha non-Yahudi menikmati pelayanan yang selama ini mereka impikan, merebut medium iklan yang memiliki nilai yang tinggi, sementara para pengusaha Yahud itidak lagi menikmati kesempatan itu. Karena tidak tahan membayangkan usaha mereka akan beralih ke tangan para pengusaha non-Yahudi, orang-orang Yahudi itu kembali menemui Bennet, memohon mendapatkan kembali kolom-kolom yang semula untuk iklan mereka.

Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!

Ternyata “boikot”itu telah memukul dengan telak para pemboikotnya sendiri. Bennet menerima semua yang datang tanpa memperlihatkan sikap dendam.Mereka meminta posisi lama mereka dipulihkan, tetapi Bennet menjawab,tidak. Mereka bersikeras, Bennet tetap menjawab, tidak. Mereka menawarkan akan bersedia membayar lebih mahal, tetapi Bennet menjawab, tidak. Halaman iklan yang diinginkan itu telah tertutup.

Bennet menang. Tetapi di kemudian hari terbukti kemenangan itu harus ditebusnya dengan mahal. Orang Yahudi sementara itu tumbuh makin kuat di New York, dan di dalam benak mereka ada keyakinan bahwa memiliki kontrol terhadap jurnalisme di New York berarti menggenggam kontrol atas pikiran orang di seantero Amerika. Jumlah surat-kabar berangsur-angsur berkurang karena merger. Seorang Yahudi Philadelphia bernama Adolph S. Ochs mengambil-alih koran the  New York Times.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama ia berhasil membuat korannya menjadi besar, hanya saja koran itu memiliki bias mengabdi bagi kepentingan kaum Yahudi. Kualitas jurnalisme pada the Times membuatnya dikenal sebagai trompet masyarakat Yahudi,sampai sekarang. Dalam koran ini orang Yahudi disanjung-sanjung, dipuji-puji, dan dibela mati-matian; orang lain tidak mendapatkan perlakuan seperti itu.

Kecenderungan untuk melakukan kontrol terhadap pers oleh kelompok Yahudi makin hari makin kuat, dan berlanjut terus sejak itu. Nama-nama lama, yang dibangun oleh para redaktur lama dengan kebijakan mengabdi kepada kepentingan umum lambat laun sirna. Sebuah surat-kabar yang didirikan, didukung oleh idealisme atau pikiran pimpinan redaksimya.

Berdirinya sebuah surat-kabar selalu merupakan ekspresi dari kepribadian pimpinan redaksi – atau surat-kabar itu dilembagakan untuk mewujudkan suatu idealisme, atau menjadi sebuah usaha komersial. Pada soal yang kedua peluang berlanjutnya usaha surat kabar itu biasanya mampu melampaui usia pendirinya.

The Herald adalah Bennet. Bennet sangat menyadari hukum di atas akan menimpa the Herald. Bennet yang makin hari makin tua khawatir, sesudah ditinggalkannya, surat-kabarnya akan jatuh ke tangan orang Yahudi. Ia sadar benar mereka sangat menginginkannya. Ia tahu mereka akan merebutnya, dan kemudian akan membangun kantor-berita yang akan berbicara tentang kepentingan orang Yahudi, dan merupakan penaklukkan oleh kaum Yahudi.

Bennet mencintai the Herald sebagaimana ia mencintai anaknya. Karena itu ia menulis sebuah wasiat agar the Herald tidak boleh jatuh menjadi milik perorangan, dan penghasilannya akan disalurkan ke suatu yayasan yang akan digunakan bagi kepentingan mereka yang telah bekerja dan menjadikan the Herald sampai kepada kebesarannya seperti saat itu. Bennet meninggal pada bulan Mei 1919.

Orang-orang Yahudi, musuh bebuyutan the Herald yang menunggu saat-saat itu, sekali lagi menarik iklan-iklan mereka dengan harapan koran itu akan ambruk, dan kalau mungkin, surat-kabar itu akan terpaksa dijual. Mereka mengerti benar kalau the  Herald menjadi usaha yang merugi, para pemegang mandat dari surat-kabar itu akan menjualnya dan tidak akan memperdulikan wasiat Bennet.

Tetapi ada juga kelompok kepentingan di New York yang melihat bahayanya bilamana pers dikuasai oleh orang Yahudi. Kelompok kepentingan itu memberikan sejumlah uang agar the Herald dapat dibeli oleh Frank A. Munsey. Tetapi semua terkejut ketika Munsey menghentikan koran tua yang berani itu, dan mengganti namanya dengan nama baru, the New York Sun.

Koran yang dibesarkan oleh Bennet itu punah. Orang-orang yang turut membesarkannya berhenti dan keluar dari dunia persurat-kabaran,sedang mereka yang bertahan, kalau tidak pensiun, meninggal dunia.

Meskipun orang Yahudi gagal memiliki the Herald, mereka paling tidak  berhasil membuat sebuah surat-kabar lain milik orang non-Yahudi gulung-tikar. Mereka maju terus untuk memegang kontrol atas beberapasurat-kabar. Kemenangan mereka akhirnya lengkaplah sudah.

The Herald dikenang sebagai benteng terakhir melawan kekuatan uang Yahudi di New York dan di Amerika. Kini orang Yahudi telah sempurna menjadi yang dipertuan di bidang jurnalistik di Amerika dibandingkan dengan di Eropa. Di Eropa acapkali muncul surat-kabar yangmenurunkan berita tentang ulah orang Yahudi.

Surat-kabar seperti itu sudah tidak ada lagi di Amerika. Orang Yahudi memonopoli seluruh usaha persurat-kabaran dan memegang kontrol terhadap apa yang patut,dan apa yang tidak patut diturunkan sebagai berita. (R02/P4)

(Sumber: Zionisme Gerakan Menaklukkan Dunia, Z.A. Maulani).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Khutbah Jumat
Eropa
Kolom