Oleh: Taufiqurrahman, redaktur Arab Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kabar kunjungan Anwar Eshki, salah seorang pensiunan jenderal Arab Saudi, ke Yerussalem barat, wilayah pendudukan Israel pada Jumat (22/7) lalu, memunculkan perdebatan sengit para pengamat di Saudi dan dunia internasional.
Seperti diberitakan beberapa media Israel, salah satunya harian Hareetz, Anwar Eshki mengadakan sejumlah pertemuan di antaranya dengan Direktur Jenderal Departemen Luar Negeri Israel Dore Gold, tepatnya di hotel Raja Daud di Yerusalem barat dan dua pejabat tinggi serta sejumlah anggota Knesset Israel. Sayangnya pertemuan tersebut dilakukan tanpa liputan awak media sehingga tidak terungkap agenda serta materi pembicaraan antara kedua belah pihak.
Kunjungan kontroversial inipun menimbulkan desas-desus terkait hubungan Saudi dengan Israel. Seperti diketahui, Saudi tidak memiliki hubungan diplomasi dengan Israel. Ahmad Maslamani, penasehat media mantan presiden Mesir Adly Mansour, menduga kunjungan tersebut untuk memulai langkah pembukaan kedutaan besar Saudi di Israel.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Beberapa pihak lainnya menilai, Saudi menginginkan normalisasi hubungan dengan Israel, upaya yang oleh Hamas dianggap hanya akan memperpanjang penderitaan bangsa Palestina akibat penjajahan Israel.
“Dengan berlangsungnya proses normalisasi tersebut, Israel akan merasa terlindungi atas proyek pemukimannya dan yahudisasi di Al Quds,” ujar Yahya Musa, salah satu anggota parlemen Palestina dari fraksi Hamas.
Namun, selama sepekan kunjungan tersebut, tidak ada pernyataan resmi baik dari kementerian luar negeri ataupun pemerintah Saudi terkait status Eshki dalam kunjungan tersebut, apakah sebagai utusan resmi Saudi ataukah murni inisiatif pribadi?
Jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi meyakini, Saudi tidak mungkin mengizinkan pejabatnya melakukan kunjungan demikian.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
“Sampai saat ini saya tidak mendengar satu pun komentar pemerintah terkait kunjungan tersebut. Tapi saya yakin mereka (pemerintah) tidak akan membiarkan hal itu atau mengizinkannya,” terang Jamal dalam cuitannya di twitter miliknya.
Meski tidak ada pernyataan resmi pemerintah Saudi terkait hal tersebut, namun pada Juni lalu kementerian Saudi sempat mengeluarkan pernyataan resmi menegaskan bahwa semua pernyataan yang keluar dari Anwar Eshki sedikit pun tidak mewakili pemerintah.
Eshki, menurut Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, tidak memiliki hubungan apapun dengan Saudi setelah pensiun dari militer. Pernyataan ini, bagi sebagian pengamat, menegaskan posisi Eshki dalam kunjungan itu bukan mewakili pemerintah melainkan sebagai personal.
Lantas dalam rangka apa Eshki mengunjungi Israel? Surat kabar Jerusalem Post mengatakan, Eshki memimpin delegasi pengusaha dan akademisi dalam misi mempromosikan inisiatif damai yang dipimpin Saudi pada 2002 lalu.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Sedangkan harian Hareetz menyebut pertemuan Eshki dengan pejabat Israel tersebut bukan pertama kalinya. Sebelumnya Eshki juga pernah menemui beberapa pejabat tinggi Israel di sebuah lembaga penelitian di Washington pada Juni 2015, tapi sebagai seorang akademisi bukan utusan pemerintah. Bahkan sejumlah pertemuan lainnya bersama pejabat Israel pernah dilakukan Eshki, hanya saja tidak banyak diungkap. Barangkali kedekatan Eshki dengan beberapa pihak di Israel inilah yang kemudian mendesak Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengeluarkan pernyataan resmi bahwa apa pun yang diungkapkan Eshki tidak mewakili sikap dan kebijakan Riyadh.
Eshki sendiri, dalam pernyataannya di media Sabq, mengingkari tuduhan dirinya mengunjungi Israel. “Media Israel bisa saja menuliskan saya telah mengunjungi Israel karena mereka menganggap Al-Quds adalah tanah Israel. Namun, kami menganggap Al-Quds bagian dari Palestina. Isu Palestina, bagi kami, adalah persoalan Islam dan Arab, sebagaimana disebutkan dalam perjanjian damai yang diprakarsai Raja Abdullah,” tegas Eshki. Bahkan di twitter Eshki menyebut dirinya berkunjung karena diundang oleh Palestina.
Menurutnya kunjungannya tidak mewakili pemerintah, melainkan sebagai seorang Ketua Middle East Centre untuk Strategis dan Penelitian Resmi. Sebab, terangnya, pemerintah tidak mungkin memberikannya izin untuk bertemu para pejabat Israel jika dirinya masih menjabat sebagai pejabat militer Saudi.
Kunjungan tersebut, lanjutnya, bertujuan membahas inisiatif damai Palestina serta meninjau lebih jauh kondisi warga Palestina yang ditahan Israel dan keluarga mereka. “Jika kunjungan ini membuahkan hasil positif bagi Palestina saya akan meneruskannya,” ujarnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Saudi hingga saat ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, berbagai pertemuan tidak resmi antara beberapa mantan pejabat Saudi, di antaranya mantan Kepala Intelijen Arab Saudi Turki Faishal dan pensiunan Jenderal Saudi Anwar Eshki dengan sejumlah pejabat tinggi Israel selalu menimbulkan kecurigaan banyak pihak terkait adanya kepentingan politik bersama antara kedua negara.
Beberapa pihak menduga Saudi ingin bekerjasama dengan Israel melawan Iran dan Hizbullah Lebanon. Namun, tidak satu pun pihak yang dapat membuktikan kebenaran dugaan tersebut.
Sementara itu, Saudi dalam berbagai forum internasional dan diplomasi selalu menegaskan dukungannya terhadap Palestina dan sebaliknya mengecam berbagai bentuk kejahatan Israel terhadap warga Palestina dan Masjid Al-Aqsha. Bahkan serangan militer Israel ke Gaza tahun 2014 disebut oleh mendiang Raja Abdullah sebagai aksi terror.
Terakhir, pada September 2015, Raja Salman bin Abdul Aziz juga mengecam serangan militer Israel ke Masjid Al-Aqsha. Raja Salman bahkan mampu menekan Amerika Serikat untuk menghentikan tindakan kekerasan militer Israel.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Mantan Ketua Badan Intelijen Arab Saudi yang juga merupakan mantan Duta Besar untuk Amerika Serikat Turki Faishal, juga pernah membantah keras pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebut rencana kerjasama Saudi-Israel.
“Katakan kepada Netanyahu untuk tidak menyebarkan informasi palsu. Selama Palestina masih diduduki Israel, tidak akan ada kerjasama antara Saudi, atau negara Sunni lainnya dengan Israel,” tegas Faishal.
Aksi dukungan Saudi terhadap Palestina lebih banyak dilakukan dalam bentuk bantuan diplomasi dan kemanusiaan. Agustus 2015, Saudi memberikan bantuan dana besar-besaran untuk pendidikan dan kesehatan Palestina. Tidak tanggung-tanggung, dana sebesar US$ 35 juta (IDR 481 miliar) digelontorkan sebagai bentuk kepedulian Saudi terhadap Palestina.
Kedekatan Saudi dengan Palestina semakin kuat saat Raja Salman menggantikan Raja Abdullah. Raja Salman melakukan pendekatan serius dengan baik terhadap Hamas dan pemerintah Palestina demi menguatkan arah rekonsiliasi Palestina. Dalam rangka itu, Raja Salman mengundang kepala biro politik Hamas Khaled Mishal ke Riyadh pada pertengahan September 2015, setelah Juli sebelumnya Mishal sempat menemui Putra Mahkota Mohammad bin Nayef. Pada pertemuan tersebut juga dibahas seputar rencana rekonstruksi Gaza. (P012/P001)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)