Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA (Mi’raj News Agency)
Yahya Cholil Staquf memenuhi undangan Israel menjadi pembicara dalam acara AJC (American Jewish Comittee) Global Forum di Yerusalem, Ahad (10/6/2018).
Kunjungan Yahya Staquf yang juga Katib Aam (Sekjen) PB Nahdlatul Ulama dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Joko Widodo menuai banyak kontroversi, baik yang mendukung, menolak hingga mengecam.
Baca Juga: Fatwa MUI: Umat Islam Indonesia Wajib Mendukung Perjuangan Palestina
Terkait hal ini, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan Yahya memenuhi undangan tersebut atas nama pribadi dan tak ada kaitannya dengan PBNU.
Presiden Joko Widodo yang kemudian mengetahui perihal lawatan anggota penasihatnya memenuhi undangan Israel, menegaskan dia berangkat bukan bagian dari diplomasi pemerintah Indonesia, namun atas urusan pribadi.
Meski demikian, seperti disebutkan BBC Indonesia, Jokowi memastikan bahwa apa pun yang disampaikan Yahya dalam forum tersebut, pemerintah Indonesia tetap memegang teguh pendirian dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
“Beliau kan sudah menyampaikan itu urusan pribadi karena dia diundang sebagai pembicara. Tetapi berbicara di sana saya melihat, karena saya belum mendapat laporan, beliau belum pulang, intinya juga memberi dukungan kepada Palestina,” ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Bogor pada Selasa (12/6/2018).
Baca Juga: Deklarasi Cisarua, AWG Tegaskan Komitmen Bangun Kembali Gaza
Jokowi bahkan menegaskan keberpihakanya terhadap isu Palestina akan menjadi prioritas utama bagi Indonesia dalam keanggotaannya di Dewan keamanan PBB.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menambahkan isu Palestina akan terus menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia, bahkan setelah Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Sementara itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan, kunjungan Yahya berdasarkan inisiatif sendiri dan tidak mewakili instansi manapun baik pemerintah maupun organisasi masyarakat Islam.
Seperti disebutkan MINA, Kyai Ma’ruf mengatakan kunjungan itu tidak ada kaitannya dengan MUI, bahkan dengan PBNU saja tidak ada. (baca: israel-tidak-ada-kaitan-dengan-mui/">https://minanews.net/undangan-yahya-oleh-israel-tidak-ada-kaitan-dengan-mui/).
Baca Juga: Pemuda Australia Ini Bersyahadat di Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Ia menyarankan agar Yahya memberikan penjelasan kepada publik apa tujuannya memenuhi undangan Israel tersebut.
Ia menambahkan, masih banyak kekeliruan pemahaman terhadap umat Islam terkait Yerusalem. Bahkan masyarakat menganggap bahwa kedatangan umat Muslim ke Yerusalem adalah sama dengan ke Israel. Padahal Yerusalem tetap menjadi milik Palestina, namun diklaim oleh Israel.
Nah yang harus kita perjuangkan itu bahwa kita datang Yerusalem, bukan ke Israel tapi Palestina.
Namun Ketua Umum MUI itu berharap, diplomasi yang diinginkan tetap melalui Kementerian Luar Negeri secara resmi.
Baca Juga: Tanda-tanda Kiamat yang Sudah Terjadi
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Dr Ikhsan Abdullah menyayangkan kunjungan Gus Yahya –panggilan Yahya Staquf- hadir memenuhi undangan otoritas penjajah Israel.
“Ini tentu mencederai politik luar negeri dan melukai rakyat Palestina. Apapun dalilnya dalam konteks hubungan internasional, kehadiran Yahya Cholil Staquf dapat diartikan dianggap sebagai bentuk legitimasi atau pengakuan masyarakat dan ulama Indonesia kepada kejahatan Israel,” kata Ikhsan kepada MINA, pada Rabu (13/6/2018).
(Baca juga; israel/">https://minanews.net/komisi-hukum-mui-sayangkan-yahya-staquf-ke-israel/).
Dia menilai, kehadiran Gus Yahya di forum Yahudi itu tidak sejalan dengan politik luar negeri RI yang menentang keras pendudukan dan kejahatan Israel kepada rakyat Palestina.
Baca Juga: Mewaspadai Palestine Washing
Dalam pandangan pengamat masalah Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Dr Yon Machmudi, kunjungan Yahya jelas melukai perasaan warga Palestina yang sedang berduka. Seperti disebutkan Republika dari sumber Antara.
Menurut Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam UI itu mengatakan, Yahya Staquf seharusnya membatalkan kunjungan itu demi menghormati kebijakan pemerintah dan dukungan rakyat Indonesia terhadap Palestina.
Menurutnya, kunjungannya saat ini justru kontraproduktif terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu Palestina.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI Jazuli Juwaini kepada Antara, hal ini membuktikan Yahya tidak sensitif terhadap perjuangan rakyat Palestina yang totalitas didukung oleh pemerintah dan rakyat Indonesia sebagai amanat UUD RI 1945.
Baca Juga: Ini Keistimewaan Bulan Sya’ban, Nasihat dan Amalan Rasulullah SAW yang Sayang Dilewatkan
“Lalu, bagaimana mungkin seorang yang melekat padanya jabatan sebagai Penasihat Presiden dengan iktikad baik memenuhi undangan lembaga yang jelas didanai Israel untuk tujuan diplomasi negara penjajah ini?” tanya Jazuli.
Ketua Fraksi PKS ini makin menyesalkan sikap Yahya karena dilakukan di tengah kecaman dunia atas pembantaian Israel yang menewaskan lebih dari 60 demonstran Palestina dan melukai 900 orang lainnya hanya dalam sehari menjelang pembukaan Kedubes Amerika di Yerussalem beberapa waktu lalu.
Padahal, lanjutnya, atas tindakan brutal Israel itu, puluhan negara mengecam keras. Bahkan, tokoh pemimpin dan selebritis dunia turut melakulan aksi boikot terhadap semua event dan produk Israel.
Pihak Palestina sendiri dikabarkan keberatan dengan kunjungan tersebut.
Baca Juga: Gus Baha Ungkap Keterbatasan Manusia Sekaligus Menjadi Kelebihannya
Ini seperti dirilis media setempat The Palestinian information Center (PIC) pada edisi Selasa (12/6/2018). PIC menyebutkan pernyataan Gerakan Perlawanan Islam Hamas di Jalur Gaza, yang mengecam keras kunjungan ulama Indonesia itu memenuhi undangan Israel.
Menurut Hamas kunjungan itu memberikan pendudukan Israel status resmi dan sah, yang mengarah ke lebih banyak praktik kejahatan kriminal terhadap warga Palestina.
Otoritas Palestina melalui Kementerian Luar Negerinya juga menyatakan kecamannya atas partisipasi delegasi ulama Indonesia yang diketuai oleh Yahya Choli Staquf dalam American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.
“Palestina mengecam kunjungan itu dan tidak terima dengan kunjungan tersebut,” tegas Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/6/2018).
Pihak Palestina menganggap peristiwa ini sebagai bagian dari kampanye Israel yang ditujukan untuk tampil dengan wajah yang beradab dan budaya yang menyerukan perdamaian dan dialog antaragama. Padahal Israel sudah bertahan menduduki wilayah Palestina selama beberapa dekade.
Baca Juga: Tingkatkan Amalan di Bulan Syaban, untuk Persiapan Ramadhan
Namun meski begitu, Dubes Zuhair menegaskan Otoritas Palestina tetap menghargai pemerintah dan rakyat Indonesia dan meyakini ‘peristiwa Staquf’ tak akan berdampak bagi hubungan kedua negara.
“Hubungan antara Palestina dan Indonesia akan terus berlanjut dan akan menjadi semakin kuat. Kunjungan ini tidak akan ada dampaknya, karena dianggap sebagai kunjungan pribadi, dan tidak akan berdampak pada posisi Palestina dan Indonesia di masa mendatang,” jelas Zuhair.
Di Jalur Gaza sana, Muhammad Husein, relawan Indonesia yang menikah dengan wanita Palestina, dalam sebuah sessi pertemuan dengan warga setempat mengatakan bahwa kunjungan Yahya itu bersifat pribadi.
Husein mengatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia tetap terdepan dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Al-Aqsha.
Baca Juga: Rasulullah Teladan Terbaik Dalam Segala Aspek Kehidupan
Para tokoh, pejuang dan warga Palestina di sana pun memberikan applaus kepada Husein, dan tetap terjaga hubungan rakyat Palestina dan Indonesia.
Berdiri Untuk Palestina
Gus Yahya sendiri seperti disebutkan pada laman resmi NU Online menegaskan, adanya dia jadi pembicara atas undangan Israel merupakan upayanya memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
“Saya berdiri di sini untuk Palestina, saya berdiri di sini atas dasar bahwa kita semua harus menghormati kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka,” ujarnya saat dikonfirmasi NU Online pada Senin (11/6/2018).
Baca Juga: Isra Mi’raj Dalam Perspektif Sains
Sehari setelah ia menjadi pembicara dalam kegiatan diskusi yang diprakarsai oleh American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem.
Ia menjelaskan kunjungannya merupakan salah satu usaha untuk meneruskan perjuangan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di sejumlah negara untuk mewujudkan perdamaian dunia, termasuk kemerdekaan rakyat Palestina.
Gus Yahya tidak menampik bahwa hubungan Islam dan Yahudi bergerak fluktuatif. Selain sentimen yang ditimbulkan oleh konflik Palestina-Israel, hal itu juga terkait sejarah panjang antara dua negara tersebut.
Putra KH Cholil Bisri Rembang ini juga mengungkapkan bahwa konflik tersebut terkait dengan kekurangpahaman akar konflik sesungguhnya. Sehingga masing-masing agama harus memahami ajarannya dengan baik dan benar.
Dia memberikan sejumlah hal terkait langkah yang bisa dilakukan umat Islam dan Yahudi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih damai.
“Pertama, harus menemukan solusi baru terkait fungsi agama dalam kehidupan nyata. Kedua, harus ada interpretasi lebih antar-agama untuk membimbing umat agar tercipta harmonisasi antarumat beragama,” ujarnya saat berbicara di hadapan sekitar 2.400 orang yang hadir di Forum Global AJC.
Pada akhir statemennya yang mendapat aplaus meriah dari hadirin yang memadati ruang dialog, Gus Yahya juga menyampaikan tentang prinsip Rahmah dalam ajaran Islam yang diartikan sebagai kasih sayang dan peduli terhadap sesama. Dua sifat ini juga menjadi prinsip bagi agama mana pun di dunia.
Gus Yahya menegaskan, solusi perdamaian dunia di Timur Tengah dan di belahan dunia manapun adalah dengan Rahmah atau kasih dan peduli pada sesama manusia.
Ketika Rahmah ini diimplementasikan di dunia, maka keadilan akan tercipta. Ketika keadilan tercipta, maka perdamaian dunia akan terwujud.
Dalam padangan Pengamat Politik Internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menyebutkan, kunjungan Yahya -meskipun dia sosok ulama dan pejabat negara- memenuhi undangan Israel, tidak serta merta memang mencederai komitmen Indonesia untuk membela Palestina.
Namun begitu, tambahnya, pemerintah Indonesia perlu merespon protes yang dilayangkan pemerintah Palestina.
Penjelasan Pemerintah
Menanggapi kontroversi kunjungan Yahya Staquf tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyebut harus ada klarifikasi dan penjelasan dari pemerintah.
Fadli mengatakan pada Tribun News, Yahya yang seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden merupakan posisi yang melekat pada pemerintah, walaupun kepergian dirinya itu disebut sebagai urusan pribadi.
“Harus ada klarifikasi dan penjelasan dari pemerintah, karena bagaimana pun keberangkatan seorang anggota Wantimpres itu melekat, walaupun dinyatakan sebagai kepergian urusan pribadi,” kata Fadli Zon, saat ditemui di Masjid Agung At-Tin TMII, Jakarta Timur, Ahad (17/6/2018).
Anjuran harus adanya klarifikasi dari pemerintah ia anggap karena menyangkut dengan masalah politik luar negeri Indonesia, di mana hakikatnya ialah kepentingan nasional.
Dalam kasus ini, menurutnya telah menimbulkan kegaduhan, jauh dari hakekat politik luar negeri Indonesia.
Secara tidak langsung juga melukai perjuangan kemerdekaan Palestina. Mereka kecewa dan mengecam acara tersebut, ujarnya.
Pemerintah dalam hal ini dirasa perlu bertanggung jawab terhadap kegaduhan yang timbul, imbuhnyha.
Fadli juga menyebut itu adalah pelanggaran terhadap semangat konstitusi serta Undang-Undang terkait hubungan luar negeri.
Forum AJC
Acara tahunan Forum Global AJC (Komite Yahudi Amerika), diadakan sekaligus dalam peringatan 70 tahun berdirinya Negara Israel, yang berarti peringatan 70 tahun penjajahan dan pembantaian warga Palestina
Acara digelar di Yerusalem (Baitul Maqdis) selama sejak Ahad-Rabu (10-13 Juni 2018), yang dipimpin oleh presiden wilayah AJC Houston, Allan Van Fleet.
Ikut hadir pada pertemuan itu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Benyamin Netanyahu ikut menyampaikan pidato utama pada sesi pembukaan.
Dalam pidatonya, Netanyahu berbicara tentang apa yang dia anggap hambatan utama “perdamaian antara Arab dan Israel”.
“Ini tidak pernah tentang Negara Palestina. Itu selalu tentang Negara Yahudi. Jika Presiden Abbas ingin berdamai, akui negara Yahudi, yang akan membawa perdamaian sekali dan untuk semua, “ katanya.
Netanyahu juga memuji kehadiran Yahya Staquf di Forum Global AJC tersebut.
“Saya mengetahui ada yang sangat penting dalam konferensi kali ini, benar-benar penuh harapan, selamat datang kepada kalian semua dari Indonesia,” ujarnya dikutip laman resmi ajc.com.
Presiden Israel Reuven Rivlin yang menjadi tuam rumah dewan pemimpin AJC menyambut peserta di kediamaan resminya.
AJC adalah organisasi Yahudi Amerika pertama yang membuka kantor di Yerusalem, pada tahun 1962, telah secara aktif terlibat membela Israel sejak kelahiran Negara Zionis Israel itu pada 1948.
Kunci advokasi AJC, seperti disebutkan Hidayatullah, ialah aktivitas diplomatik organisasi dan propagandanya ke seluruh dunia untuk mengukuhkan penjajahan Israel pada Palestina.
Delegasi AJC secara teratur mengunjungi ibu kota-ibu kota di seluruh dunia untuk bertemu dengan para pejabat tinggi pemerintah dan pemimpin komunitas Yahudi.
Secara keseluruhan, AJC terlibat dengan sekitar 115 negara setiap tahunnya.
Laman prnewswire menyebutkan, lebih dari 2.100 orang, dari 56 negara dan enam benua ikut hadir di acara besar organisasi Yahudi ini, termasuk ratusan pemuda Yahudi, dari seluruh Amerika Serikat dan banyak negara lain.
Saran
Tentu patut dipertimbangkan oleh pejabat atau tokoh sekaliber nasional, jika memang hendak terbang memenuhi undangan Israel. Sebab akan begitu banyak bersinggungan dengan parapihak. Di samping saat kejahatan Israel yang semakin memuncak hingga menewaskan ratusan dan melukai ribuan warga Palestina akhir-akhir ini.
Di tangan Netanyahu yang berlumuran darah anak-anak, bayi-bayi, ibu-ibu kaum papa dhuafa, tegakah kita berhadapan dengannya, berjabat tangan lalu tersenyum?:
Di saat jutaan warga dunia, non-Muslim sekalipun, sedang menggencarkan aksi sanksi dan boikot (BDS) terhadap Israel, mengapakah kita mengakui undangannya?
Padahal ilmuwan sekelas mendiang Stephen Hawking, kesebelasan Argentina, artis Lorde asal Selandia Baru, dan banyak lagi menolak undangan pihak Israel, karena solidaritas terhadap Palestina, atas nama kemanusiaan.
Paling tidak, Kedutaan Palestina di Jakarta dan Kementerian Luar Negeri, patut diajak bicara jika ada undangan sejenisnya. Demi menjaga kolektivitas dan langkah serasi memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Al-Aqsha dari penjajahan Zionis Israel.
Namun yang jelas dan pasti adalah bahwa penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)