Gaza, MINA – Beberapa korban akibat serangan pendudukan Israel, yang syahid maupun luka-luka dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Jabaliya, Gaza Utara.
Kontributor MINA di Gaza, Farid Zanzabil Al-Ayubi, pada Jumat (12/5), melaporkan korban-korban tersebut berasal dari beberapa daerah di Gaza Utara yang letaknya dekat dengan RSI.
Setidaknya 30 warga Palestina syahid dan 93 lainnya terluka dalam serangan udara pendudukan Israel di Jalur Gaza sejak Selasa dini hari.
Rumah Sakit Indonesia di Gaza dibangun oleh Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) Indonesia dengan tenaga teknik dan tukang dari Aqsa Working Group (AWG) dan jaringan ponpes Al-Fatah seluruh Indonesia berada di areal seluas 1,6 hektar, dan terletak hanya tiga kilometer dari perbatasan ke wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Baca Juga: AWG Selenggarakan Webinar “Krisis Suriah dan Dampaknya bagi Palestina”
Bangunan ini terdiri dari lima lantai dan satu basemen. Ruangan-ruangannya dinamakan pulau-pulau di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya. Sehingga setiap pasien yang datang dapat mengenal pulau-pulau di Indonesia.
Sejak diresmikannya, RSI menjadi rumah sakit utama dan terbesar di Gaza Utara yang menampung korban serangan pendudukan Israel atas Gaza dan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Gaza.
Bahkan Kepala Biro Politik Hamas yang saat itu menjabat sebagai PM Palestina, pernah mengunjungi RSI dan mengatakan,”Dua hadiah besar bangsa Indonesia untuk Palestina, yaitu RSI dan Kantor Berita MINA.”
Meski memiliki 5 lantai dan satu basemen, RSI belum juga mencukupi untuk menampung pasien korban perang jika terjadi perang besar.
Baca Juga: Puluhan WNI dari Suriah Tiba di Tanah Air
Karenanya, Pemerintah Gaza memberikan sebidang tanah di sebrang RSI untuk dibangun Poliklinik yang saat ini ada di lantai I RSI. Rencananya, lantai I RSI akan digunakan sebagai ruang rawat inap, sementara poliklinikk direncakan dibangun di tanah yang diberikan di sebrang RSI.
Tahun lalu, dua insinyur Mer-C mencoba masuk ke Gaza melalui pintu Rafah Mesir untuk mewujudkan pembangunan Poliklinik tersebut. Namun Pemerintah Mesir di perbatasan Rafah Gaza tidak memberikan izin masuk, sehingga setelah tertahan selama 46 hari untuk mencoba masuk ke Gaza, dua orang insinyur Mer-C tersebut tidak bisa masuk dan kembali lagi ke Indonesia.
Hingga saat ini, Mer-C masih terus berupaya mengirimkan relawan untuk dapat masuk ke Gaza. Mer-C juga berharap pemerintah Indonesia mengambil peran maskimal dalam membantu upaya tersebut. (L/chy/B03/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menag Sayangkan Banyak yang Ngaku Ulama tapi Minim Pengetahuan