Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Allah Ta’ala berfirman:
Baca Juga: Tiga Langkah Rahasia Membangun Jiwa
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَۙ ٣٤الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ٣٥ (الحخ [٢٢]: ٣٤ــ٣٥)
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah). (Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, sabar atas apa yang menimpa mereka, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS Al-Hajj [22]: 34-35)
Dalam ayat di atas, Allah menyebut salah satu sifat mulia yang menjadi ciri khas orang beriman, yakni “Al-Mukhbitin“. Secara bahasa, Al-Mukhbitin berarti orang yang tunduk, patuh, khusyuk, tenang dan merasa aman. Menurut Al-Asfihani, kata ini diambil dari kata اَلْمُطْمًئِنٌ مِنَ الْاَرْضِ (tanah/bumi yang tenang).
Adapun secara istilah, Al-Mukhbitin adalah orang yang patuh dan tunduk kepada Allah menerima segala perintah-perintah-Nya dengan lapang dada.
Baca Juga: Dakwahmu Menginspirasi, Tapi Akhlakmu Menyakiti
Imam Ath-Thabari Rahimahullah menjelaskan, Al-Mukhbitin adalah mereka yang hatinya tunduk dan khusyuk, penuh dengan ketawadhu’an dan kerendahan hati dalam dalam perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Adapun ciri-ciri Al-Mukhbitin dijelaskan lebih rinci dalam ayat berikutnya, bahwa mereka adalah orang yang hatinya bergetar ketika disebut nama Allah , sabar menghadapi musibah, rajin menegakkan shalat, dan gemar menginfakkan hartanya di jalan-Nya.
Al-Mukhbitin adalah gambaran kepribadian seorang mukmin sejati, yang tidak hanya menjaga hubungannya dengan Allah , tetapi juga menunjukkan komitmen nyata terhadap sesama, terutama dalam urusan yang menyangkut harga diri umat.
Al-Mukhbitin tentu akan tersentuh melihat penderitaan saudara-saudaranya. Selanjutnya, mereka mereka melakukan aksi nyata sebagai bentuk solidaritas dan pembelaaannya kepada saudaranya yang membutuhkan pertolongan.
Baca Juga: Dua Cara Allah Menambah Nikmat bagi Hamba yang Bersyukur: Kualitas dan Kuantitas
Syaikh Yusuf Al-Qaradawi Rahimahullah menegaskan, bahwa karakter mukhbitin tidak pernah lepas dari sikap peduli terhadap nasib kaum Muslimin di Palestina. Bagi mereka, membela Al-Aqsa adalah bagian dari ketundukan kepada Allah, karena kehormatan umat Islam terikat erat dengan kehormatan Masjid Al-Aqsa.
Maka menjadi Al-Mukhbitin bukan hanya soal kesalehan pribadi, tapi juga tentang bagaimana seseorang hadir dalam barisan amar ma’ruf nahi munkar dan membela kehormatan umat Islam.
Adapun ciri mukmin sejati yang Allah gambarkan dalam ayat di atas adalah:
Pertama, mereka adalah orang-orang yang apabila disebut nama Allah Ta’ala, hati mereka bergetar. Artinya, hatinya tidak terlena dan lalai disebabkan urusan-urusan dunia.
Baca Juga: Taklim Itu Muhasabah dan Penguat Iman
Dalam arti yang lebih luas, hatinya peka terhadap urusan-urusan umat, persoalan-persoalan yang melanda di tengah-tengah masyarakat. Hatinya terenyuh melihat saudara-saudaranya yang terjajah dan teraniaya.
Kemudian, mereka tergerak untuk membantu, berempati, membangun sinergi, solidaritas dan persatuan untuk menyelesaikan permasalahan umat, dan membela kehormatan tempat-tempat yang diberkahi dari orang-orang yang menodai dan menistakannya.
Seorang Mukmin sejati tentu tidak akan pernah ridha kehormatan agamanya diinjak-injak. Tempat yang dimuliakan nabinya terjajah dan ternoda.
Ketahuilah, bahwa Masjid Al-Aqsa adalah simbol kehormatan umat Islam, tempat yang dimuliakan setelah Makkah dan Madinah. Jika Al-Aqsa ternoda oleh penjajahan, jika tempat itu dikotori oleh tangan-tangan orang durjana, maka sesungguhnya harga diri umat Islam seluruhnya sedang diinjak-injak oleh musuh-musuh Islam.
Baca Juga: Medsos, Ladang Amal Shaleh Yang Terlupakan
Karena itu, para ulama menyerukan bahwa membela Masjidil Aqsa adalah tanggung jawab iman, bukan sekadar urusan kemanusiaan. Al-Aqsa bukan sekadar tanggung jawab bangsa Palestina, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam dimana pun ia berada.
Masjidil Aqsa dan Palestina adalah barometer kehormatan umat. Ketika umat Islam tidak lagi peduli pada Al-Aqsa, itu pertanda hati mereka sedang terserang penyakit, yakni wahn (cinta dunia) dan tidak peduli dengan urusan dan kehormatan umat.
Al-Aqsa adalah amanah yang diwasiatkan kepada umat Islam untuk menjaganya. Bila hari ini kita melihat Al-Aqsa terjajah, maka itu adalah alarm bagi keimanan kita. Akankan hati kita tergugah dan tergerak untuk membebaskannya.
Ciri mukmin sejati kedua adalah, mereka yang sabar atas musibah yang menimpa mereka. Para ulama menjelaskan, sabar bukan sekadar tabah menghadapi musibah, tetapi kesabaran yang melahirkan kekuatan. Sabar yang membuat mereka tetap teguh di atas kebenaran. Sabar dalam berjuang melawan kedzaliman, sabar dalam menjemput kemenangan yang dijanjikan Allah .
Baca Juga: Dakwah Tapi Sombong, Sebuah Ironi Di Akhir Zaman
Perjuangan membebaskan Masjidil Aqsa dan Palestina bukanlah jalan yang singkat dan mudah, tetapi membutuhkan kesabaran yang kokoh dan keuletan yang tak mengenal lelah.
Kemenangan selalu lahir dari kesabaran. Kesabaran melahirkan keteguhan, dan kekuatan iman yang menjadi syarat mutlak bagi datangnya sebuah pertolongan.
Sebaliknya, sikap tergesa-gesa, gegabah, dan ingin cepat menang tanpa perhitungan matang, persiapan dan kesatuan hanya akan membuat kemenangan terus tertunda.
Ciri ketiga adalah mereka yang menegakkan shalat. Shalat adalah pertemuan seorang hamba dengan Rabb-nya, tempat mengadu, memohon pertolongan kepada Dzat Yang Mahamenentukan, Maha pengasih dan penyayang.
Baca Juga: Jama’ah Adalah Benteng Terakhir di Tengah Badai Fitnah
Menegakkan shalat yang dimaksud dalam hal ini adalah menunaikan shalat berjamaah di masjid, terutama shalat Subuh. Shalat berjamaah memiliki keutamaan besar dalam Islam, dan Subuh menjadi salah satu momen yang menguji keimanan dan kesungguhan seorang Muslim karena waktunya yang berat bagi kebanyakan orang.
Dalam beberapa kesempatan, para ulama dan tokoh Muslim menegaskan pentingnya memakmurkan masjid saat Subuh, bahkan ada ungkapan yang populer bahwa Zionis Israel merasa terancam jika jumlah jamaah shalat Subuh kaum Muslimin menyamai jumlah jamaah shalat Jumat.
Setelah hubungan dengan Sangpencipta terbangun dengan baik, maka ciri mukmin sejati keempat adalah menginfakkan sebagian rezekinya di jalan Allah . Mereka sadar bahwa harta yang ia punya hanyalah titipan. Maka, mereka keluarkan untuk membantu perjuangan, membebaskan kaum tertindas, untuk membela mereka yang teraniaya.
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
Baca Juga: Zionis Israel Takut kepada Muslim Sejati
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (متفق عليه)
“Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya. Dan barangsiapa melepaskan kesusahan seorang Muslim, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.” (Muttafaqun alaihi).
Kepedulian dan solidaritas kita kepada Masjidil Aqsa dan Palestina, yang kita wujudkan dalam lingkup perjuangan secara berjamaah adalah salah satu bukti bahwa kita berusaha menjadi mukmin yang sejati.
Dalam sebuah hadits, shahabiyah Maimunah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ، قَالَ:”أَرْضُ الْمَحْشَرِ وَالْمَنْشَرِ، ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَصَلَاةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ” قُلْتُ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ أُطِقْ أَنْ أَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: “فَتُهْدَى لَهُ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ، فَكَأَنَّمَا أَتَاهُ”. (رواه ابو داود)
Baca Juga: Ini Cara Islam Memberantas Judi Online di Kalangan Rakyat Kecil
Aku berkata: “Wahai Rasulullah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsha).” Beliau bersabda: “Ia adalah tanah dikumpulkannya manusia dan tempat dibangkitkan (di akhirat). Datangilah ia dan shalatlah di sana, karena satu shalat di sana (Masjid Al-Aqsha) lebih utama daripada seribu shalat di tempat lain. Aku bertanya: “Bagaimana jika aku tidak mampu untuk bepergian ke sana?”
Beliau menjawab:“Maka kirimkanlah minyak untuk menyalakan lampunya. Barang siapa yang melakukan itu, maka seolah-olah ia telah datang ke sana (dan beribadah di dalamnya).” (HR Abu Dawud)
Maka membela Al-Aqsa dan Palestina bukanlah sekadar pilihan, tapi menjadi kewajiban. Membela Masjidil Aqsa adalah kewajiban setiap Muslim. Siapa yang diam dan berpaling, maka bisa jadi ia kehilangan kemuliaan imannya.
Syaikh Salman Al-Audah berkata, “Siapa yang berpaling dari Palestina, maka ia sedang berpaling dari kehormatan umatnya sendiri.”
Maka, mari kita tunjukkan keimanan kita dengan kepatuhan menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala dan pembelaan kita kepada Al-Aqsa dan Palestina.
Baca Juga: Ini Ciri Agama yang Benar, Punya Kitab yang Terjaga Keasliannya
Semoga Allah Ta’ala menguatkan kita untuk dapat menjadi mukmin sejati, mengokohkan langkah kita, dan memasukkan kita ke dalam barisan hamba-Nya yang peduli dan berjuang hingga Masjidil Aqsa terbebas dan Palestina benar-benar merdeka.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Mi’raj News Agency (MINA)