Jakarta, MINA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta peranan tokoh agama dalam mensukseskan pemilu yang jujur, adil dan profesional.
Hal ini di ungkapkan oleh perwakilan KPU dan Bawaslu dalam Rapat Pleno Ke-35 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Rabu (13/2).
Sebagai pihak penyelenggara, KPU mengungkapkan, teknis penyelenggaraan pemilu tahun ini lebih kompleks dari pemilu sebelumnya.
“Pemilu 17 April nanti dilaksanakan secara serentak, setiap pemilih mendapatkan lima surat suara,” ungkap Anggota Komisioner KPU Ilham Saputra.
Baca Juga: 445 Penghapal Al-Qur’an dan Hadis Bersaing di Sumut
Ia menjelaskan, lima surat suara tersebut terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD, DPD Provinsi, DPD Kabupaten/Kota.
KPU juga menargetkan proses perhitungan suara akan selesai di hari yang sama. Maka konsekuensi terjadi penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Oleh karena itu, KPU meminta peran tokoh agama, yang dalam hal ini MUI untuk mensosialisasikan penyelenggaraan pemilu agar tidak terjadi pelanggaran dan manipulasi.
Sementara itu, Bawaslu, sebagi pihak yang mengawasi penyelenggaraan pemilu di tuntut untuk tidak berat sebelah.
Baca Juga: Laboratorium Penerjemah dan Promotor Sastra untuk Dorong Sastra Indonesia Mendunia
“Bawaslu benar-benar perlu di kuatkan untuk memastikan semua tahapan pemilu berjalan dengan baik,” jelas Kordiv Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, M. Afifuddin.
Afifuddin mengatakan, Bawaslu dalam melaksanakan tugasnya lebih dulu melakukan pemetaan daerah yang rawan, maka peran tokoh agama sangat penting termasuk MUI.
“Kyai dan tokoh lebih didengar ketika mengajak jamaahnya dibanding dengan kami (Bawaslu),” ungkapnya.
Dalam menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Pertimbangan MUI KH Hasan Sahal menghimbau kepada masyarakat untuk bersifat dewasa dalam menyikapi pemilu tahun ini.
Baca Juga: Indonesia Punya Peran Penting Pada KTT Soal Palestina Juni Ini
“Perbedaan pilihan, menyikapi situasi ini perlu kedewasaan, karena yang untung dan rugi kita sendiri,” jelas Hasan Sahal.
Jangan berpikir pemilu tahun ini hanya untuk lima tahun ke depan, lanjut Pimpinan Pondok Darrusalam Gontor tersebut, tapi untuk identas bangsa, negara selamanya.
“Kepercayaan kepada penyelenggara dan penyelenggaraan tidak bisa diserahkan hanya kepada KPU dan Bawaslu. Pengawalan dan pengawasan dari langkah per langkah perlu diperhatikan dan perlu keterlibatan semua pihak,” pungkasnya. (L/Sj/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pascakebijakan Anti Imigran, Kota-Kota di AS Hadapi Gelombang Aksi Protes