Jenewa , 12 Rabiul Awwal 1435 / 14 Januari 2014 ( MINA ) – Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Pangan Dunia (WFP), Selasa, meyatakan, 3,8 juta rakyat Suriah terancam bahaya kelaparan akibat kekurangan bahan makanan di tengah berkecamuknya perang saudara di negeri itu yang tidak kunjung reda.
Al-Jazeera yang dikutip Mi’raj News (MINA) merilis laporan WFP, Selasa, gizi buruk melanda anak-anak di kawasan medan pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok oposisi. Akibatnya, warga sipil kekurangan makanan, sementara lembaga-lembaga kemanusiaan tidak mendapatkan akses masuk ke wilayah itu untuk menyalurkan bantannya.
“Sejumlah kawasan berada di bawah pengepungan, baik oleh rezim pemerintah maupun oposisi dan sulit dijangkau karena ketatnya pemeriksaan. Kami belum bisa menyalurkan bantuan kepada rakyat sipil karena tak ada jaminan keselamatan bagi relawan,” kata juru bicara WFP.
Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata
Pemerintah Rusia dan AS Senin lalu mengimbau pemerintah Suriah dan kelompok oposisi untuk menyetujui gencatan senjata di berbagai daerah porak poranda akibat perang menjelang perundingan perdamaian pada bulan ini.
Dalam pertemuan di Paris dengan utusan PBB-Liga Arab Lakhdar Brahimi, Menlu AS Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov menyerukan gencatan senjata dimulai menjelang Perundingan Jenewa II yang menurut rencana akan dimulai di Montreiux pada 22 Januari.
Baik AS maupun Rusia mendesak pihak-pihak yang bertikai di Suriah untuk mengakhiri pertumpahan darah dan kembali ke meja perundingan. AS mendukung oposisi, sementara Rusia adalah sekutu lama Presiden Bashar al-Assad.
“Kami membicarakan tentang kemungkinan mendorong terwujudnya gencatan senjata, mungkin gencatan senjata lokal dimulai dari kota Aleppo (Suriah utara),” kata Kerry.
“Apa yang dapat dilakukan sebelum dimulainya konferensi itu harus dilakukan,” kata Lavrov. “Kami akan berusaha mengirim sinyal-sinyal kepada semua pihak di Suriah tentang perlunya memberlakukan satu gencatan senjata lokal.”
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
AS dan Rusia mengharapkan dapat membangun momentum menjelang perundingan dengan berusaha menghidupkan kembali usaha menyiapkan perjanjian mengenai pemerintah peralihan setelah konflik hampir tiga tahun yang menewaskan lebih dari 130.000 orang berakhir.
Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem juga akan mengunjungi Moskow Jumat menjelang perundingan-perundingan itu, kata kementerian luar negeri Rusia.
Lavrov mengatakan mereka juga membicarakan tentang kemungkinan pertukaran tahanan dan pembukaan koridor-koridor kemanusiaan untuk membawa bantuan kepada jutaan orang yang terkena dampak konflik itu.
Menlu Rusia itu juga mengatakan pemerintah Bashar mengisyaratkan pihaknya siap memberi akses bagi bantuan kemanusiaan ke daerah pinggiran Damaskus, Ghouta Timur, di mana ribuan orang masih terperangkap perang.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
“Kami mengharapkan langkah-langkah yang sama dari oposisi,” kata Laprov, “Keberhasilan hanya dapat terwujudkan oleh satu awal yang baik”.
Kedua menlu itu mengatakan mereka mengharapkan masalah tersebut dapat diselesaikan sebelum perundingan-perundingan itu, tetapi itu tidak akan menjadi prasyarat-prasyarat bagi perundingan. “Keberhasilan ditetapkan oleh satu awal yang baik,” kata Kerry.
Tetapi perbedaan tetap ada mengenai peran pendukung regional utama Suriah, Teheran dengan Lavrov mengatakan adalah satu keperluan yang nampaknya mutlak” bagi keikutsertaan Iran dan Arab Saudi.
Brahimi mengatakan ia juga mendukung keterlibatan Iran. Tetapi Washington menghambat usaha-usaha untuk mengirim satu undangan kepada Teheran sampai negara itu menyetujui gagasan satu pemerintah transisi yang ditetapkan dalam perundingan-perundingan Jenewa I.
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Kerry mengatakan Iran akan “disambut” jika negara itu menyetujui perjanjian Jenewa I dan menambahkan, “Saya mengundang Iran sekarang untuk bergabung dengan masyarakat internasional dan menjadi satu mitra konstruktif bagi perdamaian.”
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Teheran hanya akan ikut serta dalam perundingan itu “tanpa prasyarat”.( T/P04/EO2/mirajnews.com )
Mi’raj Islamic News Agency ( MINA )
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan