Oleh: Rifa Berliana Arifin, Kepala Redaksi Arab Kantor Berita MINA
Dewasa ini peperangan berkembang, bukan hanya perang proxy (proxy war) tapi perang dagang (keuangan) juga menjadi tren peperangan antar negara, setelah ditampilkan Amerika Serikat, China dan Turki di mata dunia.
Dalam konteks krisis keuangan yang melanda Turki saat ini, negara-negara di dunia mulai sadar bahwa kekuatan ekonomi, stabilitas dalam pengelolaan fiskal dan keuangan negara menjadi sangat penting dan mendasar untuk melindungi negara dari ketidakpastian ekonomi global.
Krisis moneter yang melanda Asia (Thailand, Hongkong, Malaysia) tidak terkecuali Indonesia pada tahun 1997-1998, membuat ekonomi negeri ini mundur 10 tahun ke belakang, meski kebanyakan masyarakat tidak tahu bagaimana krisis moneter itu berakhir.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Presiden Habibie dilantik menjadi Presiden pada saat kondisi politik dan ekonomi Indonesia kacau, dirinya harus menanggung amanat Orde Baru untuk mempertahankan posisi rupiah terhadap dolar,
Salah satu upaya yang dilakukan Habibie yaitu mempertahankan harga BBM yang telah ditetapkan pada tanggal 15 Mei 1998 oleh pemerintah Orde Baru. Kebijakan tersebut yaitu menurunkan harga jual BBM premium dari Rp1.200 menjadi Rp1.000 dan solar dari Rp600 menjadi 550, minyak tanah dari Rp350 menjadi Rp280.
Tapi secara global, penyelesaian krisis moneter 20 tahun yang lalu tepat pada 15 Agustus 1998 bermula dari kebijakan Pemerintah Hongkong yang dipimpin Donald Tsang yang lebih awal menyadari krisis moneter di Asia dibuat oleh ulah George Soros, seorang investor keturunan Yahudi paling sukses di dunia.
Dengan kekayaan mencapai miliaran dolar, ia mampu melakukan apa saja, termasuk menggoyang ekonomi global, Donald Yam langsung mengambil tindakan “perang” melawan Soros dengan menahan penjualan gila-gilaan di pasar yaitu dengan melakukan pembelian balik.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Semua negara Asia gagal untuk menangani serangan terhadap mata uang mereka. Thailand menjadi negara yang pertama give up untuk mempertahankan nilai mata uangnya disusul Malaysia, Filipina, Indonesia dan Korea Selatan. Satu per satu akhirnya terpaksa menerima tawaran paket pinjaman “penyelamatan” dari IMF.
Karena nilai rupiah anjlok, Pada tanggal 15 Januari 1995, Presiden Soeharto menandatangani letter of intent (Lol) paket bantuan dari IMF.
Soros melakukan operasi meminjam rupiah dalam jumlah yang sangat banyak dan mengkonversinya berulang-ulang ke dolar AS sehingga mengakibatkan tekanan terhadap rupiah dan akhirnya menyebabkan rupiah anjlok.
Apabila nilai rupiah anjlok, pemegang rupiah yang lain termasuk warga Indonesia sendiri akan panik dan was was dan akhirnya mengkonversi rupiah ke mata uang lain. Soros yang sangat smart memahami psikologi manusia melalui banyak hal yang dipelajarinya dari Karl Popper.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Kembali ke Hongkong, Ketika Soros dan perusahannya menyerang Dolar Hong Kong, awal mulanya pemerintah Hong Kong mempertahankan nilai Dolar Hong Kong dengan menaikkan suku bunga. Tapi ketika tingkat bunga naik, pasar saham akan terpengaruh sehingga Soros dan perusahannya juga memainkan posisi mereka di pasar keuangan yang intinya Soros yakin indeks Hang Seng akan merosot ke nilai yang lebih rendah, dan tentu itu akan menguntungkan Soros.
Donald Tsang berfikir tidak ada gunanya menaikan suku bunga, karena kalau pemerintah Hong Kong semata-mata hanya ingin campur dalam pasar uang itu hanya akan menguntungkan Soros. pemerintah seharusnya menggunakan cadangan mata uang asing untuk beli Dolar Hong Kong dan juga saham-saham di bursa Hong Kong, untuk menaikan nilai Dolar Hong Kong dan Indeks Hang Seng. Dengan begitu Itu akan membikin Soros rugi dan hentikan serangan.
Beberapa hari setelah Donald Tsang menyuntikkan uang ke dalam pasar saham, Indeks Hang Seng berhasil naik ke level meningkat 8%, sontak membuat Soros terkejut dan terus menerus menyerang tapi serangan itu bisa dikendalikan dengan baik oleh Donald Tsang.
Setelah dua minggu saling serang antara pemerintah Hong Kong dan Soros. Akhirnya pemerintah Hong Kong menang. Indeks Hang Seng berhasil melejit di puncak pada 28 Agustus 1998.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Di luar dugaan Soros & Geng, di belakang Donald Tsang ada “tangan tak terlihat” yang menyalurkan cadangan valuta asing yang banyak untuk mendukung perang Donald Tsang, yaitu pemerintah Cina.
Krisis keuangan ini menyadarkan pemerintah-pemerintah Asia tentang pentingnya ada cadangan valuta asing yang banyak, jadi masing-masing mulai mengumpulkan cadangan mata uang asing.
Sekarang kita mengerti kenapa Erdogan enggan menaikkan suku bunga untuk menstabilkan Lira meski dalam krisis ekonomi, Erdogan sadar bahwa kebijakan itu hanya akan membuka ruang untuk menyerang ekonomi Turki. Erdogan sangat pintar. Dia belajar dari sejarah.
Dalam konteks krisis moneter dahulu di Asia yang didalangi seorang Yahudi, dan sekarang ini Erdogan secara terang terangan menyebut Zionis dan Amerika Serikat ingin sabotase Turki, kita bisa berkaca pada strategi Donald Tsang bagaimana menyelamatkan Hongkong.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Jadi siapa bilang negara selain Yahudi tidak mampu mengalahkan orang Yahudi dalam hal-hal yang mereka kuasai misalnya manipulasi keuangan, politik, ekonomi, strategi, diplomasi. selama ada strategi dan knowledge yang baik, semua bisa diraih.
Kita harus mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan ‘duniawi’ seperti disebut di atas, Jangan langsung tiba-tiba ‘menyerah’ karena orang Yahudi lah yang mengendalikan sistem keuangan dunia.
Hari ini tepat 20 tahun yang lalu, Yahudi dihina oleh orang Cina. (RA-1/RS1)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa