
Kristen
Palestina. (Foto: Nord-Palestine.com)" width="300" height="224" /> Hind Khoury, mantan menteri Kristen Palestina. (Foto: Nord-Palestine.com)Johannesburg, 7 Dzulqa’dah 1436/22 Agustus 2015 (MINA) – Sebuah delegasi Kristen Palestina yang sedang mengunjungi Afrika Selatan, mengecam diskriminasi Israel yang membatasi akses mereka ke tempat-tempat suci di Yerusalem selama liburan Kristen ; dan melarang warga untuk kembali ke kampung halamannya bila sudah berada di luar negeri lebih dari tiga bulan.
“Dari tahun 2005, Israel telah menolak kami memasuki kota suci Yerusalem untuk melakukan tradisi yang berusia 2.000 tahun,” kata mantan Menteri Perempuan Palestina, Hind Khoury, dalam pertemuan di Johannesburg Kamis (20/8) malam.
Dia mengatakan, Israel menempatkan check point di setiap beberapa meter selama pekan Paskah, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Khoury juga mengungkapkan, Israel memiliki aturan yang tidak mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke kota mereka setelah tinggal di luar negeri untuk waktu yang lama.
Baca Juga: Sejak Ahad Pagi, Pasukan Zionis Hancurkan Lebih dari 50 Bangunan di Gaza
“Saya adalah Duta Besar Palestina untuk Perancis, dan setelah empat tahun mereka mengatakan: Anda tidak boleh tinggal di sini. Padahal suami saya ada di sana dan saya memiliki rumah dan anak-anak di sana,” katanya.
Yusef Daher, Sekretaris Eksekutif Inter-Gereja Centre Yerusalem, sepakat dengan apa yang disampaikan Khoury.
“Adikku, tiga anak perempuan dan istriku pergi ke Amerika Serikat dengan izin kerja selama tiga tahun. Tapi sekarang dia tidak bisa kembali untuk tinggal di Yerusalem,” katanya.
Daher mengatakan menurut hukum Israel, keluarganya hanya dapat diperbolehkan menetap kembali pada yang visa kunjungannya tidak melebihi tiga bulan.
Baca Juga: Enam Warga Palestina Meninggal Kelaparan di Gaza dalam 24 Jam Terakhir
Di lain fihak, ia mengatakan, meskipun kakak dan keluarganya tidak diizinkan kembali ke tempat kelahirannya, tapi Israel bisa mendatangkan ribuan orang Yahudi dari berbagai belahan dunia dan memberi mereka kewarganegaraan.
“Selama liburan Yahudi, Israel menutup seluruh Tepi Barat dan Yerusalem dibuka untuk orang Yahudi Israel yang datang dengan berjalan kaki, memasuki Yerusalem Timur tanpa satu pun penghalang,” katanya.
Seorang pendeta Kristen Amerika yang bertempat di Gereja Lutheran Injili di Yerusalem, mengatakan dalam pertemuan yang sama, konflik Israel-Palestina bukan tentang agama, tetapi tanah dan sumber daya.
“Ini adalah konflik atas tanah. Ini adalah konflik politik atas sumber daya. Ini adalah konflik politik atas prinsip-prinsip penentuan nasib sendiri dan dekolonisasi,” kata Pendeta Robert O. Smith, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Moderator Ekumenis Forum Dewan Gereja Dunia Palestina-Israel. (T/P001/P2)
Baca Juga: Oposisi Utama Finlandia Desak Pemerintahnya Akui Negara Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Konfirmasi Terima Proposal Gencatan Senjata AS