Jakarta, MINA – Industri kuliner mempunyai prospek yang cukup bagus. Kreasi dan inovasi pun perlu terus dilakukan guna menarik minat konsumen lebih lama dan lebih banyak. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat, konsumen mempunyai kecenderungan kejenuhan terhadap makanan atau minuman. Maka, muncullah kreasi makanan dengan aneka bentuk binatang.
Bagaimana hukumnya? Dalam menarik konsumen tersebut, para pelaku usaha di bidang kuliner perlu melakukan trik-trik khusus, dan ternyata tak hanya rasa yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan, bahkan bentuk, penamaan suatu produk pun perlu dipikirkan secara serius.
Beberapa inovasi yang dihasilkan berkembang menjadi tren di masyarakat. Makanan berbentuk binatang merupakan salah satu inovasi bentuk yang banyak disukai orang, semisal roti buaya, cake doggy dog, taiyaki, maupun makanan-makanan yang berbentuk ular.
Selain itu dari segi penamaan, pelaku industri terkadang menyematkan nama-nama yang tidak lazim dalam sebuah makanan, seperti rawon setan, bir pletok, nasi kucing, atau mi remuk patah hati.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Berkenaan dengan konsumsi makanan halal, apakah bentuk dan penamaan tersebut sudah pasti halal? Pada prosesnya, kehalalan suatu makanan dan minuman diharuskan memenuhi persyaratan dan prosedur sistem jaminan halal yang telah ditetapkan oleh MUI. Jika demikian, apakah bentuk dan penamaan suatu produk makanan yang tidak lazim itu bisa diproses dalam sertifikasi halal?
Kepala Bidang Auditing Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si, menjelaskan, mengacu pada sebelas kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) yang tertulis pada buku HAS23000, disebutkan bahwa merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
“Selain itu, karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI,” kata Mulyorini sebagaimana yang dikutip dari Halal MUI, Selasa (19/3).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa hal tersebut kemudian diperkuat oleh Surat Keputusan Direktur LPPOM MUI dengan Nomor: SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14. Pada keputusan itu dijelaskan nama dan bentuk produk yang tidak dapat disertifikasi halal.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Dari segi penamaan, produk yang tidak dapat disertifikasi adalah nama produk yang mengandung nama minuman keras, mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, mengandung nama setan, yang mengarah pada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, serta mengandung kata-kata berkonotasi erotis, vulgar, dan/atau porno.
Sebagai contoh, nama-nama produk berikut tidak dapat diproses sertifikasi halalnya, rootbeer, es krim rasa rhum raisin, bir 0% alkohol, babi panggang, babi goreng, beef bacon, hamburger, hotdog, rawon setan, es pocong, mi ayam kuntilanak, coklat Valentine, biskuit Natal, mie Gong Xi Fa Cai, meskipun makanan tersebut menggunakan ingredient yang halal.
Namun, ketentuan tersebut mengecualikan untuk produk yang telah mentradisi (`urf), dikenal secara luas dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bir pletok, bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.
Sedangkan merek/brand produk yang mengandung nama produk haram lainnya dibolehkan untuk disertifikasi, contoh merek garuda, kubra, bear, crocodile, cap badak. Serta, nama produk yang mengandung kata seksi dan sensual boleh disertifikasi karena terkait dengan karakter dan harapan untuk aplikasi produknya, contoh lipstick sexy pinky, lotion sensual amber, spa sensual.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Adapun dari segi bentuk, produk tidak dapat disertifikasi apabila berbentuk hewan babi dan anjing ataupun bentuk produk atau label kemasan yang sifatnya erotis, vulgar dan/atau porno.(R/R01/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal