Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Isra’ merujuk pada perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Kota Al-Quds (Yerusalem) dalam waktu yang sangat singkat. Perjalanan ini dimulai ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di rumahnya, membawa kendaraan surgawi yang disebut Buraq. Di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memimpin para Nabi terdahulu dalam shalat, menandai kedudukan dan penghormatan terhadap para Nabi sebelumnya dalam agama Islam.
Mukjizat Isra Mi’raj ini tertuang di dalam Al-Quran:
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda [kebesaran] Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Isra [17] : 1).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa pada ayat ini Allah memuji diri-Nya sendiri, mengagungkan kedudukan-Nya, karena kekuasaan-Nya yang tidak dikuasai oleh siapapun selain Dia. Dengan demikian, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Dia dan tidak pula ada Tuhan selain diri-Nya saja.
Ayat ini menjelaskan bagaimana Allah yang dengan ke-Mahakuasaan-Nya telah memperjalankan hamba-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram di Makkah menuju ke Masjidil Aqsa di Negeri Syam, yang merupakan pusat para Nabi dari sejak dakwah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam didampingi Malaikat Jibril mengendarai kendaraan Buraq, berangkat dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa, singgah di sana. Untuk kemudian menuju Sidratul Muntaha, berjumpa dengan Allah.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Jarak Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina sekitar 1.500 km, yang memerlukan waktu perjalanan naik unta atau kuda saat itu sekitar 40 hari.
Karena itu masyarakat jahiliyah pada masa itu tidak percaya dengan perjalanan Isra Mi’raj tersebut. Sebagian umat Islam juga pada awalnya ragu, di samping karena pengaruh provokasi kaum jahiliyah. Hingga kemudian semuaya terjawab dengan penyataan sahabat Abu bakar Ash-Shiddiq.
Di dalam kitab Tarikh Islam Nurul Yaqin karangan Syaikh Muhammad Al Khudori Bik disebutkan bahwa Orang-orang kafir Quraisy pada saat disampaikan peristiwa Isra Mi’raj, bertepuk tangan dan meletakkan tangannya di atas kepala karena merasa heran dan mengingkari peristiwa Isra Mi’raj. Sebagian orang yang awalnya Muslim, menjadi keluar Islam karena lemahnya hati mereka. Beberapa orang pergi kepada Abu Bakar, kemudian Abu Bakar berkata, ”Jika Dia (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) berkata begitu, tentulah dia pasti benar.”
Orang-orang kafir Quraisy pun memojokkan Abu Bakar, dengan nada sinis, “Apakah engkau mempercayai (Isra Mi’raj) itu?”. Abu Bakar tegas menjawab, “Sesungguhnya aku akan membenarkannya, lebih jauh dari peristiwa tersebut pun (aku membenarkan)!”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Maka, sejak saat itu Abu Bakar diberi gelar oleh Rasulullah dengan sebutan “Ash-Shiddiq”, artinya orang yang membenarkan.
Di kawasan Al-Aqsha inilah, Buraq itu kemudian melintasi melalui jalur sebelah barat Masjid Al-Aqsha. Maka, pintu sebelah ini pun dinamakan Baabul Buraq (Pintu Buraq). Dinding sebelah barat itu kini diklaim oleh Yahudi sebagai Tembok Ratapan.
Hingga kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhenti di Kubah Batu (Kubah Sakhrah). Di dekat ini, Buraq berhenti, lalu Nabi diperjalankan ke langit ketujuh, Sidratul Muntaha.
Sebagai saksi, terdapat sebongkah batu di dalam Masjid Kubah Sakhrah di kawasan Masjidil Aqsha, yang menurut sebagian riwayat merupakan tempat pijakan Rasulullah sebelum naik ke langit.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Menurut sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, batu Kubah Sakhrah berasal dari surga, selain batu Hajar Aswad di Makkah, dan Sakhrah adalah pusat bumi.
Syaikh Dr. Abdel Moneim Ibrahim Amer, seorang ulama dari Kementerian Wakaf Al-Quds, menggambarkan Masjidil Aqsha merupakan pintu gerbang dan jalan menuju surga. Hikmah Allah menghendaki agar Nabi-Nya Rasulullah tidak naik ke langit Sidaratul Muntaha dari Masjidil Haram, melainkan dari Masjidil Aqsha, dan kemudian dari sana ke surga.
Di Kompleks Masjidil Aqsha pulalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami seluruh Nabi dan Rasul utusan Allah, memimpin mereka dalam shalat sebelum shalat lima waktu diwajibkan kepadanya.
Menurut Syaikh Amer, hikmah dari kepemimpinan Rasulullah mengimami para Nabi dan Rasul utusan Allah, adalah bahwa bentuk ketaatan kepada Allah diwujudkan pada pada ketaatan pada satu Imaam. maka diraihlah kemenangan dan terbukalah pintu surga.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam kitab Marah Labid, menjelaskan dipilihnya Masjidil Aqsha sebagai tempat singgah agar Buraq dapat terbang ke langit secara lurus. Ini karena Masjidil Aqsa berada pada posisi tegak lurus dengan pintu langit, poros langit dan bumi. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata