Sebuah bangunan berkubah hijau tua yang diapit dua menara menjulang ke langit, dibangun di bukit di pinggiran ibukota Pakistan.
Di dalam bangunan yang juga berfungsi sebagai masjid itu, memiliki dinding yang dilapisi dengan prasasti dari ayat-ayat Al-Quran yang isinya memuji Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Langit-langitnya dihiasi dengan mosaik cermin, suatu pekerjaan yang rumit untuk membentuk kaleidoskop warna dan bentuk. Wujud bangunan itu tampak berusaha untuk meniru Masjid Nabawi di Madina, Arab Saudi.
Di tengah ruang dalam terletak sebuah kuburan bermarmer putih. Batu di sekitar ujungnya diukir menjadi kisi-kisi halus. Kuburan itu diselimuti oleh taburan mawar segar yang banyak, aromanya meliputi seluruh ruang.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Di lantai berkarpet, peziarah memberikan penghormatan. Mereka berdoa dan orang lain membaca Al-Quran. Di salah satu sudut, tiga pemuda dengan tenang membacakan puisi yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Inilah makam Mumtaz Qadri, seorang perwira polisi Pakistan yang pada tahun 2011, menembakkan 28 peluru kepada Gubernur Punjab, Salman Taseer, atas dugaan penghujatan terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Tembakan itu membunuh sang gubernur seketika.
Dari rakyat
Qadri digantung tahun lalu setelah terbukti bersalah atas pembunuhan tersebut. Pemakamannya dihadiri oleh puluhan ribu pelayat dan sekarang keluarganya menggunakan sumbangan atas namanya untuk membangun kuburan berhias dengan masjid dan tempat pendidikan yang menyertainya.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
“Ini semua dari orang-orang biasa,” kata Aamir Qadri, kakak Mumtaz, menunjuk ke bangunan makam yang masih dalam kondisi pembangunan.
Aamir duduk di meja plastik kecil di pintu masuk ke makam, sebuah buku untuk mencatat sumbangan diletakkan di depannya.
“Kami membuat ini untuk dia, itu adalah haknya sebagai Aashiq-e-rasool (Pecinta Nabi),” katanya.
Aamir mengatakan bahwa ribuan orang mengunjungi makam itu setiap pekan.
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
Sejauh ini, pembangunan telah menelan biaya $ 67.000 yang semuanya adalah sumbangan dari pendukung atau dari tabungan keluarga. Jika masjid dan tempat pendidikan nantinya selesai dalam waktu sekitar dua tahun ke depan, total biaya akan menjadi sekitar $ 955.000.
“Kami akan membangun sebanyak yang kami bisa. Kami telah menempatkan batu bata, orang berikutnya akan menempatkan marmer. Dan orang berikutnya mungkin akan menempatkan emas, perak dan lainnya,” katanya.
Hukum tentang penghujatan di Pakistan telah dibukukan sejak sebelum kemerdekaan dari Inggris pada 1947, tetapi terjadi peningkatan penghujatan sejak 1980-an ketika negara itu diperkuat dengan kampanye “Islamisasi” diktator militer Zia-ul-Haq.
Hari ini, mereka yang menghina Nabi Muhammad menghadapi ancaman hukuman mati. Adapun pelanggaran lain diancam hukuman mulai dari denda hingga penjara seumur hidup.
Baca Juga: Macron akan Umumkan Perdana Menteri Baru Hari Ini
Menurut data Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat, hingga saat ini di Pakistan, sudah sekitar 40 orang yang dihukum mati atau menjalani hukuman seumur hidup karena kasus penghujatan.
Namun, menurut hitungan kantor berita Al Jazeera, warga dan massa sayap kanan telah mengambil hukum ke tangan mereka sendiri dengan menewaskan sedikitnya 68 orang atas tuduhan penghujatan sejak tahun 1990.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan, tuduhan penghujatan secara teratur telah digunakan untuk menargetkan minoritas dan untuk menyelesaikan permusuhan pribadi atau mendiskreditkan orang secara umum.
Senat debat revisi prosedur hukum penghujatan
Baca Juga: Suriah akan Buka Kembali Wilayah Udara untuk Lalu Lintas Penerbangan
Pada akhir Januari 2017, Senat Pakistan secara resmi untuk pertama kalinya dalam 24 tahun mengangkat isu potensi penyalahgunaan hukum.
“Penghujatan adalah hukum yang sangat kontroversial di Pakistan karena orang merasa sangat kuat tentang hal itu, dan kita secara alami menghormati perasaan semua orang,” kata Nasreen Jalil yang memimpin Senat Komite Hak Asasi Manusia. “Kita harus melakukan sesuatu tentang prosedur sehingga tuduhan penghujatan tidak disalahgunakan.”
Senat tidak membahas tentang membatalkan hukum. Jalil mengatakan, salah satu rekomendasi yang sedang ditinjau adalah untuk mengubah prosedur sehingga seorang perwira senior polisi harus melakukan penyelidikan sebelum kasus penghujatan diajukan yang bertujuan menyingkirkan tuduhan motif pribadi.
Kelompok-kelompok HAM menduga bahwa perubahan prosedural akan dilakukan sedikit untuk mengurangi jumlah kasus pembunuhan yang main hakim sendiri.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
“Ada kebutuhan mendesak untuk mengubah undang-undang ini. Ini seperti pedang tergantung di atas kepala semua orang. Jika Anda tidak setuju dengan beberapa sudut pandang agama, maka itu sangat mudah untuk menuduh seseorang melakukan penghujatan,” katanya. (RI-1/P1)
Sumber: Tulisan Asad Hashim di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina