Falsafah Sunda “Kumaha Engke, Engke Kumaha” merupakan sebuah prinsip hidup yang mencerminkan pendekatan yang fleksibel dan pasrah terhadap kehidupan. Secara harfiah, ungkapan ini dapat diterjemahkan sebagai “Bagaimana nanti, nanti bagaimana,” yang menunjukkan sikap menunggu dan melihat bagaimana keadaan akan berkembang tanpa terlalu banyak kekhawatiran. Meskipun demikian, konsep ini memiliki makna yang lebih dalam yang melibatkan kearifan lokal, keyakinan, dan sikap terhadap takdir.
Dalam budaya Sunda, “Kumaha Engke” sering kali dipahami sebagai ekspresi dari rasa optimisme yang bersahaja. Orang Sunda cenderung percaya bahwa apapun yang terjadi, pasti akan ada solusi yang muncul seiring dengan waktu. Keyakinan ini didasarkan pada pengalaman bahwa dalam kehidupan, situasi yang tampaknya sulit atau rumit akan menemukan jalannya sendiri untuk terselesaikan. Prinsip ini mengajarkan untuk tidak terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan, melainkan membiarkan waktu memberikan jawaban.
Sementara itu, “. Meskipun ada optimisme, orang Sunda juga menyadari bahwa masa depan tidak selalu dapat diprediksi. Oleh karena itu, ada elemen kehati-hatian dalam pendekatan ini, di mana seseorang tidak sepenuhnya pasrah tanpa pertimbangan, tetapi tetap menjaga kesiapsiagaan terhadap berbagai kemungkinan. Ini menunjukkan keseimbangan antara harapan dan kewaspadaan.
Dalam praktik sehari-hari, falsafah ini mempengaruhi cara orang Sunda berinteraksi dengan kehidupan. Misalnya, dalam menghadapi masalah atau tantangan, mereka cenderung tidak langsung bereaksi dengan panik atau stres. Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk menarik napas, menunggu, dan membiarkan waktu membantu menemukan solusi terbaik. Ini adalah bentuk kebijaksanaan lokal yang mengajarkan bahwa tidak semua masalah perlu dihadapi dengan segera dan agresif.
Baca Juga: LPPOM Beri Tanggapan soal Perubahan Wajib Halal bagi UMK dan Produk Impor
Namun, prinsip “Kumaha Engke, Engke Kumaha” bukanlah bentuk dari ketidakpedulian atau kemalasan. Sebaliknya, ini adalah cerminan dari kepercayaan diri yang tenang dan penerimaan terhadap kenyataan hidup. Orang Sunda memahami bahwa tidak semua hal dapat dikendalikan, dan ada kalanya menyerahkan diri pada proses alamiah adalah tindakan yang paling bijak.
Dari perspektif spiritual, prinsip ini juga mencerminkan keimanan terhadap takdir dan kehendak Tuhan. Dalam banyak tradisi keagamaan di Jawa Barat, ada keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana Ilahi. Oleh karena itu, sikap “Kumaha Engke, Engke Kumaha” bisa dilihat sebagai bentuk tawakal, atau kepasrahan kepada kehendak Tuhan, sambil tetap berusaha menjalani kehidupan sebaik mungkin.
Di sisi lain, falsafah ini juga memiliki dimensi sosial yang penting. Orang Sunda yang menerapkan prinsip ini cenderung lebih sabar dan tidak mudah terprovokasi. Mereka menghargai harmoni dan cenderung menghindari konflik yang tidak perlu. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sikap ini membantu menciptakan lingkungan yang damai dan penuh pengertian.
Namun, dalam era modern yang serba cepat dan penuh tekanan, falsafah “Kumaha Engke, Engke Kumaha” bisa menghadapi tantangan. Tekanan untuk bertindak cepat dan merespons secara langsung sering kali bertentangan dengan prinsip ini. Oleh karena itu, menjaga relevansi falsafah ini dalam konteks kehidupan modern membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensinya.
Baca Juga: Jangan Mengeluh
Penting untuk diingat bahwa meskipun “Kumaha Engke, Engke Kumaha” mendorong sikap tenang dan menunggu, ini tidak berarti menolak perubahan atau kemajuan. Sebaliknya, ini adalah bentuk dari kebijaksanaan yang mendorong orang untuk tidak terburu-buru dan membuat keputusan yang matang setelah mempertimbangkan berbagai faktor.
Falsafah ini juga mengajarkan nilai kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi ketidakpastian. Di tengah situasi yang sulit, orang Sunda cenderung lebih memilih untuk bersikap tenang dan menunggu hingga kondisi lebih jelas. Ini adalah cara untuk menghindari keputusan yang tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
Dalam dunia kerja, prinsip ini bisa diterapkan sebagai strategi dalam pengambilan keputusan. Dengan tidak terburu-buru dan menunggu hingga informasi lebih lengkap, keputusan yang diambil bisa lebih tepat sasaran dan tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Secara keseluruhan, “Kumaha Engke, Engke Kumaha” adalah cerminan dari kebijaksanaan lokal yang relevan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini adalah prinsip yang mengajarkan keseimbangan antara harapan dan kewaspadaan, optimisme dan realisme, serta kesabaran dan tindakan. Dalam dunia yang semakin kompleks, prinsip ini tetap relevan sebagai panduan untuk menjalani kehidupan dengan tenang, bijaksana, dan penuh pertimbangan.[]
Baca Juga: Networking dalam Ajaran Islam
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komunikasi