Oleh: Nia S. Amira; Konsultan Media untuk Negara Balkan dan Ex-Uni Soviet
Kunjungan Duta besar Azerbaijan untuk Indonesia, Jalal Mirzayev ke Yogyakarta belum lama berselang akan menjadi titik temu persahabatan dua Negara yang semakin tahun semakin erat hubungannya, baik secara formal maupun informal.
Meski kedua Negara berjarak 7.778 km, hubungan diplomatik Azerbaijan dan Indonesia cenderung dekat dan harmonis, dan Indonesia selalu menjadi teman yang baik bagi Azerbaijan dalam persoalan pelik yang dihadapi dengan Armenia.
Setelah pembubaran Uni Soviet, Indonesia mengakui kemerdekaan Republik Azerbaijan pada 28 Desember 1991, selang setahun kemudian hubungan diplomatik kedua negara secara resmi dibuka pada 24 September 1992. Kedutaan Besar Azerbaijan di Jakarta dibuka pada 12 Februari 2006 dan merupakan Kedutaan Besar Azerbaijan yang pertama di wilayah Asia Tenggara. Empat tahun kemudian, Indonesia membuka kedutaan besarnya di Baku, ibukota Negara Azerbaijan tepatnya pada 2 Desember 2010.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Seperti diketahui, kedua Negara merupakan anggota Organisasi Kerja Sama Islam dan Gerakan Non-Blok. Hubungan bilateral kedua negara berkembang sangat cepat dan dinamis dan hubungan politik tingkat tinggi didasarkan pada prinsip persaudaraan dan saling mendukung.
Kedua negara mengakui dan mendukung teritorial serta kedaulatan mereka atas perbatasan negara yang diakui secara internasional. Indonesia adalah salah satu negara yang paling keras mengutuk tindakan teror dan agresi militer Armenia terhadap Azerbaijan.
Azerbaijan dijuluki Negeri tanah berapi karena negara yang bertetangga langsung dengan Iran dan Armenia ini memiliki sumber alam yang kaya seperti minyak bumi dan gas dan menjadi pemasok minyak mentah kedua terbesar untuk Indonesia setelah Arab Saudi pada tahun 2011.
Perdagangan bilateral di antara Azerbaijan dan Indonesia mencapai US$101,1 juta pada tahun 2007 dan naik ke US$1,76 milyar pada tahun 2011. Neraca perdagangan tersebut sangat condong ke Azerbaijan karena volume perdagangan umumnya didominasi dengan impor minyak Azerbaijan ke Indonesia. Namun demikian, omzet perdagangan bilateral antara kedua Negara dapat dicatat sebagai indeks terbesar kedua antara Indonesia dan Negara-negara anggota CIS dan terbesar kedua di antara mitra dagang asing Azerbaijan.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Merupakan suatu kehormatan bagi Duta Besar (Dubes) Mirzayev dapat bertemu dengan Sultan Hamengkubuwono X pada 17 Desember 2019 yang baru lalu. Dengan penuh rasa suka cita, Mirzayev melakukan pembicaraan yang luar biasa dengan Sri Sultan, diantaranya, bagaimana mempromosikan Yogyakarta di Azerbaijan dan sebaliknya mempromosikan Yogyakarta di Azerbaijan.
Sultan Hamengkubuwono X dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta menyambut baik keinginan Dubes Mirzayev untuk membangun hubungan “Sister Province” atau propinsi kembar antara DIY dengan salah satu region di Azerbaijan. “Kota Baku yang merupakan ibukota Azerbaijan dengan penduduknya yang multi etnik, karenanya tidak mengherankan apabila saat kita berkunjung ke sana akan melihat bangunan masjid, gereja, bahkan sinagog. Negara kami memang Negara multi kultur dan rakyat kami saling bahu-membahu untuk membangun Azerbaijan,” kata Dubes Mirzayev mengenai Azerbaijan.
Hubungan yang nantinya diharapkan dapat menjembatani kebutuhan kedua belah pihak memperkuat ikatan persahabatan dalam kerangka G to G.
“Dalam konteks keagamaan dan budaya, sejarah mencatat bahwa masyarakat Jawa sudah ada terlebih dahulu sebelum agama Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke-13 masehi. Kerukunan antar umat beragama sudah ada sejak dahulu di tanah Jawa, dan ikatan budaya yang mempererat hubungan silaturahmi antar masyarakat,” demikian Sultan Hamengkubuwono X menjelaskan.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Pada hari itu, acara demi acara dilalui oleh Dubes Mirzayev bersama rombongan kecilnya dengan penuh semangat; dari kantor gubernur yang biasa disebut sebagai Kepatihan, Dubes Mirzayev berkenan menyambangi kantor RRI Yogyakarta dan disambut oleh Retno Desy Swasri, Kepala LPP RRI Yogyakarta.
Dalam wawancara langsung yang dipandu oleh jurnalis senior RRI, Munarsih Sahana, Duta besar yang murah senyum ini menceritakan pertemuannya dengan Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X dan keduanya sepakat untuk melakukan pertemuan rutin setiap tahun.
Kepada para pendengar Pro-1 RRI Yogyakarta, Mirzayev memperkenalkan Azerbaijan yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan ingin menjaring wisatawan Indonesia untuk melancong ke Azerbaijan lewat program gabungan Umroh sebelum atau sesudah dari Mekkah dan Madinah di Arab Saudi, mengingat jarak yang ditempuh sangat singkat yaitu hanya 2-3 jam saja dari Azerbaijan.
Duta Besar Jalal Mirzayev yang baru saja menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Presiden Joko Widodo pada 25 November 2019 lalu, merasa senang berada di Indonesia karena selain penduduknya ramah, ada banyak tempat indah yang wajib dikunjunginya dan selain itu ada banyak orang yang sering memintanya untuk berswafoto apabila ia sedang berada di pusat perbelanjaan.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Kedutaan Besar Azerbaijan di Jakarta telah menjalin hubungan yang erat di bidang pendidikan dengan kampus-kampus ternama yang ada di Jakarta, maupun di luar Jakarta.
Pada kunjungan kali yang pertama Dubes Mirzayev ke Yogyakarta, Mirzayev menunjuk Sekretaris III Bidang Politik dan urusan hubungan antar lembaga, Intigam Huseynov untuk mengadakan seminar internasional di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Yogyakarta) mengenai 100 tahun Kemerdekaan Republik Demokratik Azerbaijan yang dideklarasikan oleh Presiden Ilham Aliyev pada tanggal 28 Mei 2018 lalu.
Azerbaijan, negara yang sekarang berpenduduk 10 juta jiwa itu telah berkembang menjadi role model tentang toleransi bagi negara-negara di dunia saat ini.
Azerbaijan merupakan jembatan pertemuan bagi Timur-Barat, Islam-Kristen serta sponsor bagi forum perdamaian dunia.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Hujan lebat yang mengguyur kota Yogyakarta tidak menyurutkan 50 orang mahasiswa-mahasiswi UIN Yogyakarta untuk menghadiri seminar internasional yang dihelat oleh Dr. H. Waryono, M.Ag. selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, dibantu oleh Ahmad Uzair, Ph.D. selaku Ketua Bidang Hubungan Internasional. Seminar yang dihadiri oleh Rektor UIN Yogyakarta, Prof. Dr. K.H. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D berlangsung sukses pada siang hari itu.
Hari menjelang sore, namun wajah dubes Mirzayev masih terlihat bersemangat untuk menghadiri pertemuan ke-empat pada hari Selasa itu. Wakil Walikota, Drs. Heroe Poerwadi, MA yang mewakili Walikota Yogyakarta menyambut dengan senang kedatangan dubes Mirzayev ke kantornya. Heroe Poerwadi yang terkenal sebagai pribadi yang ramah ini pernah menjalani profesi sebagai wartawan selama 17 tahun.
Rakyat Azerbaijan sangat menghargai multikulturalisme, toleransi agama, dan dialog perdamaian. Baku sebagai ibukota sering dijadikan tempat pertemuan bagi negara-negara yang ingin meredakan konflik.
Negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini, setiap tahun menggelar festival budaya Timur dan Barat, serta pertemuan dialog kelompok agama-agama dan politik. Baku menjadi tempat favorit untuk konferensi internasional, seperti Islamic Solidarity Games dan European Olympic Games. Ini adalah bentuk toleransi bangsa Azerbaijan.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Azerbaijan memiliki hubungan yang harmonis dengan Indonesia, meski dipisahkan jarak yang cukup jauh, kedua negara memiliki hubungan batin yang kuat. Di bidang ekonomi, Azerbaijan menjadi negara terbesar kedua yang memasok minyak ke Indonesia.
Dubes Mirzayev merasa bangga dengan dukungan yang diberikan oleh Indonesia sebagai negara yang pertama mengakui kembali kemerdekaan Azerbaijan setelah lepas dari Uni Soviet. Mirzayev yang terlihat lebih rileks berbicara dengan Heroe mengatakan, bahwa ia merasa senang berada di lingkungan masyarakat Indonesia yang menurutnya lebih spontan dari masyarakat di negara lain. Pertemuan yang berlangsung sangat hangat itu diakhiri dengan saling tukar cinderamata dan foto bersama.
Hujan kembali mengguyur kota Gudeg saat dubes Mirzayev meninggalkan kantor Walikota Yogyakarta menuju ke kantor Majelis Ulama Indonesia Yogyakarta untuk bertemu dengan Wakil Ketua MUI Yogyakarta, Dr. H. Abdul Malik M, MA. Dihadiri 12 orang dari perwakilan ormas-ormas Islam yang ada di bawah MUI Yogyakarta, Mirzayev disambut secara kekeluargaan dan menjadi tamu kehormatan bagi payung ormas Islam tersebut.
Mirzayev mengajak MUI dan para anggotanya untuk berperan secara aktif mendukung pergerakan Azerbaijan sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim melawan kekuatan dari negara lain yang ingin terus bertikai dengan Azerbaijan. Konflik Azerbaijan dan Armenia sudah berlangsung selama 20 tahun dan Armenia telah menempati 20% wilayah Azerbaijan, termasuk Nagorno-Karabakh serta tujuh distrik di sekitarnya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Para Ketua ormas Islam yang hadir mempertanyakan solusi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Nagorno-Karabakh adalah tanah kuno dan bersejarah bagi bangsa Azerbaijan. Akibat agresi Armenia, lebih dari satu juta orang Azerbaijan menjadi pengungsi dan penduduk internal yang terlantar,” jelas Mirzayev.
Lebih lanjut Mirzayev mengatakan bahwa Armenia juga telah menghancurkan seluruh monumen budaya, termasuk masjid dan monumen Islam. Karena itulah, ia ingin agar masyarakat muslim Indonesia lewat MUI dapat bersuara lebih lantang mendukung Azerbaijan dengan tulisan-tulisan di media Islam yang ada.
Menurut Mirzayev, DK PBB pada tahun 1993 telah mengadopsi empat resolusi yang menuntut penarikan langsung, lengkap, dan tanpa syarat angkatan bersenjata Armenia dari wilayah Azerbaijan. OKI dan organisasi internasional lainnya juga mengadopsi keputusan dan resolusi yang sama. Namun, Armenia menolak untuk melaksanakan perintah PBB tersebut. Pertemuan yang diakhir sebelum azan Magrib menggema berlangsung penuh persahabatan. Para ketua ormas Islam yang sebelumnya tidak jelas mengenai konflik Azerbaijan-Armenia menjadi lebih paham dan akan terus menjalin Ukhuwah Islamiyah antar bangsa dan negara.
Hari masih pagi ketika salah ajudan Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si., menghubungi saya membicarakan “dress code” apa yang akan dipakai oleh Dubes Mirzayev saat bertemu dengan Gubernur Jawa Timur di salah satu hotel di kota Yogyakarta pada Rabu, 18 Desember 2019 lalu. Karena ada sedikit kesalah-pahaman antara ajudan dan asistennya sehingga persoalan “dress code” ini menjadi panjang.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Tentu saja saya tidak terlalu menganggap serius hal ini karena saya sudah paham apa yang akan saya lakukan. Ibu Khofifah seorang yang cerdas, perfeksionis, namun ramah dan saya paham sekali mengenai hal itu. Ajudan tersebut menjemput saya dan saya bermaksud menemui pak dubes terlebih dahulu sebelum berangkat ke pertemuan siang itu. Sang ajudan masih belum merasa nyaman sebelum tahu “dress code” apa yang akan dipakai oleh pak dubes.
Saya tahu ajudan itu sangat gelisah, dan saat bertemu dubes Mirzayev di lobby hotel, saya utarakan kegelisahan sang ajudan. Saya katakan kepada pak dubes bahwa Ibu Khofifah ingin pertemuan dalam suasana yang lebih bersahabat meski ruangan sudah di setting layaknya pertemuan formal.
Dengan senyum khasnya, dubes Mirzayev mengatakan sangat senang apabila bertemu dengan ibu Gubernur dalam suasana yang lebih bersahabat.
Saya lihat belum ada senyuman di wajah sang ajudan dan dia masih sangat bimbang saat Dubes Mirzayev masih dengan jas biru keabuan yang dipakainya. Setelah saya meyakinkan ajudan tersebut bahwa pak dubes akan melepaskan jasnya saat tiba di hotel, barulah saya melihat senyuman tersungging di wajahnya.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Sebelum dilantik menjadi Gubernur Jawa Timur pada 13 Februari 2019, Khofifah pernah menjadi Menteri Sosial Indonesia ke-27 pada era presiden Abdurrahman Wahid mulai 2014 hingga 2018. Banyak prestasi yang diraih oleh Khofifah dan untuk lebih fokus mengurus kota kelahirannya, Surabaya, Khofifah kemudian memilih mengundurkan sebagai Menteri Sosial agar bisa fokus ke pemilihan di daerah.
Siang itu, Ibu Gubernur berkebaya pink dengan aksen bordir kerawangan dan hijab dengan warna senada. Dengan saputan make up tipis, Khofifah yang biasa tampil sederhana, hari itu terlihat sangat segar. Khofifah merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Gubernur di propinsi Jawa Timur.
Mirzayev dengan rombongan kecilya menjelaskan tentang negara Azerbaijan yang ingin mengadakan hubungan G to G dengan propinsi Jawa Timur mengingat ibukota Surabaya adalah salah satu pusat industri besar di kawasan timur Jawa.
Khofifah yang didampingi lima Kepala Dinasnya menjabarkan keunggulan propinsi Jawa Timur. Tren perdagangan akan melibatkan Jatim saat ibukota pindah ke Kaltim. Khofifah menawarkan 218 proyek strategis kepada Azerbaijan dengan nilai yang berimbang akan didapat oleh Azerbaijan apabila kerjasama dapat diwujudkan.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Selain infrastruktur, IT, Pelabuhan, dan Transportasi publik, Khofifah juga menawarkan kerjasama di bidang pariwisata yang cukup menarik bagi wisatawan asing. Jawa Timur memiliki “Nature Destination” seperti Kawah Bromo, Kawah Ijen, 58 pulau yang ada di Jawa Timur serta “Islamic Ziyarah Tour”, kunjungan ke tempat-tempat ziarah 9 Wali Songo di mana lima tempat ziarah tersebut berada di provinsi Jatim.
Selain ziarah Wali Songo, para peziarah masih ramai mengunjungi makam Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berada di Jombang. Setiap tahun ada dua juta orang yang setia mengunjungi makan mantan presiden ke-empat Republik Indonesia itu.
Harapan yang baik untuk bekerjasama dalam bidang Islamic Ziyarah Tour ini diamini oleh dubes Mirzayev dan Azerbaijan juga memiliki potensi yang baik dalam bidang pariwisata.
Mirzayev ingin menggabungkan perjalanan umroh dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Azerbaijan, khususnya bangunan masjid tua serta pusat seni dan budaya.
Pertalian hubungan antara Azerbaijan dan Indonesia sudah dimulai lama, bahkan sejak enam abad yang lalu tepatnya pada abad ke-15 masehi, di mana baru-baru ini ada fakta yang menjelaskan bahwa yang selama ini disebut sebagai Ibrahim Samarkandi yang bernama lengkap Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Wali dari silsilah Wali Songo Pertama ternyata berasal dari Azerbaijan.
Maulana Malik Ibrahim hidup di kurun waktu abad ke-15. Dari tempatnya di semenanjung laut Kaspia, Azerbaijan, Ibrahim pergi ke Samarkand, Uzbekistan untuk belajar ilmu agama. Setelah merasa sudah cukup mumpuni, Ibrahim pergi ke Indonesia dan menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Tentu saja berita yang mengandung sejarah ini sangat menarik bagi masyarakat kedua Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Profesor Zaur Aliyev, yang merupakan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Azerbaijan bersama duta besar RI untuk Azerbaijan, Husnan Bey Fananie, memberikan pernyataan bahwa fakta tentang Maulana Malik Ibrahim yang merupakan sarjana ilmu agama dari Azerbaijan ini memiliki posisi sangat dominan dalam sejarah Islam di Indonesia.
Maulana Malik Ibrahim di Indonesia dikenal sebagai Kakek Bantal dan Sunan Gresik. Beliau dianggap sebagai cikal bakal Wali Songo pertama. Nama Maulana Malik Ibrahim tercatat dalam sejarah Indonesia; diabadikan sebagai nama Masjid dan nama Jalan di Jawa Timur. Naskah Al-Quran yang ditulis oleh ulama besar ini masih disimpan dengan baik di Indonesia. Khofifah menawarkan kerjasama yang lebih luas dengan asosiasi penyelenggara umroh di Jawa Timur.
Saat menjabarkan konflik dengan Armenia, Mirzayev ingin pertalian yang lebih erat dengan masyarakat muslim yang ada di Jawa Timur karena Azerbaijan adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim.
Khofifah ingin para diplomat Azerbaijan lebih aktif menghadiri acara-acara yang diselenggarakan oleh ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia sehingga gaung tentang muslim di Azerbaijan lebih banyak terdengar di kalangan ulama. Keduanya sepakat untuk mengadakan program besar di Surabaya di tahun 2020 ini, menjelang kedatangan Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev ke Indonesia.
Waktu berlalu cepat dan tidak terasa sudah satu setengah jam berlalu dan pertemuan yang berlangsung sangat dinamis itu diakhiri dengan pertukaran cinderamata dari kedua belah pihak serta foto bersama.
Dubes Mirzayev kembali ke Jakarta dengan secercah harapan untuk Tahun 2020, akan mempererat hubungan bilateral kedua negara serta kunjungan yang signifikan ke beberapa pemimpin daerah yang telah ditemuinya.(AK/R01/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)