
Situasi dermaga jelang liburan akhir tahun. (foto: industri.bisnis.com)
Jakarta, MINA – Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono menilai pemerintah tidak mampu menyediakan infrastruktur dermaga lintas Merak-Bakauheni dengan baik sehingga lalu lintas tidak berjalan lancar.
“Pemerintah tidak bisa mengatur lintas Merak-Bakauheni, bahkan membiarkan persaingan tidak sehat terus berlangsung di penyeberangan tersibuk di Indonesia itu, sehingga merugikan masyarakat. Kondisi Merak-Bakauheni kini makin memprihatinkan, karena sekitar 60 persen kapal ferry menganggur akibat kekurangan dermaga,” katanya dalam pernyataan tertulis kepada Parlementaria, Senin (22/01).
Menurutnya, pemerintah layak disalahkan karena tidak sanggup menyediakan infrastruktur dengan baik,.
“Ada sekitar 68 kapal ferry di lintasan Merak-Bakauheni, dermaga yang tersedia hanya enam pasang dan hampir semua dermaga kapasitasnya di bawah 4.000 GRT (Gross Registered Tonnage), sementara di sana banyak kapal berukuran lebih dari 10.000 GRT,” ujarnya.
Baca Juga: VNL Putra 2025: Ukraina Redam Kebangkitan Jepang dalam 5 Set Menegangkan
Ia menambahkan, banyak fender dermaga ditempat itu ambruk karena tidak kuat menahan kapal besar, bahkan ada kapal-kapal karatan namun tetap diizinkan berlayar. Hal tersebut mencerminkan tidak adanya konsep pelayanan dan keselamatan yang baik.
“Kalau keselamatan dikorbankan, ketersediaan kapasitas juga terdampak, karena kapal banyak yang mogok. Perusahaan terpaksa minta kenaikan tarif sebab tidak bisa bertahan hidup dengan kondisi kapal yang beroperasi hanya 30-40 persen,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menyatakan, pasalnya meski kapal menganggur, ia harus tetap membayar biaya kru dan operasional lainnya. Apalagi, genset yang digunakan kapal harus tetap menyala dan itu menyerap anggaran yang tidak sedikit.
“Rakyat akan marah sebab solar kapal itu disubsidi dari pajak,” tegasnya.
Baca Juga: Erupsi Ganda Gunung Semeru, Warga Diimbau Jauhi Besuk Kobokan
Ia mengemukakan, permasalahan ini bermula dari kebijakan perubahan ukuran kapal di Merak-Bakauheni menjadi minimal 5.000 GRT, seperti diatur dalam Peraturan Menteri No.88/2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni.
“Kebijakan ini tidak bijak dan berbahaya. Masa sepi penumpang (low seasons) di Merak-Bakauheni kini lebih banyak, sekitar 60-70 persen,”
Ia menambahkan, ketika masa sepi penumpang kapal kecil (3.000 GRT) dibutuhkan. Namun, ketika ramai penumpang, kapal besar berperan, sementara kapal besar butuh bahan bakar yang juga besar, untuk itu lebih baik menambah dermaga daripada menambah kapal besar.
“Investasi kapal jauh lebih mahal daripada membangun dermaga. Tambahan sepasang dermaga bisa untuk enam kapal. Idealnya ada 12 pasang dermaga di Merak-Bakauheni supaya semua kapal yang nganggur itu bisa beroperasi,” paparnya. (R/R10/P2)
Baca Juga: Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Serangan ke RS Al-Ahli di Gaza, Hancurkan Ruang Bedah dan ICU