Muhammadiyah: Memilih Pemimpin Seakidah Sesuai Konstitusi

. Foto: Rina/MINA

 

Jakarta, 17 Jumadil Awwal 1438/14 Februari 2017 (MINA) – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut memilih pemimpin yang seagama tidaklah berarti anti konstitusi.

“Dari mana dasarnya? Agama itu tumbuh dalam kehidupan bangsa kita sejak awal. Kedua, pembukaan UUD juga menyebutkan ‘Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa’. Selanjutnya dalam Pancasila sila pertama juga jelas menyebutkan hal itu,” katanya kepada wartawan di kantor Pusat Muhammadiyah, Selasa (14/2).

Menurutnya yang dilarang itu adalah pihak-pihak tertentu yang menggunakan agama atau etnis dan budaya untuk menghalangi orang lain dari memilih pemimpin berdasarkan agama.

“Apalagi mengintimidasi atau sampai melakukan kekerasan,” tambahnya.

Menurut Haedar, orang yang mengatakan memilih pemimpin berdasar agama adalah anti konstitusi tersebut tidaklah mengerti arti demokrasi keberagaman di Indonesia.

Dia melanjutkan setiap keberagaman akan diuji, apalagi Indonesia yang sangat bermacam-macam latar, budaya, suku, bahasa dan agama.

Dia mengatakan, umat sebenarnya telah menjadi faktor integrasi sosial dan nasional. Indonesia adalah negara Pancasila hasil konsensus nasional semua pihak, tidak membedakan mayoritas dan minoritas.

diuji

Mengenai toleransi, Haedar berpendapat harusnya umat selain non Islam tidak merasa tersinggung atau terlecehkan dengan kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Karena, menurutnya, kalau berbicara toleransi banyak umat Islam di daerah-daerah lain juga diperlakukan diskriminasi.

“Misalkan kasus warga susah mendirikan di Bogor, nah sebenarnya Muslim juga kesulitan mendirikan di Sulawesi, Bali. Cuman bedanya berita yang gereja diangkat ke media internasional, sementara yang Masjid tidak, jadi seolah-olah tidak toleransi,” tambahnya.

Tapi menurutnya selama ini umat Indonesia tidak mempermasalahkan hal itu dengan besar karena warga menerima kearifan lokal di daerah masing-masing.(L/RE1/P02)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)