Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kutukan 80 Tahun Kehancuran Israel, Mungkinkah Terjadi?

Arina Islami Editor : Rudi Hendrik - 3 jam yang lalu

3 jam yang lalu

84 Views

Prof Abd Al-Fattah dalam acara Saladin Camp Pembebasan Baitul Maqdis di Yogyakarta, Selasa, 24 September 2024. (Foto: MINA)

Yogyakarta, MINA – Sejarah konflik Zionis Israel dan Palestina mulai memanas pada 1947, ketika PBB mengadopsi Rencana Pembagian Palestina yang bertujuan membagi wilayah menjadi negara Yahudi dan Arab.

Setelah itu, konflik semakin tegang setelah komunitas Yahudi di Palestina mendeklarasikan berdirinya negara Israel di depan 259 tamu undangan di Museum Tel Aviv pada 14 Mei 1948.

Konflik Israel dan Palestina yang berkepanjangan melahirkan sebuah istilah baru yang diucapkan oleh para pemimpin perlawanan Palestina, yaitu kutukan 80 tahun Israel atau kutukan dekade kedelapan.

Sederhananya, maksud dari kutukan 80 tahun Israel adalah bahwa Israel akan menghadapi kehancurannya di umur 80 tahun atau tidak lebih dari 80 tahun. Kutukan ini pun diyakini oleh warga dan pemimpin-pemimpin Israel.

Baca Juga: Komisi Islam-Kristen Yerusalem Desak Majelis Umum PBB Boikot Pendudukan Israel

Pendiri Gerakan Hamas, Syeikh Ahmad Yasin berdialog dengan Ahmed Mansour dalam program “Syahid ‘Ala Al-‘Asr” di stasiun televisi Al Jazeera pada 1999 silam. Ia berujar bahwa kehancuran Israel ialah tahun 2027.

“Saya katakan, insyaAllah Israel akan hancur di awal abad mendatang, tepatnya pada 2027, Israel tidak akan ada lagi,” ujarnya.

Syekh Ahmad Yassin secara spesifik menyebutkan tahun 2027. Apabila merujuk pada pernyataan ini, maka kehancuran Zionis Israel tinggal tiga tahun lagi.

Pakar Pembebasan Baitul Maqdis, Prof. Dr. Abd Al-Fattah El-Awaisi memberikan penjelasan terkait maksud dari pernyataan Ahmad Yassin itu.

Baca Juga: UNRWA: Kami Kesulitan Datangkan Keperluan Musim Dingin ke Gaza

“Empat puluh tahun adalah pergantian generasi, generasi di 40 tahun pertama adalah generasi yang kuat dengan doktrin dan semangat yang kokoh. Sehingga 40 tahun pertama adalah masa kejayaan sebuah bangsa,” kata Prof Abd Al-Fattah dalam acara Saladin Camp Pembebasan Baitul Maqdis di Yogyakarta, Selasa, 24 September 2024.

“Sementara 40 tahun selanjutnya, ditempati oleh generasi yang lemah. Generasi yang mulai lupa dengan sejarah dan visi misi. Empat puluh ditambah 40 berarti 80 tahun. Artinya, di usia 80 tahun, sebuah bangsa berpotensi menghadapi kehancuran,” jelasnya.

Dalam hal ini, Israel pun mengalami masa kejayaannya pada 40 tahun pertama yakni periode 1947 hingga 1987.

Di puncak kekuatan dan keangkuhan Zionis Israel pada 1987, Syekh Ahmad Yassin membentuk gerakan Hamas dan terjadilah Intifada (perlawanan rakyat Palestina) yang pertama. Perlawanan itu dipenuhi serangkaian demonstrasi, aksi boikot dan mogok kerja, serta serangan menggunakan batu, bom molotov, dan senjata api terhadap penjajah Zionis Israel.

Baca Juga: Polisi Israel Pukuli Yahudi Ultra Ortodok di Beit Shemesh

Prof Abd Al-Fattah menjelaskan, tahun 2027 mendatang, usia perlawanan Hamas ialah 40 tahun, usia ketika sebuah bangsa atau sebuah gerakan berada di puncak kekuatan dan kejayaan.

Sementara di tahun 2027, usia Zionis Israel ialah 80 tahun, usia senja, usia ketika sebuah bangsa berada di puncak kelemahan dan kehancuran.

“Ini sudah ditandai dengan adanya Taufan Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023. Sebuah perlawanan yang tidak terbaca oleh Zionis Israel dan berhasil menghancurkan Israel dari segala lini, baik ekonomi, militer, perpindahan penduduk Israel, hingga citra di kancah internasional,” kata Guru Besar Hubungan Internasional di sejumlah universitas di Inggris, Turkiye, Malaysia, dan negara-negara Arab itu.

Dengan demikian, Prof Abd Al-Fattah menilai, kutukan atau prediksi tersebut sangat berpotensi terjadi dengan merujuk pada situasi saat ini dan sejarah masa lampau yang menunjukkan bahwa kekuasaan Yahudi tidak pernah bertahan lebih dari 80 tahun.

Baca Juga: Israel Larang Adzan Subuh di Masjid Ibrahimi selama Delapan Hari

Pada 1 April 2002, Newsweek, majalah mingguan AS yang berpusat di New York menerbitkan sebuah laporan khusus membahas tentang masa depan Israel dengan cover bendera bintang David dan judul: The Future of Israel, How Will it Survive?

Berdasarkan penelitian serta wawancara dengan sejumlah sejarawan Israel baik Yahudi dan non-Yahudi, Newsweek menyimpulkan bahwa Israel adalah sebuah negara tanpa masa depan.

Tanggal 28 Oktober 2023 lalu, Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer HAMAS kembali mengingatkan zionis Israel bahwa laknat dasawarsa ke-8 akan menimpa negara Yahudi tersebut. Masa kehancuran Israel tinggal menghitung hari. Laknat “Al-‘Aqd Al-Tsamin” merupakan periode yang sangat ditakuti oleh orang-orang Yahudi.

Bahkan, tahun lalu Ehud Barak, mantan PM Israel mengutarakan kekhawatirannya tentang prediksi bahwa negara Zionis itu akan hancur sebelum berumur 80 tahun. Barak berasumsi bahwa sejarah kerajaan atau negara Yahudi sebelumnya belum pernah ada yang berumur lebih dari 80 tahun, sebagaimana ia tulis dalam sebuah opini di surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth.

Baca Juga: Hadapi Lebanon, Israel Nyatakan Situasi Darurat Khusus

Saa ini, kita melihat sebuah fenomena luar biasa yang menunjukkan Palestina menjadi pusat perhatian dunia dan Israel kehilangan muruah. Belum pernah dunia se-Palestina ini. Dukungan untuk Palestina datang dari berbagai penjuru, bahkan dari warga sipil sebuah negara yang pemerintahannya menjadi sekutu setia Zionis Israel, Amerika Serikat.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Presiden Palestina Desak Jaksa ICC Percepat Penyelidikan Kejahatan Perang Israel

Rekomendasi untuk Anda