Jakarta, MINA – Kementerian Agama (Kemenag) akan merespon dengan beberapa langkah setelah nanti menerima draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang telah disepakati sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Terkait itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan bahwa ada tahapan-tahapan yang akan dilakukan pemerintah melalui Kemenag dalam hal ini.
Menurutnya, pemerintah saat ini masih menunggu draft yang disusun oleh DPR. Sebab, RUU itu merupakan inisiatif DPR.
“Jika sudah menerima draft RUU tersebut, langkah pertama yang dilakukan adalah menghimpun masukan dari stakeholder, baik tokoh agama, pimpinan ormas, pengelola pendidikan keagamaan, dan lainnya,” katanya pada Ahad (28/10) di Jakarta, demikian dikutip dari laman Kemenag.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Ia mengaku kalau pihaknya sudah mulai menerima dan mencatat masukan dari berbagai kalangan terkait RUU itu. Sejumlah pimpinan Ma’had Aly, Diniyah dan Pesantren Muadalah misalnya, sudah membuat catatan kritis sekaligus usulan bagi perbaikan RUU yang diajukan DPR.
“Demikian juga catatan kritis PGI tentang Sekolah Minggu dan Katekisasi. Semua itu akan kita bahas bersama agar diperoleh rumusan terbaik,” tegasnya.
Langkah selanjutnya, kata Menag, melakukan kajian atas draft RUU yang telah disusun oleh DPR. Kajian itu dimaksudkan untuk menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas RUU versi DPR. DIM yang telah disusun lalu dibahas bersama dengan stakeholders pesantren, sekolah Ahad dan pendidikan keagamaan lainnya.
“Selanjutnya, kami akan merumuskan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan versi pemerintah. RUU tersebut lalu dibahas bersama di DPR melalui tahapan mekanisme legislasi hingga disahkan menjadi UU,” paparnya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Draft RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan cukup banyak mendapat respon (pro kontra) publik. Salah satunya datang dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). PGI menilai klausul syarat pendirian pendidikan keagamaan (pasal 69 dan 70) paling sedikit 15 peserta didik serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tidak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Ahad dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren. (R/R10/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru