Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LANGKAH RUSIA DI SURIAH BUAT PANIK OBAMA DAN NETANYAHU

Rudi Hendrik - Selasa, 29 September 2015 - 15:53 WIB

Selasa, 29 September 2015 - 15:53 WIB

1408 Views

Presiden Amerika Serikat dan Rusia, Barack Obama dan Vladimir Putin, berbenturan tentang status Presiden Suriah Bashar Al-Assad. (Foto: dok. ARA News)
Presiden <a href=

Amerika Serikat dan Rusia, Barack Obama dan Vladimir Putin, berbenturan tentang status Presiden Suriah Bashar Al-Assad. (Foto: dok. ARA News)" width="300" height="169" /> Presiden Amerika Serikat dan Rusia, Barack Obama dan Vladimir Putin, berbenturan tentang status Presiden Suriah Bashar Al-Assad. (Foto: dok. ARA News)

Oleh Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Kondisi perang saudara di Suriah yang masih memburuk dan memaksa jutaan warganya membanjiri negara-negara tetangga, terutama serbuan pengungsi ke benua Eropa, kian melibatkan negara-negara sekutu dan lawan rezim Bashar Al-Assad untuk lebih berperan di medan tempur.

Krisis Suriah menjadi salah satu isu utama yang diperdebatkan oleh para pemimpin dunia dalam Sidang Umum PBB ke-70 di New York, terlebih setelah Pemerintah Rusia meningkatkan keberadaan kekuatan militernya di Latakia, kota pesisir Suriah.

Sebagai pemimpin koalisi lebih 60 negara dalam memerangi kelompok Islamic State (ISIS/Daesh) di Suriah, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama merasa wajib bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memungkinkan terjalinnya koordinasi bersama terkait peran kedua negara di tanah Suriah.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Namun pertemuan kedua pemimpin itu masih mengalami benturan dalam memandang krisis Suriah, terutama tentang kursi Presiden Suriah yang masih diduduki oleh Assad.

Presiden Obama mendesak transisi politik di Suriah untuk menggantikan Assad, tetapi Putin memperingatkan itu akan menjadi kesalahan besar jika rezim sekarang disingkirkan dari kekuasaan.

Di depan Majelis Umum PBB, Putin mengatakan, adalah kesalahan besar untuk tidak melibatkan tentara Suriah dalam memerangi ISIS. Menurutnya, militer Suriah adalah satu-satunya kekuatan yang benar-benar memerangi kelompok bersenjata ISIS di negara itu.

“Kami pikir itu adalah kesalahan besar untuk menolak bekerja sama dengan pemerintah Suriah dan angkatan bersenjatanya, yang gagah berani berjuang menghadapi terorisme di front,” kata Putin.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Putin Bantah Intervensi Militer di Suriah

Dalam penampilan pertamanya di PBB setelah 10 tahun, Presiden Putin menepis tuduhan jika Rusia melakukan intervensi militer di Suriah. Putin mengatakan Russia tidak memiliki otoritas untuk melakukan serangan udara ataupun darat.

Sebelumnya AS pernah menuduh Rusia mengirimkan jet tempur, tank, artileri, dan pasukan angkatan daratnya untuk membantu pasukan yang loyal terhadap Assad melawan kelompok anti-Assad.

“Kami tidak memiliki otoritas apapun. Jika kami akan beraksi, kami pasti akan sangat menghormati norma hukum internasional,” ujar Putin.

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Norma hukum internasional itu memerlukan permintaan langsung dari pemerintah negara terkait atau otoritas resolusi Dewan Keamanan PBB.

Putin juga membantah jika pasukannya bergabung dengan tentara Assad di Suriah. Pengerahan personil dan persenjataan militer ke Latakia masih dinilai wajar, karena Rusia memiliki pangkalan angkatan laut utama di daerah pantai itu.

Langkah Rusia di Suriah Khawatirkan Netanyahu dan Obama

Pertemuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden <a href=

Rusia Vladimir Putin di Moskow, Senin, 21 September 2015. (AP Photo/Maxim Shemetov)" width="300" height="169" /> Pertemuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, Senin, 21 September 2015. (AP Photo/Maxim Shemetov)

Nikolay Kozhanov dari Lembaga Kebijakan Chatham House di London, mengatakan Rusia saat ini menempatkan 20 jet tempur dan sejumlah helikopter di Suriah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Kepada Anadolu Agency, Kozhanov mengatakan, Moskow kemungkinan mengirim sistem pertahanan anti-rudal di dua pangkalan militernya di Latakia, Suriah.

Rusia juga diduga mengirimkan 1.700 tentara ke Suriah barat untuk membantu menopang rezim Assad atas nama memerangi ISIS dan oposisi.

Langkah militer Rusia ini menimbulkan kekhawatiran bagi Washington dan negara-negara sekutunya, terutama Israel.

Langkah itu memaksa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terbang ke Moskow bertemu Putin pada Senin pekan lalu, 21 September 2015.

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Pertemuan itu bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bentrokan antara pasukan militer Rusia dan Israel di Timur Tengah.

Netanyahu mencari kepastian dari Putin tentang penyebaran militernya di Suriah. Israel mengkhawatirkan adanya risiko senjata dikirim kepada kelompok bersenjata di perbatasan Suriah-Israel.

Namun Putin mengatakan kepada tamunya itu, tindakan Rusia di Timur Tengah akan selalu “bertanggung jawab”.

Bahkan Obama harus melakukan pertemuan berisiko dengan Putin, di mana hubungan kedua negara “tidak baik” untuk krisis di Ukraina.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Kritik untuk AS

Pada kesempatan di PBB, tanpa menyebut Amerika Serikat, Presiden Rusia juga mengkritik Barat karena mempersenjatai oposisi moderat di Suriah.

Obama telah menuai kritikan keras dari kalangan kongres atas gagalnya program pelatihan dan mempersenjatai oposisi moderat Suriah.

Sebelumnya dilaporkan, kelompok pejuang Suriah yang dilatih dan dididik AS dilaporkan menyerahkan kendaraan dan senjatanya kepada kelompok oposisi Nusra Front demi mendapat perjalanan yang aman.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

“Kami belajar akhir-akhir ini, (Pasukan Suriah Baru) Unit NSF pada kenyataannya memberikan enam truk pickup dan sebagian amunisinya ke tersangka Nusra Front,” kata Juru Bicara Pentagon Kapten Jeff Davis, Jumat, 25 September.

“Jika akurat, laporan anggota NSF yang menyediakan peralatan untuk Nusra Front sangat memprihatinkan dan pelanggaran terhadap pedoman program pelatihan di Suriah,” kata Kolonel Patrick Ryder yang mengawasi upaya melawan kelompok ISIS.

Ryder menambahkan, kendaraan pickup dan amunisi merupakan sekitar 25 persen dari peralatan yang dikeluarkan untuk NSF oleh koalisi pimpinan AS.

Perkembangan ini adalah kemunduran memalukan yang lain bagi upaya AS untuk “melatih dan memperlengkapi” pejuang Suriah dalam melawan ISIS di Suriah.

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Program beranggaran $ 500 juta yang awalnya bertujuan untuk melatih sekitar 5.400 pejuang selama tiga tahun, namun masalahnya hanya sebagian kecil yang berhasil AS latih dalam program tersebut.

Lulusan pelatihan pertama sebanyak 54 pejuang, telah diserang oleh Nusra Front pada Juli dan Pentagon masih belum mendapat informasi yang jelas tentang apa yang terjadi dengan mereka semua.

Kelompok pelatihan kedua yang terdiri sekitar 70 pejuang, dikirim kembali ke Suriah akhir pekan lalu dan laporan yang beredar di Twitter menyebutkan mereka membelot atau menyerahkan persenjataannya.

Program ini telah goyah, dimana Pentagon mengatakan banyak calon pejuang telah gagal dalam proses penyaringan yang ketat.

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Pemimpin gerakan bersenjata Hizbullah Lebanon, Hasan Nasrallah, yang menyambut baik langkah militer Rusia di Suriah mengatakan, kegagalan kampanye koalisi pimpinan Amerika Serikat terhadap ISIS telah memaksa Moskow turun tangan. (T/P001/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Rekomendasi untuk Anda