Beijing, MINA – Pemulihan ekonomi China akibat pandemi virus corona, yang sempat goyah, mulai menguat karena masyarakat telah kembali ke aktivitas di pusat perbelanjaan. Sementara Amerika Serikat (AS) dan Eropa justru tengah mengalami penurunan yang luar biasa.
China negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu meningkat 4,9 persen pada kuartal III 2020 dibanding tahun sebelumnya dalam tiga bulan yang berakhir pada September, naik dari kuartal sebelumnya 3,2 persen, menurut data Biro Statistik Nasional PDB yang dirilis pada Senin (19/10).
Laporan itu juga mengungkapkan, pengeluaran ritel kembali naik ke atas level sebelum virus untuk pertama kalinya bersamaan dengan output pabrik yang ikut meningkat. Hal itu didorong oleh permintaan ekspor masker dan pasokan medis lainnya.
International Monetary Fund (IMF) sendiri memperkirakan ekonomi China akan terus tumbuh hingga 1,9 persen pada tahun 2020. Proyeksi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan kontraksi ekonomi sebesar 5,8 persen di Amerika Serikat dan 8,3 persen di 19 negara di Eropa.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Produksi industri China naik 5,8 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, peningkatan yang nyata selama paruh pertama kontraksi 1,3 persen. Eksportir China mengambil pangsa pasar dari pesaing asing yang masih terkendala pengendalian anti virus.
Penjualan ritel naik 0,9 persen dari tahun sebelumnya, naik dari kontraksi 7,2 persen di paruh pertama karena konsumen yang sudah cemas tentang ekonomi yang melambat dan perang tarif dengan Washington. Demikian pula perdagangan online juga naik 15,3 persen.
Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics mengatakan dalam sebuah laporan, pertumbuhan ekonomi China “masih akan meningkat” pada kuartal saat ini.
“Sebagian besar pasar saham Asia naik di tengah berita peningkatan aktivitas di China, mitra dagang terbesar untuk semua tetangganya,” kata Pritchard.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
China, tempat pandemi dimulai pada Desember, menjadi ekonomi besar pertama yang kembali tumbuh setelah Negeri Tirai Bambu itu berhasil mengendalikan keganasan virus corona pada Maret dan mulai membuka kembali pabrik, toko, dan kantor.
Perekonomian mengalami kontraksi 6,8 persen pada kuartal pertama, kinerja terburuknya setidaknya sejak pertengahan 1960-an, sebelum pulih kembali.
Perekonomian negara itu menuju “pemulihan yang stabil,” kata Biro Statistik Nasional dalam sebuah laporan. Namun, laporan itu juga memperingatkan, “lingkungan internasional masih rumit dan parah.” China menghadapi tekanan besar untuk mencegah kebangkitan virus.
Pihak berwenang telah mencabut pembatasan perjalanan dan bisnis, tetapi pengunjung pemerintah dan gedung-gedung publik lainnya masih diperiksa untuk mengetahui gejala virus itu. Wisatawan yang datang dari luar negeri harus dikarantina selama dua pekan. (T/R2/P1)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)