Laporan: Israel Rentan Kerawanan Pangan karena Ketergantungan Impor Pangan

Israel tumbuh terlalu bergantung pada impor dari negara lain untuk pasokan makanan, membuatnya rentan terhadap potensi kerawanan pangan utama. (Foto: Istimewa)

Tel Aviv, MINA – Dalam sebuah laporan baru dari The Shoresh Institution for Socioeconomic Research, Profesor , Ayal Kimhi, mengatakan Israel tumbuh terlalu bergantung pada impor dari negara lain untuk pasokan makanan, sehingga membuatnya rentan terhadap potensi kerawanan pangan utama.

Dia menggarisbawahi, Tel Aviv menjadi semakin tergantung pada impor pangan internasional.Middle East Monitor melaporkan, Rabu (23/11).

Ia mengatakan bahwa “mungkin memiliki beberapa manfaat dalam jangka pendek, tetapi juga dapat meningkatkan risiko terhadap ketahanan pangan dalam jangka panjang”.

Kimhi mengkritik kebijakan pemerintah Israel mengurangi tarif impor pada produk internasional untuk menurunkan biaya hidup sebagai salah arah, menurutnya itu hanya memperdalam ketergantungan pada impor dan meningkatkan risiko kekurangan pasokan dalam waktu dekat pada kasus varietas tantangan.

“Tantangan yang signifikan, bisa menjadi gangguan [rantai pasokan], bisa jadi harga lebih tinggi di masa depan karena perubahan iklim dan faktor lainnya. Jika kita bergantung pada impor dan tidak menyeimbangkannya dengan produksi lokal, kita dapat membuka diri kita sendiri untuk resiko yang lebih tinggi,” katanya.

Sebaliknya, Kimhi merekomendasikan penguatan dan penyegaran pembangunan serta produksi dalam industri pertanian domestik negara itu, yang dalam beberapa dekade terakhir telah dilampaui oleh fokus Israel pada sektor teknologi tinggi.

“Pertanian tidak dapat bersaing dengan teknologi tinggi atau teknologi pangan, tetapi jika kita ingin mempertahankan portofolio sumber pangan, itu harus mencakup sebagian besar produksi lokal, yang penting untuk menstabilkan pasokan. Jika rantai nilai internasional tidak berfungsi pada suatu saat karena masalah global, maka Anda memerlukan produksi lokal untuk menebusnya,” ujarnya.

“Saat menerapkan kemajuan teknologi ke dalam pertanian. Saat ini, semua sinyal yang diberikan oleh pemerintah adalah pertanian tidak penting. Dan harus jelas bahwa pertanian akan tetap ada,” tambah Kimhi.

Profesor itu juga mengutip ketimpangan pendapatan dan kelebihan populasi di negara itu sebagai tantangan signifikan yang perlu diatasi, dengan mengatakan bahwa yang terakhir menghasilkan “lebih banyak mulut untuk diberi makan” dan “mengurangi kemampuan sektor pertanian untuk menyediakan makanan yang cukup bagi penduduk.”

Kimhi menyerukan pembentukan otoritas publik yang akan merumuskan strategi ketahanan pangan nasional, memecahnya menjadi tujuan yang dapat dicapai dan langkah-langkah kebijakan yang dapat diterapkan, juga untuk mengawasi penerapannya. (T/R7/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)