Washington D.C, MINA – Larangan perjalanan terbaru yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai berlaku efektif pada Senin (9/6). Kebijakan tersebut membatasi sepenuhnya akses masuk bagi warga dari 12 negara, sebagian besar berasal dari kawasan Afrika dan Timur Tengah.
Adapun 12 negara yang masuk dalam daftar larangan adalah: Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman sebagai negara dengan pembatasan penuh. Selain itu, pembatasan parsial diberlakukan terhadap warga dari Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela. Al-Jazeera melaporkan.
Kebijakan ini muncul lebih dari delapan tahun setelah larangan perjalanan pertama Trump pada 2017 yang sempat memicu kekacauan di bandara dan serangkaian sengketa hukum.
Meski lima negara dalam daftar terbaru bukan mayoritas Muslim, mayoritas negara yang terdampak adalah negara berkembang dengan populasi non-kulit putih.
Baca Juga: Aktivis Kapal Madleen Sebut Tidak Akan Melawan Meski Dibunuh Israel
Kebijakan ini menuai kritik luas dari berbagai pihak. Abby Maxman, Presiden Oxfam America, menyebut kebijakan ini sebagai langkah diskriminatif yang berupaya menstigmatisasi komunitas tertentu.
“Kebijakan ini tidak berkaitan dengan keamanan nasional, tetapi dengan menyebarkan kebencian dan memperburuk kondisi masyarakat yang membutuhkan perlindungan,” ujar Maxman seperti dikutip The Guardian.
Analis politik dan hubungan internasional, Mikhail Nyamweya memperkirakan kebijakan tersebut akan memperburuk isolasi negara-negara Afrika yang bergantung pada koneksi internasional untuk pendidikan dan peluang ekonomi.
Berbeda dengan larangan perjalanan tahun 2017 yang memicu protes besar dan dijuluki sebagai “Muslim Ban,” kebijakan terbaru ini disambut dengan reaksi publik yang relatif tenang.
Baca Juga: Rusia dan Ukraina Saling Tuduh, Pertukaran Tahanan Belum Terwujud
Namun, kebijakan ini tetap menjadi sorotan, terutama karena menyasar negara seperti Haiti dan Venezuela. Warga Haiti, yang mayoritas beragama Kristen, sebelumnya pernah menjadi sasaran retorika negatif Trump. Di sisi lain, warga Venezuela menghadapi deportasi mendadak ke penjara di El Salvador, memicu gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Suriah Tutup Kamp Pengungsi, Sebut ‘Tragedi Kemanusiaan’ telah Berakhir