Jakarta, 4 Rabi’ul Awwal 1435/6 Januari 2014 (MINA) – Pengasuh Pesantren Tebu Ireng, Jombang, KH Ir. Salahuddin Wahid mengatakan, larangan berjilbad di sekolah di Bali harus diselesaikan dalam rangka toleransi agama.
“Beri kebebasan, bukan pelarangan,” kata cucu pendiri Nahdathul Ulama (NU), KH Hasyim Ashari, itu, Senin, tentang kasus larangan memakai jilbab di Pulau Dewata di mana Islam merupakan agama minoritas.
Saiful Bahri, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah, Al Fatah, Cileungsi, Bogor, mengatakan, larangan berjilbab merupakan suatu upaya nyata untuk melemahkan pengamalan syariat Islam dan kualitas moral bangsa. Larangan ini juga sebagai tindakan yang tidak berkeadilan dari asas hak azasi manusia.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
“Larangan berjilbab ini tidak berdasarkan UUD dan bertentangan dengan UU Pendidikan,hal ini sangat bertentangan” katanya.
“Kita harus meningkatkan pendidikan islam sesuai dengan akidah dan syariat Islam, tidak hanya berupa teori saja namun harus bersifat aplikatif dari sekolah maupun di lingkungan masyarakat,” tutur Saiful Bahri selanjutnya.
“Umat islam jangan hanya diam saja dalam menyelesaikan masalah larangan berjilbab ini, tapi harus bertindak dan bersatu memerangi sekulerisme, hedonisme, dan liberalisme. Jika kita lemah maka akan berpengaruh pada aqidah dan moral umat Islam,” demikian Abul Hidayat Saerodjie, Ketua Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan Islam (LBIPI) Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) ketika diminta tanggapannya atas larangan memakai jilbab.
Sementara itu Sinta Santi, Ketua Bidang Pembinaan Umat Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimah, menghimbau peran orang tua dan guru yang sangat penting dengan mengajarkan kepada pemudi untuk menutup aurat dan dengan memberikan pola berpakaian yang syari’I terhadap generasi muda.(L/P010/IR)
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
MINA (Mi’raj News Agency)
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri