Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Di dalam ayat suci Al-Quran disebutkan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.“ (QS Al Hujurat [49] : 11).
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Ayat ini menjelaskan tentang sebagian hak seorang Mukmin dengan Mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mencela sekelompok yang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama muslim.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim, sewaktu mereka mengejek orang-orang Muslim yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi.
Berkaitan dengan ayat ini, di dalam Kitab Taisiir Al-Kariimi Ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan, ayat ini menjelaskan tentang sebagian hak seorang Mukmin dengan Mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mencela sekelompok yang lain, baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama Muslim. Perbuatan ini terlarang dan hukumnya haram. Perbuatan ini menunjukkan bahwa orang yang mencela itu merasa kagum dengan dirinya sendiri.
Di dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
Artinya : “Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama Muslim.” (HR Muslim).
Merendahkan orang lain termasuk ke dalam perbuatan sombong, merasa diri lebih dari yang lain, dan ini termasuk perbuatan dosa.
Hal ini sebagaimana terdapat pula dalam hadits :
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
الْـكِبْرُ بَطَرُ الْـحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
Artinya : “Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”. (HR Muslim).
Lalu, bagaimanakah jika ada di antara saudara kita sesama orang beriman yang memiliki kekurangan yang menurut nafsu layak dicela? dibuka aibnya? atau direndahkan kedudukannya?
Di sini ajaran Islam dengan indah menyerukan umatnya untuk tidak terbawa nafsu dan amarah. Namun justru harus saling bersabar dan saling memberikan nasihat dengan penuh kasih sayang.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Sebagaimana Allah mengingatkan di dalam kalam suci-Nya :
ثُمَّ كَانَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْمَرْحَمَةِ
Artinya : “Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS Al-Balad [90] : 17).
Syaikh Prof. Umar bin Abdullah al-Muqbil, Guru Besar Fakultas Syari’ah Universitas Qashim, Saudi Arabia menjelaskan ayat ini, bahwa kesabaran adalah bagian paling utama untuk mewujudkan akhlak yang baik dalam diri setiap insan. Ini karena untuk meraih akhlak terpuji seseorang harus mampu menahan dirinya dari buruknya nafsu dan amarah. Untuk mewujudkan hal itu, harus dengan kesabaran yang ekstra, dan dengan dilandasi rasa kasih sayang dan persaudaraan.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Lebih hebat dari itu, sikap seorang Mukmin bukan hanya bersabar dan saling menasihati. Tapi juga saling memaafkan atas segala khilaf dan kekurangan, karena memang sebagai manusia biasa memiliki segala kekurangan. Bahkan sangat mungkin kekurangan diri sendiri justru jauh lebih banyak daripada orang lain yang kita anggap bersalah. Ibarat satu telunjuk menunjuk orang lain, maka ada empat jari telunjuk yang menunjuk ke diri kita sendiri.
Bukan hanya saling memaafkan, malah saling mendoakan dalam kebaikan. Itulah hebatnya persaudaraan antarsesama Muslim. Dan tentu secara lebih luas lagi bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara.
Agar kita semua sebagai umat dan bangsa senantiasa mendapatkan kasih sayang, ridha dan ampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Serta tetap terjaganya persatuan, kesatuan dan persaudaraan antarsesama, di tengah berbagai perbedaan yang ada.
Ini semua tentu jauh lebih berharga nilainya, baik di dunia, apalagi di akhirat. Wallahu a’lam bishshowwab. (A/RS2/P2)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Mi’raj News Agency (MINA)