Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Sebagai Muslim, sejatinya kepada Allah-lah kita meminta segala sesuatu. Mengapa? Sebab Allah itu al Ghoniy, Allah itu Maha Kaya, Allah Maha memiliki segala yang diperlukan setiap makhluk-Nya. Karena itu, jika akidah kita yang bicara, maka tak sepantasnya kita meminta kepada selain Allah dalam hal apa pun.
Jika ada orang yang minta kepada selain Allah, yakinilah pasti si peminta-minta itu akan kecewa sebab belum tentu orang yang dimintainya itu mengabulkan apa yang ia minta. Atau bisa jadi orang yang meminta tidak akan pernah merasa puas atas pemberian orang yang ia mintakan sesuatu itu tadi.
Hari ini, betapa masih ada sebagian dari kaum Muslimin berada dipinggir jalan mencoba mengais rezeki dengan menengadahkan tanganya kepada setiap orang yang melintas. Atau sering dijumpai orang Muslim yang meminta-minta di bis-bis kota, bahkan ada di antaranya yang sengaja membawa anak bayi sebagai penarik perhatian para dermawan. Itu adalah pemandangan yang memilukan hati dan membuat orang lain yang melihatnya mengelus dada.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Tahukah Anda? Prilaku meminta-minta adalah perbuatan tercela di dalam Islam. Mereka tinggalkan usaha atau berkarya dengan tangan mereka sendiri. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjamin rezeki bagi mereka (peminta-minta) bahkan bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman: “tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allahlah yang mengatur rezekinya.”(Hud: 6)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seandainya kamu sekalian benar-benar tawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Ia memberi rezeki kepada burung. Dimana burung itu keluar pada waktu pagi dengan perut kosong(lapar), dan pada waktu sore ia kembali dengan perut kenyang.” [HR.At-Tirmidzy(4/2344),Ibnu Majah(2/4164),dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak(4/318),dan dia berkata::”hadits ini hasan shahih.”dan disepakati oleh Adz-Dzahaby)]
Dari keterangan ini, maka jelas sekali, setiap dari manusia telah dijamin rezekinya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hanya saja perlu usaha secara beradab dari kita untuk mendapatkannya. Karena rezeki tidak akan pernah mungkin turun begitu saja dari langit, tetapi diperlukan sebuah upaya sekecil apa pun upaya itu, kesungguhan serta tawakkal yang sempurna. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan perumpamaan dengan seekor burung yang keluar dari sarangnya untuk mencari rezeki.
Burung itu tidak tinggal di dalam sarangnya menunggu rezeki yang datang kepadanya.Akan tetapi,dia berusaha dengan terbang kesana kemari untuk mendapatkan makanannya. Dan manusia yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memberikan banyak fasilitas kepadanya dibandingkan burung ( berupa kaki, tangan, hati, dll )maka itu lebih layak baginya untuk berusaha dalam mencari rezekinya. Sebagaiman firman Allah ,Subhanahu Wa Ta’ala, “Apabila sholat telah selesai ditunaikan maka bertebaranlah kamu sekalian dimuka bumi ini dan carilah karunia Allah.”(Qs. Al-Jum’ah:10).
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- sangat menganjurkan agar seorang muslim untuk makan dari hasil usaha sendiri dan menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta dan mengharapkan pemberian dari orang lain.Rasulullah -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh salah seorang diantara kalian pergi mencari kayu bakar dan dipikulkan ikatan kayu itu di punggungnya,maka itu lebih baik baginya dari pada ia meminta-minta kepada seseorang baik orang itu memberi ataupun tidak memberinya.” [HR.Al-Bukhary(4/2073/Alfath.), Muslim(2/zakat/721),dan An-Nasa’y(5/2573),dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu].
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak ada seseorang,makan makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil usahanya sendiri dan sesungguhnya nabi Allah Daud-’alaihi salaam-makan dari hasil usahanya sendiri.” [HR.Al-Bukhary(4/2072/Al-Fath.), Ahmad didalam Musnadnya(4/131,`132), dari sahabat Al-Miqdam bin Ma’dikarib -radhiyallahu anhu)
Oleh karena itu, hendaknya setiap dari kita untuk menjaga kehormatan dirinya dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.Karena sesungguhnya, tidaklah seseorang meminta dari orang lain, kecuali ia menjadi hina dan rendah dalam pandangan orang lain itu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tangan yang diatas,itu lebih baik dari pada tangan yang dibawah.Tangan yang di atas adalah tangan yang memberi dan tangan yang di bawah adalah tangan yang meminta-minta.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan akan bahaya atau balasan terhadap orang yang meminta-minta. Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seseorang diantara kalian akan selalu meminta-minta sehingga ia nanti bertemu dengan Allah sedangkan mukanya tidak ada daging sama sekali.” [HR. Al-Bukhari Muslim]
Rasulullah juga bersabda, “Siapa yang meminta-minta kepada sesama manusia dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya,maka sesungguhnya ia meminta bara api.Terserah padanya apakah ia mengumpulkan sedikit saja atau akan memperbanyaknya.” [HR. Muslim]
Dengan melihat ancaman seperti ini, seorang Muslim hendaknya takut dan menahan serta menjaga kehormatan (iffah) dirinya dari meminta-minta kepada orang lain kecuali dalam keadaan benar-benar terpaksa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam didalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Qabishah Bin Mukhariq Al-Hilali -radhiyallahu anhu- bahwasanya dia berkata, “Saya memiliki tanggungan (hutang, diat dan sebagainya) lalu saya mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk meminta sesuatu kepadanya. Rasulullah bersabda, “Tinggallah! Sampai datang kepada kami sedekah, nanti akan kami perintahkan agar dibagikan kepadamu.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga orang, Pertama, orang yang sedang menanggung beban (denda, hutang dan sebagainya) maka ia boleh meminta sampai ia melepaskan tanggungan (beban) itu. Kedua, seseorang yang tertimpa kecelekaan/musibah yang menghabiskan hartanya, maka ia boleh meminta-minta sehingga ia bisa memperoleh kehidupan yang layak.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Ketiga, seseorang yang sangat miskin, sehingga disaksikan oleh tiga orang cerdik pandai dari kaumnya bahwa “si fulan benar-benar miskin” maka ia boleh meminta-minta sehingga ia bisa memperoleh kehidupan yang layak. Hai Qabishah, memina-minta yang selain karena tiga sebab ini maka itu adalah usaha yang haram, dan orang yang memakannya berarti makan barang yang haram.” [HR.Al-Bukhary(3/1479/Al-Fath.), dan Muslim (2/zakat/719).
Asy-Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i –rahimahullah-berkata, “Saya nasehatkan kepada Ahlus Sunnah agar bersabar menghadapi kemiskinan. Karena kemiskinan ini adalah keadaan yang telah dipiihkan oleh Allah untuk Nabinya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Rabb Yang Maha Perkasa berfirman dalam Kitab-Nya, “dan sungguh akan kami beikan cobaan kepedamu dengan sedikilt ketakutan kelaparan jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillahi wa inna lillahi rajiun mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunju.” (Qs. Al-Baqarah: 155-157)
Oleh karena itu hendaknya setiap Muslim yang diuji Allah dengan kemiskinan jangan berkecil hati dengan kemiskinan yang menimpa dan jangan berputus asa dari rahmat Allah karena sesungguhnya rahmat Allah itu luas, maka berusahalah dengan kemampuan yang ada pada diri tentu dengan cara yang halal dan bersifat dengan sifat istikomah dan qonaah yaitu merasa cukup dengan apa yang ada pada diri. Karena sesungguhyan kekayaan itu bukan dilihat dari banyaknya harta benda tetapi dilihat dari lapangnya dada dalam menerima keadaan diri yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bukanlah yang dinamakan kaya itu karena banyak hartanya, tetapi yang dianamakan kaya sebenarnya adalah kekayaan jiwa.” [HR. Al-Bukhari]. Wallahua’lam.(R02/P4)
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah