Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih dari Sekadar FOMO, Mengapa Muslimah Wajib Menetapkan Batasan Diri

Farah Salsabila Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views ㅤ

Ilustrasi

ISU kesehatan mental dan tekanan sosial yang ekstrem pada remaja putri telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Hampir setiap hari, media sosial dan berita menyuguhkan realitas miris yang menunjukkan kerentanan generasi muda terhadap kecemasan, stres, dan perilaku berisiko.

Fakta di Indonesia sangat mengkhawatirkan: Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 mencatat bahwa sekitar 34,9% atau 15,5 juta remaja mengalami masalah kesehatan mental.

Data ini diperkuat oleh WHO yang menyebutkan 1 dari 7 anak usia 10-19 tahun mengalami gangguan serupa. Menariknya, Kementerian Kesehatan RI juga menyoroti bahwa perempuan lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan laki-laki.

Kondisi ini menegaskan bahwa isu personal boundaries (batasan pribadi) menjadi sangat relevan, terutama bagi muslimah. Batasan ini bukan hanya tentang menghindari FOMO (Fear of Missing Out), melainkan pondasi untuk menjaga keutuhan iman, psikologis, dan identitas diri.

Baca Juga: 5 Peran Muslimah Modern dalam Menyemai Kehidupan yang Berkah

Muslimah perlu memahami dan menerapkan batasan yang telah ditetapkan Allah sebagai nilai pribadi, serta mampu mengkomunikasikannya dengan jelas, untuk menghindari hal-hal berikut.

  • Meredakan Stres dan Beban Psikologis

Di era digital, Gen Z menghadapi tekanan yang belum pernah ada sebelumnya. Laporan dari American Psychological Association (APA, 2022) menyebutkan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, mencatat tingkat stres tertinggi akibat tuntutan multitasking dan hiper-koneksi.

Muslimah yang tidak memiliki batasan rentan terhadap:

  • Kewajiban Semu: Merasa harus selalu available untuk merespons pesan atau hadir di setiap acara.
  • Tekanan Kesempurnaan: Berusaha mengikuti semua tren media sosial agar tidak dicap “tertinggal” atau tidak relevan, padahal hal ini terbukti sangat melelahkan.

Menetapkan batasan pribadi yang jelas, seperti membatasi jam bersosial media atau berani menolak ajakan yang membuang waktu, adalah cara efektif untuk menghindari kelebihan beban yang memicu stres dan kecemasan. Islam sejak awal telah mengajarkan prinsip keseimbangan ini.

Baca Juga: Menyikapi Mental Load: Solusi Islami untuk Harmoni Keluarga

Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Sesungguhnya badanmu punya hak atasmu.” (HR. Bukhari)

Menjaga batasan bukanlah bentuk egoisme, melainkan pengelolaan energi yang cerdas. Dengan demikian, seorang muslimah dapat mengalokasikan fokusnya untuk ibadah, belajar, dan kontribusi positif yang sejati tanpa merasa burnout.

Baca Juga: 7 Tips Digital Muslimah: Menjaga Hati di Balik Layar

  • Memfilter Tekanan Sosial yang Bertentangan dengan Syariat

Batasan adalah benteng pertahanan dari tekanan lingkungan yang menyesatkan, terutama dalam konteks peer pressure dan pengaruh konten media sosial.

Konten digital sering kali menampilkan tren yang bertentangan syariat yang menghilangkan marwah (harga diri dan kehormatan) seorang muslimah. Mengikuti trend sosial media, budaya nongkrong tanpa arah, aktivisme hedonis, atau gaya hidup pamer sering dianggap sebagai standar “wajib” untuk diakui secara sosial.

Seorang muslimah yang berpegang pada batasan syariat akan berani berkata “tidak” pada ajakan atau tren yang menjauhkan diri dari Allah. Ini adalah realisasi dari peringatan-Nya:

وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ

Baca Juga: 7 Peran Muslimah dalam Dakwah di Era Digital

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)

Dengan demikian, batasan bukan didasarkan pada perasaan ingin diterima atau kenyamanan pribadi, melainkan pada nilai dan prinsip hidup yang berlandaskan wahyu. Ini memungkinkan muslimah untuk memilih lingkungan yang konstruktif (sesuai tuntunan syariat) dan meninggalkan lingkungan yang destruktif (sesuai hawa nafsu atau tren sesaat).

  • Melindungi Identitas dan Jati Diri Mulia

Ketika batasan tidak jelas, identitas diri pun menjadi kabur. Studi dalam Journal of Youth and Adolescence (2020) menunjukkan bahwa remaja yang tidak memiliki batasan yang jelas lebih rentan kehilangan identitas, mengalami kecemasan, dan mudah terjerumus pada perilaku berisiko (seperti pergaulan bebas atau penyalahgunaan zat).

Islam telah membekali muslimah dengan identitas yang mulia. Menjaga batasan berarti memelihara kehormatan diri agar tidak hanyut dalam budaya yang merusak.

Baca Juga: Muslimah Cerdas di Akhir Zaman

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Batasan membantu muslimah mempertahankan keunikan dan prinsipnya. Ia tidak menutup diri dari dunia, melainkan menyaring interaksi dan pengaruh agar tetap teguh pada identitas Islamnya, menjauhi tasyabbuh (meniru kaum lain) yang bertentangan dengan syariat.

Baca Juga: Batasan dalam Islam, Menjaga Iman, Bukan Sekadar Nyaman

Peningkatan kasus burnout, kecemasan, hingga depresi di kalangan anak muda seringkali berakar dari tidak adanya ruang pribadi yang sehat untuk menata diri dan mengisi ulang energi. Batasan memberikan “jeda” yang sangat dibutuhkan ini.

Islam mengakui bahwa manusia membutuhkan jeda. Ia mengajarkan keseimbangan antara hak Allah (ibadah), hak sesama (silaturahim dan amal), dan hak diri sendiri (istirahat dan kebahagiaan halal).

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesungguhnya untuk setiap amal ada masa semangat, dan untuk setiap masa semangat ada masa futur (lemah). Barangsiapa masa lemahnya masih di atas sunnahku, maka ia mendapat petunjuk. Dan barangsiapa masa lemahnya menuju selain itu, maka ia binasa.” (HR. Ahmad)

Baca Juga: Muslimah Tangguh di Tengah Fitnah Akhir Zaman: Menjaga Iman, Hijab, dan Kehormatan

Batasan memungkinkan muslimah untuk mengambil jeda yang tidak melalaikan, melainkan jeda untuk refleksi, doa, dan aktivitas yang memperkuat iman (self-care yang islami). Ini adalah cara untuk mengisi ulang energi spiritual dan psikologis agar semangat kebaikan tidak padam sepenuhnya.

So, menetapkan batasan diri bagi seorang muslimah bukanlah tindakan membatasi kebebasan, melainkan membingkai hidup dengan standar ketenangan dan kemuliaan yang ditetapkan Allah.

Batasan ibarat pagar kokoh yang memastikan seorang muslimah tetap tenang secara mental, kuat identitasnya, dan mampu membangun relasi yang sehat, baik dengan Allah, diri sendiri, maupun sesama manusia.

Di tengah dunia yang kian bising, menjaga batasan adalah wujud kecerdasan spiritual dan ketangguhan psikologis tertinggi. Ini adalah bekal utama yang menjadikan muslimah tidak hanya tahan banting, tetapi juga fokus dan bermakna dalam setiap langkah hidupnya. []

Baca Juga: Tiga Perisai Kehormatan Muslimah di Era Digital

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
MINA Health
MINA Edu
MINA Health