Lebih Dekat dengan Pilot Wanita Berhijab di TNI AD

Letda Cpn (K) Tri Ramadhani, Letda Cpn (K) Puspita Ladiba dan Letda Cpn (K) Feny Avisha, tiga berhijab di (Foto: Zaenal/MINA)

Oleh, Zaenal Muttaqin, wartawan Mi’raj News Agency (MINA)

Berbalut pakaian khusus pilot TNI AD dengan warna oranye, ketiga pilot berhijab ini nampak bersahaja. Mereka adalah Letda Cpn (K) Tri Ramadhani, Letda Cpn (K) Puspita Ladiba dan Letda Cpn (K) Feny Avisha.

Kesan garang dan keras sebagai tentara tak nampak sedikit pun. Sebaliknya, lembut dan bersahaja yang terpancar dari sikap ketiga pilot AD ini.

“Begini keseharian kami, berseragam oranye dan rutin berlatih sesuai petunjuk instruktur kami,” ujar Rani, nama yang menempel di dada kanannya sekaligus panggilan akrab Letda Cpn (K) Tri Ramadhani, saat berbincang dengan MINA, Selasa (4/9).

Pakaian warna oranye dipadu dengan kerudung warna hitam, semakin mengesankan kelincahan dan kecerdasan serta tangguh. Tentu, karena tanpa kriteria seperti itu tak mungkin mereka lolos dan terpilih menjadi pilot di TNI AD.

Rani menuturkan, perjalanannya hingga terpilih menjadi pilot di TNI AD. Sebelumnya, merupakan siswi di SMA di Lahat, Sumatera. Berbekal segudang prestasi akademik, termasuk anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) tingkat nasional, Rani dengan mudah melenggang masuk ke Akademi Militer (Akmil).

Rani lahir dari orang tua yang berprofesi pendidik, ayahnya guru olahraga dan ibunya guru agama. Selama duduk di bangku SMA, Rani kelahiran tahun 1996 ini termasuk rajin mengikuti kegiatan pengajian, hal itu yang membuatnya teguh dalam mengenakan penutup auratnya.

“Seluruh tubuh wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Sesuai yang diperintahkan dalam Alquran surat An Nur ayat 31, hanya boleh menampakkan auratnya pada muhrimnya saja,” kata Rani menjelaskan tentang pilihan dirinya mengenakan hijab.

Berbeda dengan Rani, Letda Cpn (K) Puspita Ladiba yang menggunakan nama Diba, di dadanya, lahir dari ibu yang sehari-hari berdagang jagung dan ayahnya seorang sopir pribadi di Medan. Diba juga mantan anggota Paskibra Nasional, selain itu juga memiliki segudang prestasi akademik dan tentunya juga pandai di bidang ilmu matematika saat di bangku SMA.

Karena prestasinya itu, Diba yang kelahiran tahun 1995 ini mendapat panggilan khusus dari TNI untuk masuk menjadi Taruni di Akmil. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Diba penuhi panggilan itu dan menyelesaikan pendidikan Akmil selama empat tahun.

Lulus Akmil, Diba mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi menjadi pilot TNI AD. Meski bersaing dengan ratusan calon yang kebanyakan lawan jenis, Diba dengan mudah dapat lolos.

Seperti halnya dengan Rani, Diba mengaku terpanggil untuk menutup aurat sejak di bangku SMA, hal itu juga karena terbiasa di lingkungan keluarganya.

“Waktu masih sekolah dulu rasanya nggak percaya diri kalau keluar rumah tidak menutup aurat. Jadinya ya sejak itu selalu menutup aurat apalagi ada perintah agama jadi makin yakin saja,” ungkap Diba.

Letda Cpn (K) Tri Ramadhani, Letda Cpn (K) Puspita Ladiba dan Letda Cpn (K) Feny Avisha, tiga pilot wanita berhijab di TNI AD (Foto: Zaenal/MINA)

Sementara itu rekan keduanya, Letda Cpn (K) Feny, beruntung lahir dari keluarga tentara. Meski ibunya hanya ibu rumah tangga biasa, ayahnya seorang prajurit TNI yang bertugas di Komando Pasukan Khusus (Kopasus).

Darah prajurit mengalir di tubuh Feny, begitu panggilan dan nama yang ada di badge dada kanannya. Sehingga mesti lahir dan dibesarkan di Jakarta, tidak kesulitan saat menjalani proses seleksi dan diterima sebagai taruni Akmil.

Selain itu karena Feny yang lahir di Jakarta tahun 1995 ini juga memiliki prestasi akademik dan juga memiliki pengalaman menjadi anggota Paskibra Nasional saat di bangku SMA.

“Seperti kedua teman saya, Rani dan Diba, saya juga pernah menjadi anggota Paskibra Nasional,” katanya.

Feny mengaku berhijab juga sejak SMA, dan merasakan kenyamanan serta ketentraman saat mengenakan pakaian wajib bagi setiap muslimah itu. Rasa panas dan ribet seperti anggapan orang tidak pernah merasakannya.

“Kata orang kalau pakai jilbab itu ribet, panas dan sulit bergerak, tapi saya tidak merasakan seperti itu, karena tergantung niatnya. Ketika ikhlas melaksanakan ketaatan ya akan terasa nikmat,” tutur Feny.

Kedua orang tuanya juga sangat mendukung dengan pakaian hijabnya. Terlebih saat diterima di Akmil dan setelah selesai Akmil terpilih menjadi pilot dan menjalani pendidikan khusus penerbangan di Pusat Pendidikan (Pusdik) Penerbangan Angkatan Darat (Penerbad). (A/B05/P1)

Bersambung…

Mi’raj News Agency (MINA)