Lebih Dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (12)

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Dari Masruq dia berkata; Aku bertanya kepada ‘Aisyah radliallahu ‘anha, wahai Ibu, Apakah benar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah melihat Rabbnya? Aisyah menjawab, “Sungguh rambutku berdiri (karena kaget) atas apa yang kamu katakan. Tiga perkara yang barang siapa mengatakannya kepadamu, maka sungguh ia telah berdusta. Barangsiapa mengatakan kepadamu bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah melihat Rabb-nya, maka ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat, Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al An’am: 103).

Dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (Qs. As Syura: 51).

Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa beliau mengetahui apa yang akan terjadi pada hari esok maka ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat; Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. (Qs. Luqman: 34).

Dan barangsiapa yang mengatakan kepadamu bahwa beliau menyembunyikan sesuatu, maka ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat; Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Qs. Al Maidah; 67). Hanya saja beliau pernah melihat bentuk Jibril dua kali.” (HR. Bukhari).

Jujur dalam

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berjalan melewati onggokan makanan yang akan dijual. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam onggokan itu, maka tanpa diduga sebelumnya, jari-jari tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah. Kemudian beliau keluarkan jari-jarinya yang basah itu seraya bertanya, “Ada apa di dalamnya ini?”

Orang yang mempunyai makanan tersebut menjawab, “Mungkin basah karena kehujanan ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah pun bertanya lagi kepadanya,”Mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas agar supaya dapat diketahui orang lain? Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan termasuk umatku.” (HR. Muslim)

Kejujuran dalam Berdagang

Ketika hendak berangkat ke Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengangkat seorang dari Anshar, Sawwab bin Ghazayyah dari suku Adi, sebagai wakilnya di Khaibar.  Kemudian Sawwad membawa buah korma yang paling baik (janib) dan diberikannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Apakah semua korma Khaibar seperti ini?

Ia menjawab, “Tidak wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kami tukarkan dua atau tiga gantang korma yang agak jelek (jam) dengan satu gantang korma yang bagus ini. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jangan kamu lakukan (cara itu). Juallah korma yang agak jelek itu terlebih dahulu kemudian dengan uang itu belilah korma yang bagus. (Sirah Al Buthy)

Bisnis dengan Kejujuran

Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.

Dalam perjalanan kembali kafilah itu singgah di Marr’-z-Zahran. Ketika itu Maisara berkata, “Muhammad, cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu.” (Sirah Muhammad Husain Haikal)

Kejujuran dalam Bercanda

Sifat jujur Rasulullah tidak hanya tampak dalam kondisi seriusnamun juga saatbercanda. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, bahwa datang seorang wanita yang sudah lansia menemui Rasulullah dan memohon agar didoakan masuk surga. Lantas Rasulullah menjawab, “Ya umma fulan, innal jannata la tadkhullah ‘ajuzun, Wahai ibu, sungguh surga itu tidak akan dimasuki wanita tua.”

Kontan, wanita tua itu menangis. Kemudian Rasulullah berkata kembali, “Aku mendapat kabar bahwa tidak akan masuk surga wanita yang sudah tua, karena Allah mengatakan, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta dan sebaya umurmya.” (Qs. Al-Waaqi’ah [56]: 35-37). Seketika itu juga wanita yang menangis tadi pun tersenyum, dan mengetauhi bahwa di dalam surga tidak ada lagi yang tua, semuanya dijadikan muda. (HR. Tirmidzi)

Rasulullah Menepati  Menunggu 3 Hari

Rasulullah dikenal sebagai seorang Al Amin. Orang terpercaya yang selalu menepati janji dan melaksanakannya dengan baik. Abdullah bin Abi Khansa berkata, “Aku melakukan transaksi jual-beli dengan . sebelum beliau diutus, dan ada sisa barang yang belum aku berikan padanya, lalu aku menjanjikan padanya untuk memberikannya di tempatnya itu. Di hari yang telah ditentukan itu dan hari setelahnya ternyata aku lupa mendatanginya, aku datang pada hari yang ketiga, aku dapati beliaumasihberada di tempat itu. Beliau berkata, “Wahai Pemuda, kau telah menyusahkan aku, aku telah berada di sini selama tiga hari menunggumu”. ( HR.Abu Dawud )

Mengembalikan Barang Temuan

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad berkata, Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin ‘Amru Al ‘Aqadi berkata, Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal Al Madini dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman dari Yazid mantan budak Al Munba’its, dari Zaid bin Khalid Al Juhani bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh seseorang tentang barang temuan, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kenalilah tali pengikatnya, atau Beliau berkata, kantong dan tutupnya, kemudian umumkan selama satu tahun, setelah itu pergunakanlah. Jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya.

Orang itu bertanya, “Bagaimana dengan orang yang menemukan unta?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam marah hingga nampak merah mukanya, lalu berkata, “Apa urusanmu dengan unta itu, sedang dia selalu membawa air di perutnya, bersepatu sehingga dapat hilir mudik mencari minum dan makan rerumputan, maka biarkanlah dia hingga pemiliknya datang mengambilnya.” Orang itu bertanya lagi tentang menemukan kambing, maka Beliau menjawab, “Itu untuk kamu atau saudaramu atau serigala. (HR. Bukhari)

Gadai Rasulullah

Dari Umayyah bin shafwan bin umayyah, dari ayahnya, bahwa waktu perang Hunain, Rasulullah meminjam beberapa buah baju perang yang terbuat dari besi. Dia bertanya, Apakah barang-barang ini engkau ambil begitu saja?” Beliau menjawab, Itu merupakan pinjaman yang tentu saja ada jaminanannya.” Lalu sebagian baju perang itu ada yang hilang. Melihat hal ini beliau menegaskan tentang jaminannnya dan tetap akan diganti. Saat itulah Shafwan berkata, Hari ini aku telah masuk Islam dan aku merasa senang. (HR. Ahmad)

Dalam persiapan menghadapi peperanganHunainini, disebutkan kepada Rasulullah saw bahwa Sofwan bin Umaiyah punya sejumlah baju bersi dan senjata. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus utusan kepadanya, waktu itu Sofwan bin Umaiyah masih musyrik, untuk meminta baju-baju besi dan senjata tersebut. Lalu Sofwan bertanya, “Apakah dengan cara gasap wahai Rasulullah?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Bahkan sebagai barang pinjaman. Ia terjamin hingga kami menunaikannya kepada kamu.” Akhirnya Sofwan meminjamkannya kepada Rasulullah saw saw seratus baju besi dan sejumlah senjata. (Sirah Al Buthy)

Menepati Perjanjian Mengenai Abu Jandal

Pada mulanya kaum Muslimin merasa keberatan menyetujui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam menerima syarat yang diajukan oleh Suhail bin Amer, “Jika ada seorang dari Quraisy datang kepada Muhammad tanpa ijin walinya maka dia (Muhammad) harus mengembalikan kepada mereka dan barang siapa di antara pengikut Muhammad datang kepada Quraisy maka dia tidak akan dikembalikan.”

Mereka semakin merasa keberatan ketika Abu Jandal (anak Suhail bin Amer) datang melarikan diri dari kaum Musyrikin dalam keadaan terborgol rantai besi, kemudian bapaknya beridri menangkapnya seraya berkata, “Wahai Muhammad, permasalahan sudah kita sepakati sebelum anak ini datang.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyerahkan Abu Jandal kepada Quraisy, kendatipun Abu Jandal berteriak-teriak dengan suara keras, “Wahai kaum Muslimin ! Apakah aku diserahkan kembali kepada kaum Musyrikin yang akan merongrong agamaku?”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada Abu Jandal, “Wahai Abu Jandal, bersabarlah dan berserah dirilah (kepada Allah)! Sesungguhnya Allah pasti memberikan jalan keluar kepada kamu dan orang-orang yang tertindas. Kita telah membuat perjanjian dengan mereka dan kita tidak boleh mengkhianati mereka.” (Sirah Al Buthy)

(R02/P001)

Sumber: Ar Rasul, karya Said Hawwa

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)