Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih Dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (5)

Bahron Ansori - Senin, 10 Oktober 2016 - 09:55 WIB

Senin, 10 Oktober 2016 - 09:55 WIB

506 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Rasulullah Selamat dari Godaan Duniawi

Ibnu al-Atsir meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku hanya dua kali pernah berkeinginan untuk melakukan apa yang pernah dilakukan oleh Ahli Jahiliyyah namun semua itu dihalangi oleh Allah sehingga aku tidak melakukannya, kemudian aku berkeinginan lagi untuk melakukannya hingga Dia Ta’ala memuliakanku dengan risalahNya. (Pertama kalinya-red); Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang anak yang menggembala kambing bersamaku di puncak Mekkah; ‘sudikah kamu mengawasi kambingku sementara aku akan memasuki Mekkah dan bergadang ria seperti yang dilakukan oleh para pemuda tersebut?’.

Dia menjawab, ‘ya, aku sudi!. Lantas aku pergi keluar hingga saat berada di sisi rumah yang posisinya paling pertama dari Mekkah, aku mendengar suara alunan musik (tabuhan rebana), lalu aku bertanya, Apa gerangan ini?, Mereka menjawab, ‘Prosesi pernikahan si fulan dengan si fulanah!‘ Kemudian aku duduk-duduk untuk mendengarkan, namun Allah melarangku untuk mendengarkannya dan membuatku tertidur. Dan tidurku amat lelap sehingga hampir tidak terjaga bila saja terik panas matahari tidak menyadarkanku. Akhirnya, aku kembali menemui temanku yang langsung bertanya kepadaku tentang apa yang aku alami dan akupun memberitahukannya. Kemudian (kedua kalinya-red), aku berkata pada suatu malam yang lain seperti itu juga; aku memasuki Mekkah namun aku mengalami hal yang sama seperti malam sebelumnya; lantas aku bertekad, untuk tidak akan berkeinginan jelek sedikitpun. (Sirah Al Mubarakfury).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Mencontohkan Shalat Kepada Umat

Dari Abu Hazim bin Dinar, bahwasanya ada beberapa orang yang datang kepada Sahal bin Sa’ad As-Saidi, mereka memperdebatkan tentang dari bahan kayu apakah mimbar itu dibuat? Maka mereka menanyakan hal tersebut kepada Sahl, lalu ia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya pasti mengetahuinya, dari kayu apakah mimbar itu dibuat. Sungguh Aku melihatnya ketika pertama kali diletakkan, dan pada hari pertama kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam duduk di atasnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengutus seseorang kepada si Fulanah, seorang wanita yang namanya disebutkan oleh Sahal, katanya, ‘Suruhlah budakmu yang tukang kayu itu untuk membuat mimbar untuk aku duduk di atasnya apabila berpidato kepada orang banyak.’ Maka wanita itu menyuruhnya. Kayu itu diambil dari daerah Ghabah Tharta’ (dekat Madinah).

Setelah selesai, dibawanya kepada wanita itu, kemudian dikirim kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan supaya diletakkan di sini. Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengerjakan shalat di atas mimbar itu, bertakbir, lalu ruku’ sementara beliau masih di atasnya, kemudian turun dengan pelan-pelan mundur ke belakang, terus sujud dekat mimbar itu. Setelah itu, beliau kembali. Setelah selesai shalat, beliau menghadap kepada orang banyak, lalu bersabda, ‘Wahai saudara sekalian! Aku berbuat yang demikian itu tak lain supaya kalian mengikuti aku dan mengetahui shalatku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sederhana dan Seimbang dalam Ibadah

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Anas radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam pernah tidak berpuasa sebulan penuh, sehingga kita menyangka bahwa beliau tidak pernah berpuasa dalam bulan itu, tetapi kadang-kadang Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam berpuasa sebulan penuh, sehingga kita menyangka bahwa beliau tidak pernah berbuka sedikitpun dalam bulan itu. Tidaklah engkau menginginkan melihat beliau shalat di waktu malam, melainkan engkau akan dapat melihat beliau shalat, tetapi jika engkau menginginkan beliau tidur, maka engkau akan dapat melihat beliau sedang tidur.” Maksudnya antara shalat malam dengan tidurnya itu demikian teratur waktunya, juga dilakukan tanpa berlebih-lebihan antara keduanya. (HR. Bukhari).

Sederhana dalam Beribadah

Anas bin Malik radhiallaahu anhu menuturkan, “Tiga orang sahabat pernah datang ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menanyakan ibadah yang beliau lakukan. Setelah diceritakan tentang ibadah beliau, mereka merasa ibadah yang mereka kerjakan terlalu sedikit dibandingkan dengan ibadah beliau. Mereka berkata, “Alangkah jauh kedudukan kita dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam! Padahal telah diampuni dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang.

Seorang di antara mereka berkata, “Aku akan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata, “Sedangkan aku akan berpuasa terus menerus tanpa berbuka.” Seorang lagi berkata, “Adapun aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.”

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi mereka dan bersabda, “Kaliankah yang mengatakan begini dan begini?! Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya dari pada kalian semua. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan juga tidur, aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (Muttafaq ‘alaih).

Rasulullah Paling Taqwa dan Takut Allah

Dari Aisyah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bila memerintahkan kepada para sahabat, beliau memerintahkan untuk melakukan amalan yang mampu mereka kerjakan, kemudian para sahabat berkata, “Kami tidaklah seperti engkau, ya Rasulullah, karena engkau sudah diampuni dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang.” Maka Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi marah yang dapat terlihat dari wajahnya, kemudian bersabda, “Sesungguhnya yang paling taqwa dan paling mengerti tentang Allah di antara kalian adalah aku. (HR. Bukhari).

Mengatur Waktu untuk Shalat dan Tidur

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Ummu Salamah berkata, “Beliau melaksanakan shalat lalu tidur dengan lama waktu yang sama yang digunakan untuk shalat. Kemudian beliau bangun melaksanakan shalat dengan lama waktu yang sama yang digunakan untuk tidur. Lalu tidur kembali dengan lama waktu yang digunakan untuk shalat, hingga datang waktu shubuh.” (HR. Bukhari)

Shalat Ketika Segar Tidak Ngantuk

Dari Anas radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah masuk ke dalam masjid, lalu ada tali yang terbentang antara dua tiang. Beliau bertanya, ‘Tali apakah ini?’ Maka dijawab, ‘Wahai Rasulullah, ini Hamnah bind Jahsy sedang mengerjakan shalat, apabila dia merasa lelah, dia bergantung di tali ini.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Hendaklah dia mengerjakan shalat sesuai kemampuannya. Apabila dia merasa lelah, maka duduklah.'” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kata Ziyad, Beliau bertanya, “Apakah ini?” Maka mereka menjawab, “Itu kepunyaan Zainab untuk shalat, jikalau dia lelah atau mengantuk maka dia berpegang di situ.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun lalu bersabda, “Lepaskanlah tali itu! Seseorang itu hendaklah shalat selagi dia segar, dan jikalau telah lelah atau mengantuk, maka sebaiknya dia tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Meringankan Shalat

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ibnu Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim dari Abu Al Mas’ud Al Anshari berkata,seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin seseorang dengan bacaannya yang panjang.” Maka aku belum pernah melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberi peringatan dengan lebih marah dari yang disampaikannya hari itu seraya bersabda, “Wahai manusia, kalian membuat orang lari menjauh. Maka barangsiapa shalat mengimami orang-orang ringankanlah. Karena diantara mereka ada orang sakit, orang lemah dan orang yang punya keperluan. (HR. Bukhari).

(R02/P001)

Sumber: Ar Rasul, karya Said Hawwa

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Khutbah Jumat
Indonesia