Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ledia Hanifa: Gerakan Literasi Sekolah Harus Dikuatkan

Rana Setiawan - Kamis, 1 Maret 2018 - 13:39 WIB

Kamis, 1 Maret 2018 - 13:39 WIB

99 Views

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Parlementaria)

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Parlementaria)

Jakarta, MINA – Seorang anggota Komisi X DPR, mengatakan, meski gerakan literasi sekolah sudah dicanangkan sejak 2015 lalu, budaya membaca di kalangan siswa Indonesia secara umum masih rendah. Setidaknya itu yang didapat dari berbagai studi soal minat baca di berbagai negara termasuk Indonesia.

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mencoba mengkritisi hal ini,  harus ada evaluasi program yang sudah ada secara menyeluruh.

“Bagaimana sarana prasarana pendukung programnya. Bagaimana koordinasi lintas kementerian dan terutama bagaimana implementasi di lapangan,” kata Ledia kepada Kantor Berita MINA, Kamis (1/3).

Ledia mengingatkan bahwa mengasah budaya membaca pada siswa akan sangat mempengaruhi kualitas generasi muda masa depan. Membaca akan membantu siswa memperluas wawasan, menambah ilmu, mengolah pikiran dan menjadi batu pijakan sebelum menghasilkan karya tulis.

Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru

“Tetapi budaya ini harus disiapkan, ditumbuhkan, diasah, dibimbing dan diberi sarana prasarana yang memadai. Tidak bisa hanya diberi tugas, himbauan lalu diharapkan tumbuh menguat dengan sendirinya,” ujarnya wania dai Fraksi PKS itu..

Selain itu, urai Ledia, selama ini budaya baca seringkali hanya disederhanakan pada ukuran “minat baca”. Padahal budaya baca memiliki aspek lebih luas dan mendalam termasuk pada kemudahan akses, pembiasaan diri, contoh dari lingkungan, dan tentu saja kebijakan yang mendukung.

Menurutnya, Peraturan Menteri Pendidikan No 23 tahun 2015 memberikan trobosan penting dengan mewajibkan setiap hari ada 15 menit waktu membaca sebelum kegiatan belajar berlangsung, tetapi agaknya belum terealisir dengan baik.

“Mungkin karena belum tersedia perpustakaan atau ada perpustakaan tetapi buku-bukunya kurang. Bisa juga karena kegiatan ini tidak rutin dilakukan, tidak ada evaluasi atau bisa jadi karena tenaga pendidik dan orangtua sendiri tidak memberikan contoh gemar membaca,” imbuh dia.

Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia

Karena itu, iai meminta pemerintah untuk membuat evaluasi program secara menyeluruh dan melakukan penguatan program.

Buku-buku bagi sekolah perlu diperbanyak, begitu juga perpustakaan keliling untuk menjangkau masyarakat pedalaman. Para guru perlu diberi pelatihan dan penguatan program literasi. Bahkan orangtua pun perlu digandeng untuk sama-sama membangun budaya baca ini menjadi kebiasaan siswa.

Tak cukup itu, untuk melengkapi semua desain gerakan literasi sekolah ini Ledia mengingatkan pentingnya membiasakan evaluasi program secara rutin dan berkala. Baik evaluasi dari guru kepada siswa maupun dari dinas pendidikan kepada sekolah.

Bagi siswa, lanjut Ledia, bisa saja diminta menceritakan kembali bacaannya di depan kelas atau dituliskan. Libur sekolah bisa diberi tugas membaca buku, bedah buku atau resensi buku. Kunjungan pendidikan bisa dilakukan ke perpustakaan daerah.

Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September

“Dan sekolah pun bisa memiliki laporan tahunan berapa dan apa saja buku-buku yang dibaca Dengan begini kita berharap ke depannya akan terjadi peningkatan budaya membaca yang lebih luas dan terukur,” tambahnya.(L/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Kolom
Indonesia
Indonesia