Jakarta, 21 Jumadil Awwal 1438/18 Februari 2017 (MINA) – Tidak terserapnya Kartu Indonesia Pintar (KIP) di pondok pesantren dikarenakan persyaratan yang harus dipenuhi santri dinilai membebani serta kurang sosialisasi dari Kementerian Agama.
Hal itu diungkapkan anggota Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah usai melakukan dialog dengan Kiai Pondok Pesantren Darul ilmi, Kalimatan Selatan, Jumat (17/2).
Politisi partai PKS itu menegaskan, syarat untuk mendapatkan KIP harus diperbaiki. Dengan demikian, KIP yang jumlahnya 1.400 itu dapat terserap dengan baik dan para santri bisa belajar tanpa memikirkan biaya, demikian laporan Parlementaria yang diterima MINA.
“Masalah ini harus dibawa ke pusat, persyaratan untuk mendapatkan KIP yang dibuat Kemenag harus diubah sebab penyerapan hanya sedikit, padahal banyak santri yang membutuhkan,” ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris
Ledia menjelaskan, kendalanya itu bermula saat para santri yang mendapat rekomendasi dari kiai untuk mendapatkan KIP harus kembali ke asalnya untuk meminta surat tidak mampu dari kelurahan. Sementara mereka tinggal di pondok pesantren Daarul Ilmi itu berasal dari luar kabupaten.
Menurut Ledia, jika harus mengurus setelah masuk, itu hanya akan menambah biaya yang tidak sebanding dengan KIP yang di dapat, sehingga hal itu dirasa memberatkan.
“Seharusnya pondok pesantren dan Kemenag mensosialisasi kepada santri yang mau masuk apa bila terkategori tidak mampu harus menyertakan surat rekomendasi dari kampungnya. Jangan setelah masuk baru disuruh mengurus, kan biayanya mahal, sehingga mereka bisa mendapat bantuan,” pungkasnya.
Berdasarkan laporan Kemenag, serapan KIP di Pesantren hanya sebesar 32 persen. (T/R06/RS1)
Baca Juga: Fun Run Solidarity For Palestine Bukti Dukungan Indonesia kepada Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)