Lembaga Pemantau HAM Euro-Mediterania Tunjukkan Bukti Israel Lakukan Kejahatan Perang

Jenewa, MINA – Lembaga Pemantau HAM Euro-Mediterania Mediterania (Euro-Med Monitor) yang berbasis di Jenewa, mengumumkan, Rabu (12/5), bukti serangkaian kekerasan dan eskalasi militer Israel di wilayah saat ini merupakan kejahatan perang di bawah Statuta Roma.

“Peningkatan kekerasan dan eskalasi militer yang meluas di wilayah Palestina, termasuk menargetkan permukiman warga sipil tanpa menghormati prinsip proporsionalitas, di Jalur benar-benar mengerikan,” tulis Euro-Med Monitor dalam sebuah pernyataan resminya yang dilaporkan kantor berita pemerintah Palestina WAFA.

Sejak militer Israel telah melancarkan operasi militer “Op Guardians of Walls“, kekhawatiran meningkat bahwa Israel bermaksud untuk melanjutkan serangannya serta meningkatkan dan memperluas jangkauan penargetannya, sebagaimana rekomendasi Kepala Staf Militer Israel Jenderal Aviv Kochavi.

Pesawat-pesawat tempur Israel telah membombardir puluhan situs di Jalur Gaza sejak Senin malam (10/5) setelah gerakan perlawanan Palestina menembakkan beberapa roket ke Israel dan wilayah pendudukan sebagai tanggapan atas serangan pasukan Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem, terutama di Masjid Al-Aqsa dan lingkungan Sheikh Jarrah.

Selain itu, Israel telah memperluas tanggapan mereka dengan melakukan serangan udara dari pesawat-pesawat tempurnya yang menargetkan puluhan objek sipil, wanita dan anak-anak, serta membombardir wilayah padat penduduk, yang termasuk kejahatan perang di bawah Statuta Roma.

Memurut Euro-Med Monitor, Israel telah menargetkan objek sipil di Jalur Gaza dengan cara yang melebihi kebutuhan militer.

Salah satu rumah sasaran, yang mengakibatkan tewasnya seorang perempuan lansia, Amira Abdel Fattah Subuh, (58). Putranya, Abd Al-Rahman Yusef Subuh (19), seorang pemuda cacat yang menderita cerebral palsy sejak lahir, juga terbunuh.

Belakangan, militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah menargetkan rumah seorang komandan batalion gerakan perlawanan Palestina.

Namun, investigasi lapangan memastikan bahwa tidak ada seorang pun di apartemen yang menjadi target sasaran mereka pada saat pengeboman, yang menyebabkan terbunuhnya dua warga itu serta melukai beberapa lainnya.

“Peristiwa ini merupakan contoh kebijakan pengeboman Israel yang tidak mempertimbangkan prinsip proporsionalitas. Israel sengaja menyasar objek sipil dengan meninggalkan korban dan menimbulkan kerusakan serta kerugian materiil sebagai bentuk balas dendam dan hukuman kolektif, yang dilarang oleh aturan hukum humaniter internasional,” kata Euro-Med Monitor.

Israel sepertinya kembali melakukan tindakan ini dengan sengaja menargetkan rumah sipil, seperti yang terjadi pada agresi militer sebelumnya, ketika ratusan rumah hancur, termasuk seluruh gedung apartemen yang sebagian besar dari mereka menjadi sasaran selama serangan udara adalah penduduk sipil.

Lembaga Pemantau HAM itu menyatakan, Israel memperluas jangkauan pengebomannya sejak Selasa kemarin dan menargetkan fasilitas ekonomi seperti pabrik es krim di timur Gaza dan lembaga pendidikan seperti sekolah Al-Salah di Deir Al-Balah di Jalur Gaza tengah.

“Serangan ini membutuhkan tindakan segera dari komunitas internasional untuk mengikat Israel pada aturan hukum humaniter internasional. Pada saat yang sama, Mahkamah Pidana  Internasional (ICC) harus memasukkan pelanggaran ini dalam penyelidikannya atas kemungkinan kejahatan perang di wilayah Palestina,” desak Euro-Med.

Pasal 25 Peraturan Den Haag tentang Hukum dan Adat Istiadat Perang di Darat mengatakan: “Serangan atau pemboman, dengan cara apa pun, terhadap kota, desa, tempat tinggal, atau bangunan yang tidak dipertahankan dilarang.” Pasal 53 dari Konvensi Jenewa Keempat menetapkan bahwa “Setiap penghancuran oleh Otoritas Pendudukan atas properti nyata atau pribadi dilarang, kecuali jika penghancuran tersebut benar-benar diperlukan oleh operasi militer”.

Penghancuran properti tanpa alasan militer yang jelas merupakan pelanggaran berat Pasal 147 Konvensi Jenewa Keempat dan kejahatan perang menurut Statuta Mahkamah Pidana Internasional Pasal 8 (2) (b) (2).

Anas Aljarjawi, Kepala Operasi Euro-Med, mengatakan bahwa “bahkan jika ada kebutuhan militer, itu adalah tanggung jawab otoritas pendudukan untuk mematuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh hukum humaniter internasional.”

Dia menambahkan, hukum humaniter internasional menetapkan larangan kerusakan properti sebagai ‘tindakan pencegahan’ – yaitu, dalam kasus di mana bahaya belum diverifikasi. Undang-undang itu juga melarang perusakan properti untuk mencapai pencegahan, menyebarkan teror di kalangan warga sipil, atau balas dendam.

“Penargetan Israel dan penghancuran rumah sipil hanyalah bentuk hukuman kolektif terhadap penduduk Jalur Gaza, yang merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional, terutama Pasal 33 Konvensi Jenewa Keempat yang menyatakan bahwa ‘Hukuman kolektif dan juga semua tindakan intimidasi atau terorisme dilarang. Penjarahan dilarang. Pembalasan terhadap orang yang dilindungi (sipil) dan properti mereka dilarang.”

Hingga berita ini dimuat, Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, sedikitnya 56 rakyat Palestina, termasuk 14 orang anak, dan 5 perempuan tewas. Sementara 335 luka-luka. (T/R1/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA) 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.