Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Libya Bantah Isu Perdagangan Manusia

Rana Setiawan - Jumat, 1 Desember 2017 - 04:02 WIB

Jumat, 1 Desember 2017 - 04:02 WIB

150 Views

(Foto: Rana/MINA)

Duta Besar Libya untuk Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang berpusat di Jakarta, Sadegh M.O. Bensadegh (kiri). (Foto: Rana/MINA)

Jakarta, MINA – Duta Besar (Dubes) Libya untuk Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang berpusat di Jakarta, Sadegh M.O. Bensadegh, menyampaikan sikap Pemerintah Rekonsiliasi Nasional Libya yang menolak secara tegas dan mengecam perdagangan manusia di wilayahnya.

Dia menjelaskan, praktik jual beli dalam bentuk penawaran sebagai bagian dari perdagangan manusia yang disiarkan jaringan media internasional baru-baru ini adalah praktik kriminal yang dilakukan kelompok gengster lokal dan internasional.

“Pada prinsipnya kami menolaknya dengan tegas. Apakah itu bagian dari perdagangan manusia sebagaimana ditafsirkan media atau merupakan bagian dari praktik penyelundupan manusia sebagaimana yang ditunjukkan oleh indikator internasional,” tegas Dubes Bensadegh saat konferensi pers di Kedutaan Besar Libya di Jakarta, Kamis (30/11).

Dia mengatakan, pihak berwenang Libya telah membuka penyelidikan komprehensif atas tuduhan kejahatan tersebut sesuai dengan undang-undang Libya serta untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi kepada opini publik lokal dan internasional.

Baca Juga: Gubernur CBI: Dolar dan SWIFT Dihapus dari Perdagangan Iran-Rusia

“Membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan. Mengadili dan Menghukum mereka yang melakukan penyelundupan atau perbudakan migran,” ujarnya.

Dubes Bensadegh menyatakan Libya menganggap bahwa praktik semacam itu adalah salah satu akibat dai migrasi ilegal.

Menurutnya, Libya adalah negara yang paling terkena dampaknya. Pemerintah Libya menolak untuk bertanggung jawab penuh atas fenomena imigrasi ilegal, justru tanggung jawab bersama antara negara asal, transit dan tujuan.

Libya telah mengeluarkan dana yang besar untuk membangun dan mengelola pusat penampungan migran serta memfasilitasi pemulangan sukarela ke negara mereka. Fenomena ini merupakan ancaman bagi keamanan, struktur sosial bahkan menambah beban ekonomi negara kami yang sudah menderita,” imbuh Dubes Bensadegh.

Baca Juga: Ukraina Gempur Moskow dengan Drone

Dia mendesak Uni Eropa dan masyarakat internasional untuk membantu Libya dalam menghadapi biaya tempat penampungan dan mendukung wilayah Libya yang terkena dampak imigrasi ilegal, serta mendukung pengembangan kapasitas lembaga keamanan.

Pekan lalu, jaringan media internasional CNN menayangkan sebuah rekaman laporan investigasi soal adanya perdagangan budak di Libya.

Hasil investigasi CNN menyebutkan, para imigran dari sejumlah negara di Afrika seperti Senegal, Gambia, Niger, Mali dan Nigeria dijadikan budak di Libya. Mereka dijual dalam sebuah lelang dengan harga variatif, antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.

Libya mengalami perang saudara yang “jauh lebih buruk” daripada kerusuhan yang menggulingkan diktator Moamer Gaddafi pada tahun 2011.

Baca Juga: Operasi Kereta Api di Pakistan Dihentikan Usai 26 Orang Tewas Imbas Ledakan  

Sementara sebuah program sanksi yang dibentuk pada 2011 memungkinkan Dewan Keamanan untuk menempatkan sanksi pada individu dan entitas yang terlibat dalam pengaturan, pengendalian atau melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat terhadap orang-orang di Libya. (L/R04/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Setelah Aksi Hooliganisme Israel, Belanda Justru Larang Protes pro-Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Internasional
Internasional
Internasional
MINA Millenia
Internasional