Tripoli, MINA – Menteri Dalam Negeri Libya Emad al-Tarabulsi telah mengumumkan pemberlakuan kembali polisi moral di jalan-jalan untuk menegakkan apa yang disebutnya “tradisi masyarakat” dan membatasi kebebasan bergerak perempuan.
Dilansir dari MEE, Al-Tarabulsi mengatakan pada Rabu (6/11), patroli akan dilanjutkan bulan depan. Mereka akan menargetkan orang-orang dengan potongan rambut “aneh”, memastikan perempuan mengenakan pakaian “sopan” dan mencegah percampuran gender di tempat umum.
Ia juga menyarankan agar perempuan dilarang bepergian di dalam negeri tanpa wali laki-laki, menambahkan bahwa mereka yang “mencari kebebasan pribadi harus pergi ke Eropa.”
Libya telah menghadapi ketidakstabilan yang mendalam sejak pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan penguasa lama Muammar Gaddafi pada 2011.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Pada 2014, negara itu terbagi antara faksi timur dan barat, masing-masing diperintah oleh pemerintahan yang bersaing.
Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang diakui secara internasional, di mana Tarabulsi menjabat sebagai menteri, berpusat di kota Tripoli di bagian barat.
Pemerintahan saingan yang berpusat di Benghazi menolak untuk mengakui Perdana Menteri GNU Abdul Hamid Dbeibah, yang ditunjuk melalui proses yang didukung PBB pada 2021.
Diplomasi internasional untuk menyelesaikan konflik di Libya difokuskan pada upaya mendorong pemilihan umum baru untuk menggantikan lembaga sementara seperti GNU.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Dbeibah mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan baru tanpa pemilihan umum nasional. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina