New York, 29 Rabi’ul Akhir 1436/19 Februari 2015 (MINA) – Menteri Luar Negeri Libya meminta PBB mengakhiri embargo penjualan senjata kepada pemerintah negara itu yang diakui secara internasional dan membantu mendukung menghadapi kelompok Negara Islam atau ISIS.
Mohammed Al-Dairi mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB di New York, Rabu (18/2), PBB memikul tanggung jawab hukum untuk membantu membangun kembali tentara Libya, Al Jazeera melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
“Libya membutuhkan sikap tegas dari masyarakat internasional untuk membantu kami membangun kapasitas tentara nasional kami, dan ini bisa terjadi melalui pencabutan embargo senjata,” kata Dairi kepada Dewan.
PBB telah memberlakukan embargo senjata terhadap Libya pada 2011 dengan dalih untuk melindungi warga sipil dari pemimpin lamanya Muammar Gaddafi dan pasukan bersenjata.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Pemerintah Libya bisa mengimpor senjata dan perlengkapan terkait hanya dengan persetujuan komite Dewan Keamanan yang mengawasi embargo.
Permohonan Dairi diajukan setelah pejuang yang bersumpah setia kepada ISIS, merilis sebuah video pada Ahad (15/2) yang menunjukkan pemenggalan 21 warga Kristen Mesir.
Mesir meluncurkan serangan udara di Libya sehari berikutnya.
Dairi mengatakan, Libya sedang mencari dukungan tapi tidak menginginkan intervensi internasional.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
“Situasi di negara saya mengancam negara-negara tetangga di Afrika dan Eropa,” tambahnya.
Libya dibanjiri dengan senjata, terutama di tiga kota besar yaitu Tripoli, Benghazi dan Misrata, yang sebagian besar dikuasai oleh milisi penentang pemerintah dukungan PBB yang telah pindah ke kota Tobruk.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mendukung seruan embargo diangkat, dan mengatakan masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk membantu Libya menghadapi krisis. (T/P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20