Lima Hari Menjelajah Pulau Formosa

Hasil perjalanan wartawan MINA, Widi Kusnadi di

“Taiwan , The Heart of Asia” (Taiwan Formosa, Jantungnya Asia), begitulah salah satu bait lirik sebuah lagu yang terdengar nyaring pada perhelatan Festival Lantern yang diadakan rutin setiap tahun. Kali ini festifal tersebut digelar di kota Taichung, terletak 164 km ke arah selatan dari kota Taipei.

Ya, Taiwan oleh orang-orang Eropa di juluki sebagai pulau Formosa (Formosa Island) yang berarti pulau yang cantik karena memang pulau itu menyimpan keindahan-keindahan bak taman surga. Di katakan jantungnya asia sebagai harapan dari masyarakat Taiwan bahwa negeri itu dapat memberi kontribusi utama bagi masyarakat Asia khususnya dan juga bagi komunitas internasional tentunya.

Beberapa wartawan Indonesia diundang oleh Kementerian Pariwisata Taiwan untuk menjelajah negeri itu mulai dari wilayah utara (Taipei) ke tengah melewati lintas barat (Taichung), wilayah Taman Nasional dan peternakan Qinjing Farm, Taman Nasional Taroko, Li Chuan, hingga Hualien County di sebelah timur dan kembali ke Taipei melalui jalur lintas timur.

Kunjungan tersebut tidak lepas dari keharmonisan hubungan kerja sama yang dibagun atas dasar saling menguntungkan antar kedua fihak (Indonesia-Taiwan) demi menciptakan kesejahteraan masyarakatnya.

Kali ini, wartawan MINA berkesempatan menjelajah indahnya Pulau Formosa itu selama lima hari. Berikut ulasan lengkapnya;

Festival Lantern di Taichung

Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah Taiwan menghabiskan dana sedikitnya  300 juta dolar Taiwan atau setara Rp.136 miliar demi suksesnya perhelatan yang digelar 8-23 Februari 2020, digelar di atas lahan seluas 35 hektar dan disebut sebagai yang terbesar di negeri itu.

Presiden Taiwan, Tsai Ing-Wen hadir meresmikan festival tersebut didampingi Menteri Transportasi dan Komunikasi, Lin Chia-Lung, dan Wali Kota Taichung, Lu Shiow-yen.

Acara yang diselenggarakan dalam rangka Tahun Baru China itu melibatkan lebih dari 15 seniman lokal, ribuan relawan dari kalangan mahasiswa dan pelajar, serta dihiasi lebih dari 1.500 lentera.

Bruce Linghu, Wakil Walikota Taichung mengatakan, ikon dari festival itu adalah Tree of Light, sebuah lentera pohon yang berdiri megah di tengah lokasi Forest Park, tempat perhelatan itu digelar. Lentera pohon dibuat dari 22 kayu yang melambangkan 22 kota di Taiwan, 368 ranting yang melambangkan area permukiman, dan 2.359 daun yang melambangkan 23,59 juta jiwa seluruh penduduk Taiwan.

Festival tersebut ditargetkan dikunjungi 10 juta wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.  Karenanya, selain wartawan dalam negeri, pemerintah Taiwan mengundang para wartawan dari Asia Tenggara dan Negara-negara Eropa serta Amerika untuk menggemakan festival itu ke telingan masyarakat internasional.

Acara itu juga disebut sebagai acara yang ramah lingkungan karena bertemakan pelestarian terhadap hutan dan alam, meminimalisir penggunaan plastik, serta manajemen pengolahan sampah yang baik.  Sedikitnya ada enam ribu petugas kebersihan dikerahkan untuk menjaga pagelaran tersebut tetap bersih dan rapi.

Kampung Pelangi Taichung

Sebuah permukiman dengan warna-warni lukisan berbagai binatang, bunga dan boneka menghiasi sebuah kampong bernama Caihongjuan (Rainbow Village/Kampung Pelangi).

Kampung itu memiliki sejarah yang menarik untuk disimak. Ternyata, kampung tersebut ada sebagai usaha seorang veteran yang telah pensiun dari karir militernya agar rumahnya tidak dibongkar oleh pemerintah setempat.

Veteran itu adalah Huang Yu-fu. Ia berasal dari Cina daratan yang menjadi anggota Partai Kuomintang di wilayah Guangzhou, melarikan diri ke Taiwan pada 1949 akibat kalah perang melawan rezim komunis Mao Zedong. Huang bersama dua juta rekan-rekannya lantas membangun rumah kecil di kawasan Taichung, Distrik Nantun.

Ketika Pemerintah Taichung berencana melakukan pembongkaran permukiman tersebut pada 2008 dan akan dibangunkan apartemen. Wilayah tersebut memang merupakan kawasan milik Negara. Sebagai konsekwensinya, pemerintah memberikan potongan harga hingga 40 persen bagi para veteran perang yang ingin membeli apartemen.

Huang yang menginginkan adanya monumen untuk mengenang adanya permukiman tersebut. Ia lantas mengecat setiap tembok, pagar dan jalanan menuju rumahnya beserta beberapa tetangganya dengan lukisan yang indah agar pemerintah tetap mempertahankan rumahnya tidak dibongkar.

Aksi Huang ternyata mendapat sambutan positif masyarakat Taichung khususnya dan Taiwan secara luas. Beberapa tahun berselang, mahasiswa Universitas Ling Tung, Taichung mengumpulkan dana mempercantik kampong tersebut.

Akhirnya pemerintah setempat mengabulkan permohonannya dan rumah Pak Huang beserta 11 rumah tetangganya itu kini menjadi kampung pelangi yang bisa dinikmati wisatawan berfoto ria. “Kalau sekarang sudah tidak ada lagi yang tinggal di sini. Pak Huang juga sudah dipindahkan ke apartemen,” ujar Luke Lu, pemandu wisata kami.

Qinjing Farm Menyuplai Kebutuhan Pangan Taiwan

Qingjing Farm berlokasi di Jalan Raya 14A, sebuah jalan provinsi yang membelah pegunungan dengan bebatuan marmer yang keras lagi terjal.  Untuk sampai ke tempat itu, kita harus menempuh waktu sedikitnya 2,5 jam perjalanan dengan menggunakan moda bus atau mobil pribadi dari kota Taichung. Di sepanjang jalan, kita akan disambut Bunga Sakura yang indah bermekaran dengan variasi warna merah, orange dan putih.

Qingjing adalah tempat favorit bagi wisatawan untuk berinteraksi dengan berbagai jenis hewan ternak seperti sapi dan domba. Beberapa hewan yang dapat ditemukan di pertanian tersebut di antaranya; Domba Corriedale, Sapi Hereford, Sapi Aberdeen Angus, Domba Barbado, Kuda Arab, dan Kuda Poni.

Qingjing secara makna berarti luas. Wilayah Qinjing farm sekitar 760 hektare, meliputi wilayah Wushe di selatan, hingga Meifeng di utara. Lahan pertanian dan peternakan itu dikelola oleh dewan pensiunan di bawah Kementerian Pertahanan. Jadi, para pensiunan polisi dan tentara mendapatkan kesempatan mengelola pertanian dan peternakan untuk mengisi hari tua mereka. Sebuah ide bagus yang perlu ditiru negara lain.

Selain area peternakan, di tempat itu juga terdapat area wisata bagi para pelancong. Dengan pemandangan cantik berupa hampara padang rumput yang hijau, dibuatlah taman dengan konsep ala eropa bernama Swiss Garden. Dari segi luas wilayah, Swiss Garden lebih kecil dibandingkan Green Green Grass di Negara Swiss. Oleh karenanya, termpat itu sering dikenal dengan Taiwan’s Little Switzerland.

Tempat itu tentu sangat cocok buat wisatawan yang suka berfoto dengan keindahan dan keharuman berbagai bunga yang tumbuh di taman. Ada juga kincir angina yang melengkapi harmoni taman itu. Terdapat pula pohon dengan daun-daun berwarna oranye seperti di musim gugur. Udara di Swiss Garden sangat menyegarkan dan pastinya kaya dengan kandungan oksigen, bagus untuk kesehatan.

Dengan adanya area peternakan, dan pertanian Qinjing tersebut, kebutuhan daging, susu dan sayuran masyarakat Taiwan dapat disuplai dari wilayah itu. Dengan dukungan teknologi yang cukup maju, hasil pertanian Qingjing juga mampu diekspor ke Jepang, Hongkong, Singapura dan beberapa wilayah Cina daratan.

Menikmati Salju Pegunungan Hehuan

Pegunungan Hehuanshan berada di daerah Nantou, terletak di jajaran pegunungan tepat di tengah-tengah negeri Taiwan. Ketinggian puncak Hehuan Mount mencapai 3.402 meter dpl( di atas permukaan laut). Suhu udara pada pagi dan siang hari sekitar 8-11 derajat, sementara malamnya bisa turun hingga minus 9 derajat.

Salju setebal 5 hingga 15 cm bisa kita nikmati di sepanjang wilayah itu, walau matahari bersinar cerah. Pengunjung, khususnya yang berasal dari negara tropis direkomendasikan memakai pakaian tebal, lengkap dengan sarung tangan dan kaos kaki jika tidak ingin tangan dan kakinya mati rasa akibat dinginnya udara.

Tidak jauh dari puncak Hehuan, terdapat pohon besar yang usianya sudah mencapai 3000 tahun. Pohon itu persis berada di tepi jalan 14A, jika kita hendak turun dari puncak menuju Taroko National Park.

Pegunungan Hehuan merupakan wilayah konservasi. Pemerintah setempat mengancam dengan hukuman berat bagi siapa saja yang menebang pohon di wilayah itu, walaupun hanya sebatang. “Bahkan hukumannya bisa lebih berat dari mencuri atau merampok’, kata Pak Luke.

Sayang, penulis tidak bisa menikmati indahnya bunga Azela di puncak Hehuan karena menurut informasi, tanaman khas subtropis itu hanya bermekaran pada setiap bulan Mei saja.

Bercengkerama bersama Suku Asli Taroko

Suku Taroko (disebut juga Troko) adalah suku asli Taiwan yang sudah ada dan mendiami pulau itu sejak dua ribu tahun lalu. Untuk dapat sampai ke tempat suku Troko, kita akan disuguhi pemandangan jalan sepanjang 21 km dengan hamparan tebing curam ketinggian mencapai 800 meter.

Saat ini, populasi Suku Taroko tidak lebih dari 100 ribu jiwa. Mereka hidup dengan keahlian berburu dan bertani. Mereka juga terkenal dengan keahlian memasaknya. Di beberapa hotel dan cottage Taman Nasional Taroko, berbagai jamuan lezat tersedia bagi wisatawan dimasak oleh warga suku asli Taroko.

Pengusaha hotel membuat kebijakan, seluruh pekerja hotel adalah suku asli wilayah itu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Makan malam di hotel ditemani atraksi semi kolosal kisah perburuan. Tapi sajian di atas meja adalah sepotong daging domba bakar yang menggoda lengkap dengan ubi manis hangat, salad, dan buah segar.

Pemerintah Taiwan menjadikan Taroko sebagai aset istimewa dengan status Taman Nasional. Sementara suku Taroko diakui pemerintah sebagai suku asli ke-12 yang berhak mendapatkan pelayanan dan perhatian spesial dari pemerintah.

Salah satu program pemerintah Taiwan adalah mengumpulkan semua pihak hotel dan restoran di Taroko, memberi arahan kepada mereka tentang pelatihan penyediaan fasilitas ramah Muslim (Moslem friendly)  untuk menarik wisatawan Muslim.

Budidaya Ikan di Li Chuan

Lichuan merupakan kawasan yang terkenal dengan industri perikanannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan nasional, berbagai produk Lichuan Fisheries industrial park diekspor ke berbagai Negara di Asia, Eropa, Amerika dan Australia.

Produk unggulannya adalah olahan kerang dengan berbagai variasi, bahkan ada yang dibuat ekstrak penurun tekanan darah dan kolestrol. Dengan lahan seluas 460 hektar, Lichuan mampu menjadi industri perikanan sekaligus ikon bagi negara itu di kancah internasional dalam hal olahan makanan laut.

Dalam kunjungan itu, para wartawan Indonesia menyantap hidangan makan siang dengan makanan khas seafood hasil olahan Lichuan Fisheries. Di akhir kunjungan, para wartawan mendapat hadiah berupa ekstrak kerang yang berkhasiat menurunkan tekanan dari tinggi, kolestrol dan mengurangi resiko serangan jantung. Tahu aja mereka kalau orang Indonesia sering kena penyakit itu, hehe.

Sementara itu, Indonesia sendiri sebenarnya juga memiliki potensi besar dalam hal hasil laut dan pengolahannya. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perwakilan Taipei Economic and Trade Office (TETO) untuk Indonesia, John Cheng Chung, bahwa pengusaha-pengusaha Taiwan sudah lama membidik Indonesia untuk bisnis perikanan. Beberapa pengusaha Taiwan sudah banyak yang berinvestasi di sektor perikanan Indonesia dengan membawa teknologi dari negara pulau tersebut.

Lantas, kenapa pengusaha Taiwan mau masuk ke sektor perikanan Indonesia? Menurut John, wilayah perairan Indonesia adalah salah satu lokasi budidaya ikan terbaik di dunia.

Kemajuan Teknologi Transportasi

Taiwan tidak hanya terkenal sebagai tempat kelahiran Laptop merk ASUS saja, tetapi juga maju dalam hal teknologi transportasi.  Bukti kemajuan itu dapat kita temui dengan moda transportasi umum yang serba cepat. Cepat yang dimaksud bukanlah berarti ugal-ugalan, tapi waktu kehadirannya yang tepat waktu.

Untuk mengunjungi beberapa wilayah perkotaan di Taiwan, wisatawan dapat menggunakan MRT (Mass Rapid Transportation), yang oleh masyarakat lokal disebut Taipei Metro. MRT di ibo kota Taipei memiliki 5 jalur yang saling terhubung setiap wilayah dari utara, selatan, timur dan barat yang berpusat di Taipei Main Station di tengah kota.

Selain MRT, transportasi di Taiwan juga ada bus. Terminal bus dan MRT dihubungkan dengan lokasi yang berdekatan sehingga pengguna dengan mudah beralih moda. Dengan demikian, jika tidak ada MRT di wilayah itu, masyarakat bisa beralih dengan cepat menggunakan bus.

Transportasi selain MRT dan bus adalah sepeda.  Masyarakat, termasuk wisatawan bisa menggunakan dan menyewa sepeda yang tersedia dengan mudah. Aplikasinya bernama YouBike.

Tempat pengambilan dan penitipan sepeda pun tidak sedikit. Berdasarkan pentauan penulis, ada ratusan titik tersedia untuk tempat sepeda di kota Taipei. Tempatnya pun berdekatan dengan tempat naik dan turunnya transportasi umum.

Untuk dapat menyewa sepada, pengunjung bisa menggunakan kartu elektronik yang bisa juga digunakan untuk transportasi MRT dan bus.

Isu Virus Corona

Tidak bisa dipungkiri, isu mewabahnya virus Corona menjadi momok tersendiri bagi masyarakat Taiwan karena wilayahnya yang berdekatan dengan Cina daratan.  Hal itu terlihat di Bandara internasional Taoyuan dan di Ibu kota Taipei. Namun, pemerintah memberikan statemen resmi bahwa negaranya aman dikunjungi.

Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Taiwan mengumumkan pelarangan masuk bagi siapa saja yang berasal dari Cina daratan dan warga Negara asing yang pernah singgah di Cina setidaknya dalam 14 hari terakhir.

“Tidak ada kasus yang dikonfirmasi meninggal. Itu karena standar medis Taiwan berkelas dunia. Langkah-langkah pencegahan epidemi di Taiwan cukup berhasil, tidak ada infeksi komunitas, dan kasus yang dikonfirmasi relatif sedikit.,” jelas pihak Taiwan melalui pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh Taipei Economic and Trade Office (TETO) pada 12 Februari 2020.

Pihak Taiwan mengaku mengerahkan seluruh kekuatan yang terbaik untuk memerangi Virus Corona. (A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)