Surakarta, MINA – Dalam konteks Milad ke-106 kali ini, Muhammadiyah mengangkat tema Ta’awun untuk Negeri. Milad diperingati dalam sebuah upacara di Kraton Mangkunegaran, Surakarta, Ahad (18/11) yang juga dihadiri Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla dan sejumlah menteri.
Ketua Uum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan Muhammadiyah ingin menggelorakan semangat tolong menolong, kerjasama, dan membangun kebersamaan di tubuh umat dan bangsa agar Indonesia negeri tercinta ini menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
“Karena itu bagi warga Muhammadiyah mari kita gelorakan semangat milad kali ini sebagai momentum untuk menggerakan takwa dan kesadaran masa depan, sesuai dengan isi surah Al-Hahsr ayat 18,” kata Haedar dikutip dari situs Muhammadiyah, Senin (19/11).
Haedar menyampaikan lima hal yang menjadi konsen dan komitmen Muhammadiyah dalam milad ke 106 ini. Pertama, secara kolektif Muhammadiyah berkomitmen menggelorakan, menyuarakan Islam berkemajuan sebagai basis nilai untuk membawa umat dan bangsa menjadi umat yang berkeadaban maju.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Tanpa itu, kita umat islam dan bangsa Indonesia hanya menjadi seolah genangan danau, yang besar tetapi tidak unggul dan berkemajuan, atau seperti budaya kasur tua yang diutarakan oleh WS Rendra,” katanya.
Kedua, Muhammadiyah dalam konteks keumatan dan kebangsaan, bahkan dalam konteks kemanusiaan universal terus menggelorakan praksis Islam, yakni nilai-nilai Islam yang mewujudkan dalam program-program kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan usaha-usaha pemberdayaan yang benar-benar membawa pada perubahan.
Praksis sosial Islam yang dihadirkan oleh Muhammadiyah selain menggunakan alam pikiran Islam berkemajuan, juga diusung oleh pranata sosial yang modern.
“Karena itu, jadikan milad ini untuk terus mendinamisasi gerakan praksis sosial, termasuk di dalamnya gerakan al-maun, filantropi Islam, gerakan kebencanaan, dan pelayanan sosial untuk semua, Muhammadiyah untuk semua, Muhammadiyah for all,” imbuhnya.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Ketiga, bagaimana dalam milad kali ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk menggelorakan dan memperluas kesadaran masyarakat tentang pentingnya membangun hidup untuk kebersamaan.
“Makna ta’awun untuk negeri itu harus diwujudkan dalam semangat ukhuwah, semangat gotong royong. Tetapi semangat gotong royong maupun ukhuwah itu tidak hanya dalam retorika, tetapi kita wujudkan dalam kehidupan kolektif, dalam keberbedaan kita sebagai umat dan bangsa, baik paham dan golongan orientasi kepentingan, kita harus tetap menjaga nilai-nilai kebersamaan,” paparnya.
Keempat, gerakan komunitas juga perlu diperhatikan, termasuk di dalamnya dakwah komunitas dan dakwah di media sosial.
“Kita sadar baik Muhammadiyah, umat Islam, maupun bangsa Indonesia tengah menghadapi arus baru dunia digital dan dunia sosial yang sama sekali berada dalam situasi non konvensional. Dalam konteks ini, maka jadikan dakwah Muhammadiyah masuk menjadi gerakan yang semakin meluas pada dakwah komunitas. Hadirkan lah dakwah yang mencerahkan bagi masyarakat di akar rumput, bagi dunia medsos, bagi generasi milenial, agar nilai-nilai Islam yang mencerahkan, yang membawa pada kebaikan, pada kemajuan, nilai keluhuran, moralitas, dan akhlak itu menjadi acuan kita bergerak,” jelas Haedar.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Terakhir, Muhammadiyah dengan milad kali ini harus terus tak kenal lelah berperan dalam kehidupan kebangsaan. Dikatakan Haedar, di tahun politik ini tentu perbedaan kepentingan politik dan kontestasi politik akan semakin keras berlangung. Setidak-tidaknya semua pihak yang terlibat di dalam kepentingan politik akan memperjuangkan kepentingan sendiri.
Haedar mengatakan, dalam konteks ini maka Muhammadiyah mengajak semua pihak dan melakukan usaha agar kehidupan kebangsaan kita tetap terjaga, meskipun dalam kehidupan politik ada kontestasi, tetapi kita jangan lupa, bahwa demokrasi itu adalah instrument untuk kita menjadi negara yang unggul berkemajuan.
“Demokrasi menjadi alat paling strategis membawa Indonesia sebagaimana dicita-citakan oleh pendiri bangsa, yakni menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, yang dalam bahasa Muh itulah negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur,” katanya. (R/R06/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)