taubat-300x300.jpg" alt="" width="300" height="300" />Oleh Bahron Ansori, Redaktur MINA
Manusia memang tempat salah dan lupa, dan di situlah letak kesempurnaannya sebagai manusia. Andai manusia diciptakan tidak dengan untuk salah dan lupa, maka tentu saja ia (manusia) akan sama dengan para Malaikat; yang tak pernah salah dan lupa.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas ra disebutkan bahwa telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dia lalu berkata, ”Ya, Rasulullah, sesungguhnya aku telah berbuat dosa.” Nabi menjawab, ”Mintalah ampun kepada Allah.” Lelaki itu kembali berkata, ”Aku bertaubat, kemudian kembali berbuat dosa.”
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Setiap kali engkau berbuat dosa, maka bertaubatlah, hingga setan putus asa.” Lelaki itu berkata lagi, ”Ya, Nabi Allah, kalau begitu dosa-dosaku menjadi banyak.” Maka, Nabi bersabda lagi, ”Ampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih banyak daripada dosa-dosamu.”
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam ini mengisyaratkan bahwa meminta ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu berkaitan dengan dosa dan salah. Meminta ampun seringkali dihubungkan dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Keduanya merupakan aktivitas syariat yang harus dilakukan setiap manusia.
Sebab, manusia adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang secara fitrah dibekali dengan sikap salah dan lupa. Permintaan ampun tidak akan menuai hasil bila tidak disertai dengan bertaubat kepada-Nya, dan meminta maaf kepada orang yang dizalimi.
Taubat berarti meninggalkan sesuatu yang tercela dan terlarang yang ditetapkan dalam Islam demi mencapai sesuatu yang terhormat, mulia, dan terpuji di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bertobat adalah pengakuan dan penyesalan terhadap perbuatan alfa dan dosa.
Ketika ditanya tentang taubat, sufi Sahl Ibn ‘Abd Allah dan Al Junaid menjawab, ”Taubat ialah engkau tidak mengingat dosamu.” Al-Junaid menjelaskan bahwa melupakan dosa berarti tidak lagi mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat yang melekat dalam hati.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Ada lima syarat yang harus dipenuhi seseorang bila taubatnya ingin diterima Allah.
Pertama, menyesali diri, karena telah telanjur melakukan maksiat dan melanggar ketentuan-ketentuan agama. Menyesal berarti berjanji dalam diri sendiri tidak akan pernah mengulangi lagi dosa yang pernah dilakukan.
Kedua, menjauhkan dan meninggalkan diri dari semua maksiat kapan dan di mana saja berada. Berusahalah sekuat tenaga menjauhi semua lingkungan buruk yang memungkinkan akan mengulangi lagi dosa-dosa lama.
Ketiga, berkemauan dan berjanji pada diri sendiri secara sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi kemaksiatan, karena menyadari bahwa perbuatan maksiat menghalangi hubungan dia dengan Tuhannya dan dapat memutus hubungan dengan sesamanya.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Keempat, mengiringi dengan berbagai perbuatan dan amal ibadah kebaikan.
Kelima, jika berkaitan dengan orang lain, orang yang telah berbuat salah dan mau bertaubat, harus meminta maaf kepada orang yang dizalimi. Meminta dan memberi maaf merupakan dasar bagi terwujudnya ishlah (damai), wallahua’lam. (A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital