Yangon, Myanmar, 2 Rabbiul Awwal 1435/3 Januari 2014 (MINA) – Uni Eropa dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengecam dan mengkritik Pemerintah Myanmar atas “lingkungan tidak manusiawi” di kamp Taung Paw di Myebon Township, Arakan, di mana sekitar 750 orang Muslim Rohingya tinggal.
Dalam pernyataan bersama, delegasi internasional Uni Eropa, AS, Swiss dan Turki setelah mengunjungi kamp itu, dikatakan keluarga yang sudah tinggal selama 14 bulan di sana, menghadapi kondisi yang sangat sulit, Rohingya News Agency melaporkan yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA) Jumat.
“Kondisi hidup sangat miskin, kurangnya air minum yang bersih, pelayanan kesehatan terbatas, kekurangan gizi, dan pembatasan gerak ke luar perkemahan,” kata pernyataan itu.
Dipaparkan pula, penduduk desa lokal Arakan telah melecehkan dan mengganggu staf relawan kemanusiaan internasional dan menghambat akses bantuan kemanusiaan.
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
Delegasi masyarakat internasional itu sangat mendesak pemerintah negara bagian untuk memastikan langsung, penuh dan tanpa hambatan, akses bantuan kemanusiaan dapat sampai kepada mereka yang membutuhkan.
November tahun lalu, PBB mengatakan etnis Rohingya adalah etnis yang paling tertindas di muka bumi, karenanya, PBB sangat gencar meminta Pemerintah Myanmar mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar.Namun, secara resmi pemerintah Myanmar menyatakan tidak mau mengakui warga Rohingya dan hanya mengakui orang yang sudah tinggal sejak tahun 1823.
“Ini sangat miris sekali. Faktanya mereka (etnis Rohingya) sudah tinggal sejak abad ke-7,” kata Ketua Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) Heri Aryanto yang berbasis di Jakarta, Indonesia, kepada MINA.
Menurut PIARA, pada Mei 2013 komunitas Rohingya sudah terkonsentrasi di pinggir-pinggir pantai, kini jumlahnya pun sudah sangat berkurang. Diperkirakan tinggal 125.000 orang dari total 3-5 juta orang sebelumnya.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
“Artinya, tinggal menunggu waktu saja, Rohingya tinggal sejarah di Myanmar, bahkan di Arakan sudah ada Rohingya Elimination Group, sebuah kelompok khusus yang bertugas mengeliminasi etnis Rohingya. Itu menunjukkan semakin jelasnya bahwa pelanggaran HAM di sana sudah semakin sistematis, kata Heri Heryanto. (T/P09).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan